Bab 36

25.7K 2.2K 147
                                    

Udah douple update, nih! Harus komen yang banyak pokoknya ogheyy😙

Selamat membaca❤

•••

Malam minggu kali ini aku akan menghabiskan waktu bersama Andra. Katanya dia akan mengajakku untuk bertemu dengan teman-temannya, mengenalkanku sebagai sosok yang akan menjadi istrinya sebentar lagi.

Aku gugup. Bukan karena takut tidak diterima oleh lingkungan pertemanan Andra ataupun tidak bisa berbaur dengan teman-temannya, tetapi lebih karena keragu-raguan dalam diriku yang sampai detik ini tak kunjung hilang.

Saat Sita hendak menikah dengan kekasihnya, dia sangat bersemangat. Dia selalu menceritakan tentang kebahagiaannya pada kami, rekan-rekan kerjanya. Juga tak sabar menunggu tanggal pernikahannya. Namun, yang terjadi padaku sangatlah berbeda.

Tidak seperti Sita, aku malah merasa gelisah. Tiap kali memikirkan tentang aku yang sebentar lagi akan menikah, otakku jadi tidak bisa berpikir dengan jernih. Dalam seminggu ini, pekerjaanku pun jadi berantakan. Keraguan dalam diriku benar-benar menjadi sahabat terdekatku saat ini.

Kutarik napas dalam-dalam sembari menatap pantulan diriku di depan cermin.

Okay, rileks, Anya.

Sekali lagi aku memeriksa penampilanku malam ini. Pakaian serba hitam menjadi pilihanku. Katanya kami akan bertemu dengan teman-teman Andra di kelab malam, jadi aku memilih mengenakan long sleeve crop top yang dipadukan dengan kulot panjang.

Saat aku sedang memakai sepatu, ponselku yang sedari tadi masih terletak di atas ranjang berdering. Nama Andra muncul di sana sebagai penelepon.

“Halo.” Aku menyapa terlebih dahulu.

“Aku udah di lobi apartemen kamu ya, Sayang.”

Jangan heran dengan panggilan Andra untukku. Sejak kami memutuskan untuk menjalin hubungan ke jenjang yang lebih serius, dia memang selalu memanggilku dengan sebutan "Sayang".

Okay. Sebentar ya.”

“Santai aja, Sayang. Aku tungguin, kok.”

Berbeda dengan Andra, sampai detik ini aku tetap memanggilnya dengan namanya. Entahlah. Lidahku sepertinya tidak terbiasa dengan panggilan khusus sepasang kekasih seperti itu.

Setelah panggilanku dengan Andra berakhir, aku buru-buru memasukkan barang-barang yang kuperlukan ke dalam tas. Lantas, bergegas meninggalkan unit apartemenku untuk menemui Andra yang sudah menungguku di bawah.

Sambil menunggu lift, aku beberapa kali berkaca lewat kamera ponsel untuk membetulkan rambutku agar semakin rapi.

Ting!

Lift berhenti di depanku dengan pintu yang terbuka perlahan. Sebelah kakiku sudah berada di dalam. Namun, kakiku yang satunya tertahan di tempat saat pandanganku naik dan menemukan Ian yang berada di dalam lift tersebut seorang diri.

Aku mematung seketika dengan pandangan yang tak lepas dari Ian. Begitupula dengan Ian yang juga menatapku dengan lekat.

Sesaat, aku memerhatikan penampilannya. Dia tidak jauh berbeda dengan Ian yang kukenal selama ini. Hanya saja wajahnya tampak sedikit lelah. Kantong matanya dihiasi lingkaran hitam yang menandakan jika dia kekurangan tidur.

“Mau masuk?” Pertanyaan itu memutus kesunyian yang sempat terjadi di antara kami.

Cepat-cepat aku mengembuskan napas panjang, meneguk ludah susah payah sebelum mengangguk dan masuk ke dalam.

Boy (Best) FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang