Chapter 22

3.4K 386 16
                                    


Di living room tepatnya di atas meja terdapat peralatan medis seperti kasa, obat antiseptik, gunting serta kain bersih sudah tersedia disana.

Renjun mengangkat kakinya yang cedera setelah selesai ia rendam dengan air hangat, lalu ia usap dengan kain bersih untuk mengeringkannya. Dia tengah berusaha menekuk kakinya agar dapat memudahkan dirinya untuk membalut kembali dengan perban baru. Karna Dokter menganjurkan agar dirinya tetap memakai perban selama pergelangan kaki masih sakit, supaya meminimalisir kakinya itu tidak banyak bergerak hingga dapat memudahkan pemulihan dengan cepat.

Sembari menahan rasa nyeri yang menyerang, Renjun telaten menggulung perban baru untuk membalut bagian kaki yang cedera dengan hati-hati. Tadinya ia ingin meminta bantuan pada salah satu pelayan di sana, tapi saat melihat para pelayan sibuk mondar mandir dengan tugas mereka, Renjun urungkan. Renjun juga cukup sadar untuk tidak merepotkan orang lain di rumah ini.

"Akh!"

Salah satu sifat Renjun yang tidak pernah hilang dalam dirinya adalah sifatnya yang ceroboh.

Ia tidak sengaja terkena gunting saat akan memotong kain perbannya. Jarinya tergores dan itu cukup memberikan rasa perih. Dengan tiba-tiba Haechan datang lalu duduk di samping Renjun seraya menarik jari tangan yang terluka.

Renjun memekik saat Haechan menghisap darah yang keluar.

Renjun menarik tangannya menjauh tetapi Haechan kembali menarik tangan itu dan meletakannya di atas paha. Haechan mengambil obat antiseptik yang tadi sempat Renjun pakai, setelahnya ia balut luka kecil itu dengan kasa dan plester.

"Kaki mu belum sepenuhnya sembuh dan kau malah menambah luka baru, hebat sekali" Haechan menghembuskan nafasnya

"Maaf" sahut Renjun

"Sudah meminum susu hamil mu?" lanjut Haechan

Rutinitas Renjun kini bertambah. Dirinya di haruskan meminum susu hamil setiap pagi dan malam untuk kebutuhan perkembangan janin. Haechan yang memintanya, Haechan pula yang membelikan itu untuk Renjun. Awalnya Haechan memberikan susu dengan varian rasa vanila, namun saat Renjun meminumnya, laki-laki mungil itu berakhir muntah. Jadi, Haechan mengganti rasanya menjadi coklat.

Renjun mengangguk
"Aku sudah meminumnya"

"Baiklah. Sekarang waktunya kau beristirahat, tidak baik bagi orang berbadan dua tidur terlalu malam"

Renjun mengiyakan perintahnya. Ia ingin berdiri beranjak dari sofa untuk kembali duduk di kursi roda, tanpa di duga tubuhnya melayang begitu saja membuatnya terkejut memekik.

"Aku akan mengantarmu ke kamar"

Sesampai di kamar milik Renjun. Haechan mendudukkan tubuh mungil itu tepat di atas ranjang. Haechan kemudian berlutut di hadapan Renjun, ia setarakan wajahnya di depan perut Renjun yang membuncit.

"Hey, baby. Apa kabar hari ini? Aku berharap di dalam sana kau tidak nakal"

"Aku tidak nakal, Daddy"

Jawab Renjun dengan suara yang di buat-buat seperti anak kecil.

Aksi Renjun sukses membuat Haechan menegang di tempat, ada perasaan aneh yang membuncah saat Renjun menyebutnya dengan panggilan itu.

Renjun pun baru menyadari hal bodoh yang baru saja dia lakukan. Renjun menggigit bibir bawahnya menahan gugup. Namun, Haechan tidak bereaksi apapun.

"Bagaimana dengan mu hari ini? Ada kesulitan? Apa kau merasakan sakit di perut? Apa kau menginginkan sesuatu?" tanya Haechan dengan beruntun

Rasa gugup seketika hilang tergantikan kekehan geli saat mendengar rentetan tanya dari Haechan. Tanpa sadar, Renjun dengan berani menangkup wajah sang gemini.

"Aku baik, aku kesulitan saat berjalan karna kaki ku masih proses penyembuhan. Untuk rasa sakit karna adik bayi mungkin belum, dia sangat tenang di dalam sana. Dan terakhir, aku belum menginginkan apapun" tutur Renjun sembari tersenyum

Melihat respon Haechan yang terdiam membuat Renjun bingung. Akhirnya fokus Renjun teralihkan, dengan cepat menjauhkan tangannya dari wajah tampan milik Haechan.

Dengan menahan gugup serta rasa malu karena telah lancang, ia mengucapkan maaf.

"M-maafkan aku" katanya dengan pelan

"Tidak apa-apa" jawab Haechan

Haechan lantas berdiri, memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana depan. Matanya masih betah menatap Renjun yang tertunduk malu. Lelaki gemini itu menjulurkan tangannya untuk mengusak pelan kepala Renjun.

"Sekarang tidurlah"

Selepas mengatakan itu, Haechan melangkah keluar dari kamar. Setelah suara pintu tertutup terdengar, Renjun mengacak rambur frustasi. Ia memaki dirinya sendiri.

"Jangan melewati batasan mu, tolong ingat itu Huang Renjun"

Ia sungguh malu. Ah, lebih baik dia cepat pergi tidur dan berdoa semoga saat dia bangun pagi nanti, kejadian itu sudah dapat hilang dari ingatannya.

Hitam Di Atas Putih [HYUCKREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang