Karena tak bisa memenuhi permintaan Andra untuk menghabiskan waktu bersama di malam tahun baru, aku memutuskan memberikan waktuku di hari ini untuk Andra. Hanya hari ini aku free seharian sebelum besok kembali bergelut dengan pekerjaanku yang menumpuk.
Ketertarikanku pada Andra memang belum muncul seratus persen. Masih terselip rasa malas tiap kali hendak menghabiskan waktu bersamanya, tetapi aku cepat-cepat menghapus pemikiran itu. Kalau terus-terusan seperti itu, aku tidak akan pernah bisa mendapatkan jodoh.
Aku memang tak bisa menampik jika aku masih mengharapkan berakhir menjalin hubungan lebih dari seorang sahabat dengan Ian, tetapi sudah bertahun-tahun lamanya, hubunganku dengannya tetap jalan di tempat. Tidak ada kemajuan meski Ian selalu mendeklarasikan aku sebagai prioritas dan dia selalu berada di sampingku dalam kondisi apa pun.
Setelah dipikir-pikir, perkataan Ian memang ada benarnya. Kendati belum berniat untuk menikah dalam waktu dekat, aku tetap harus mencoba menjalin hubungan percintaan dengan seorang lelaki. Butuh waktu lama bagiku untuk menyeleksi sosok lelaki yang benar-benar cocok denganku. Jadi, mau tak mau aku harus mencoba untuk tetap melakukan pendekatan dengan Andra.
Berbeda dengan kencan pertama kami, kali ini aku membiarkan Andra menjemputku, tetapi aku tetap memintanya untuk menungguku di lobi. Aku merasa kami belum terlalu dekat, jadi dia tak perlu tahu nomor unit apartemenku.
Pukul sepuluh pagi aku baru selesai mandi. Masih dengan bathrobe yang membungkus tubuhku, aku duduk di meja rias untuk melakukan ritual skincare-an.
Di sela-sela kegiatanku yang tengah memoleskan sunscreen di seluruh wajah, ponselku berdering, menandakan adanya panggilan masuk. Segera aku beranjak dari posisiku, berjalan menuju ponselku yang kuletakkan di atas nakas.
Andra is calling.
Panggilan dari Andra, dan aku langsung menjawabnya setelah menempelkan ponselku pada telinga.
“Halo?” Aku menyapa lebih dulu.
“Hai, Anya. Udah siap-siap belum?”
Bibirku mengulas seutas senyuman kala mendengar nada suara Andra yang begitu bersemangat. “Ini lagi siap-siap.”
“Oke-oke. Entar aku jemput satu jam lagi, ya?”
Aku menganggukan kepalaku walau kutahu Andra tak bisa melihatku, tetapi aku juga turut mengiyakan pertanyaannya sebelum kami menyudahi panggilan singkat tersebut.
Andra hanya ingin memastikan kalau kami jadi pergi hari ini. Dia yang terdengar begitu excited dengan pertemuan kami, entah kenapa membuatku juga ikut bersemangat. Energinya menular meski hanya lewat panggilan suara.
Setelah meletakkan kembali ponselku ke tempatnya semula, aku melanjutkan kegiatanku yang tertunda sejenak. Skincare sudah meresap di wajahku, dan aku pun segera memakai pakaian yang sudah kupilih sejak bangun pagi tadi.
Sama seperti kencan sebelumnya, kali ini aku juga tidak ingin terlihat terlalu heboh. Aku ingin yang simpel-simpel saja dengan memakai kulot highwaist dan blouse lengan panjang.
Tubuhku sudah dibungkus dengan pakaian lengkap, aku pun kembali ke meja rias. Kali ini untuk memberi polesan makeup pada wajahku.
Aku baru selesai meratakan cushion di seluruh wajahku saat bel apartemenku berbunyi. Dengan kening yang berkerut, aku segera bangkit dari meja rias, menghentikan sejenak makeup-ku yang belum terselesaikan.
Tatkala mengintip sosok tamu yang menekan bel apartemenku lewat door viewer, aku menemukan Ian di sana. Sudah tidak heran jika Ian bisa muncul tiba-tiba di apartemenku karena dia sudah menempati hunian barunya yang terletak dua lantai di atas unitku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boy (Best) Friend
Romance[TAMAT - CERITA MASIH LENGKAP] Julian, atau yang akrab disapa Ian, sudah menyandang gelar sebagai playboy sejak berada di bangku SMA. Kebiasaannya yang suka gonta-ganti pacar bukan hal baru lagi dan terus berlangsung sampai sekarang. Namun, apa jad...