Pintu ruangan pribadi milik CEO itu diketuk. Sungchan masuk ke dalam setelah mendapatkan izin dari Haechan.
"Seseorang menunggu anda di lobby, tuan. Ia mengatakan jika dirinya sudah membuat janji dengan anda" ucap Sungchan
"Perintahkan dia untuk menemuiku"
Balas Haechan tanpa menatap Sungchan, karena masih sibuk dengan setumpuk kertas di tangan.
"Baik, tuan"
Sungchan membungkuk memberi hormat, selepas itu pergi izin pamit.
Butuh waktu sekitar lima belas menit untuk Renjun sampai di lantai dimana ruangan CEO berada. Kini Renjun telah sampai di lantai enam. Ia terus mengikuti Sungchan yang berada di depannya.
Saat mereka sudah sampai di depan ruangan Haechan, Sungchan mempersilahkan Renjun untuk masuk ke dalam, lalu dirinya kembali lagi ke ruangannya.
"Permisi" ucap Renjun
Haechan menoleh ke arah sumber suara yang baru saja mengalihkan atensinya.
"Duduklah"
Renjun duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Haechan. Haechan mendorong sebuah berkas yang ada di meja pada Renjun. Dengan keadaan yang masih membuatnya bingung, Renjun mengambil dan melihat isinya.
"Aku mengajakmu untuk melakukan sebuah perjanjian" kata Haechan terus terang
"Perjanjian?"
"Iya, perjanjian ini akan menguntungkan untuk dirimu dan juga adikmu" jawabnya
"Perjanjian apa yang kau maksud?" Renjun menatap Haechan bingung
"Kau bisa menganggapnya sebagai pekerjaan. Masa kontrak perjanjiannya selama sepuluh bulan. Selama sepuluh bulan itu kau akan menjadi istriku, istri palsu. Setelah sepuluh bulan, kontrak otomatis selesai. Asal kau bisa melakukannya maka aku bisa memenuhi semua keinginanmu. Dan selama sepuluh bulan itu, aku membutuhkan dirimu untuk mengandung anak dariku tanpa adanya sebuah ikatan pernikahan"
"Apa kau gila?!" teriak Renjun
"Aku tahu ini sangat gila. Tapi, dari perjanjian ini kau akan mendapatkan empat koma empat juta won tiap bulannya. Semua kebutuhan hidupmu dan adikmu aku yang tanggung"
Haechan memberikan sebuah map berisi kertas kesepakatan.
"Ini, bacalah lebih dulu. Jika setuju, kau boleh tanda tangan di tempat yang tersedia di sana. Aku juga sudah tahu semua tentang latar belakang dan keluargamu"
Haechan memperhatikan Renjun yang terdiam menunduk menatap kertas yang baru saja ia berikan padanya.
Renjun berperang dengan pikirannya. Ia bingung harus melakukan apa, karena posisinya saat ini sudah di ujung jurang. Di satu sisi dirinya tidak mau melakukan perjanjian gila ini, tetapi di sisi lain, dirinya sangat membutuhkan banyak uang untuk kehidupannya dan juga adiknya.
"Apa yang harus aku lakukan" batin Renjun berkata
"Aku tidak akan memaksa jika dirimu tidak mau" kata Haechan
Haechan tahu jika dirinya seperti seorang pengecut. Sebab, memanfaatkan keadaan lemah seseorang untuk kepentingan diri sendiri. Tapi, ia juga merasa bahwa dirinya tidak salah. Karena merasa jika dirinya dapat membantu keadaan orang yang ada di hadapannya.
"Aku-- aku akan memikirkannya lebih dulu, aku butuh waktu" lirih Renjun
Haechan mengangguk memberikan waktu pada Renjun. Haechan tahu jika ini tidak mudah untuk memutuskan.
"Jika kau sudah tahu jawabannya, hubungi aku"
Tanpa membalas perkataan Haechan, Renjun dengan cepat melangkahkan kakinya keluar.
Hari sudah malam. Huang Renjun masih betah duduk termenung di sebuah kursi. Menatap kosong ke depan tidak peduli angin malam yang menusuk menerobos tubuh kecilnya. Jejak air mata yang tadinya sudah hilang, kini mengalir kembali dari kedua matanya.
"Kenapa harus aku, kenapa harus aku yang menjalani kehidupan seperti ini, kenapa harus aku, apa yang harus aku lakukan" Renjun terisak dalam sepinya sendirian tanpa ada seseorang yang menguatkan.
Dering ponsel Renjun berbunyi yang kemudian mengangkatnya. Tetapi, sebelum itu ia menormalkan suaranya terlebih dahulu agar tidak ada yang menyadari jika dirinya habis menangis.
"Hallo"
"Kakak..."
Renjun terkejut dilanda rasa khawatir karena mendengar lirihan isak tangis diseberang sana.
"Kau kenapa, ajun? Ada apa, kenapa kau menangis?"
"Aku... Aku di drop out"
Hancur sudah hati Renjun. Kacau adalah definisi yang tepat untuk keadaannya saat ini.
"Tenang, oke. Aku akan segera memperbaiki semuanya. Kau tenang saja, aku akan berusaha untukmu. Sekarang aku mohon berhentilah menangis, aku akan menjamin jika besok kau masih berkuliah disana" ucap Renjun menenangkan adiknya
Tapi tanpa seorang pun tahu, Renjun sedang menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakan.
"Sebaiknya kau pulang saja dan tunggu aku, aku akan membawakan makanan untuk kita berdua malam ini"
Renjun mematikan sambungannya secara sepihak. Ia sudah tidak kuat lagi menahan tangisnya, semuanya ia keluarkan. Setelah mencoba untuk tenang, Renjun kembali mengatur napas. Ia mengetik sebuah nomor di kolom panggilan.
Setelah nomor tersebut terhubung pada lawan bicara diseberang sana, Renjun dengan yakin mengeluarkan suara berkata
"Aku akan menandatangani perjanjian itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Di Atas Putih [HYUCKREN]
FanfictionSebuah perjalanan antara dua insan yang terikat kesepakatan, keduanya menyetujui kesepakatan itu bersama untuk tujuan yang saling menguntungkan. Apakah benar saling menguntungkan kedua belah pihak atau ada salah satu pihak yang di rugikan? This st...