Chapter 36

2.1K 281 57
                                    

Sudah hampir satu minggu berlalu sejak kejadian itu, Renjun masih dibuat tak tenang dan tidur pun tak nyenyak. Haechan masih mendiaminya, lelaki dewasa gemini itu masih marah padanya. Haechan dengan amarahnya benar-benar membuat Renjun kelimpungan, bahkan hanya untuk sekedar berbicara padanya saja kini kembali seperti awal mereka pertama kali bertemu, dingin dan tanpa ekspresi yang dapat terbaca.

Memikirkan semua sikap Haechan membuat Renjun mengalami demam serta begitu banyak beban dalam pikirannya. Tak jarang Ia pula mengalami sedikit kram di perutnya, apa lagi kandungannya kini menginjak usia delapan bulan. Dirinya ingin mengadu memberi kabar tentang kondisinya, namun ia urungkan. Ia segan dan sedikit takut untuk mengatakanya apa lagi menatap wajah dingin milik pria itu.

Kalimat Haechan yang merendahkannya menghantam isi kepala membuat riuh tak tenang dalam pikiran. Hatinya tergores luka sebab sebaris ucap terlontar mampu merobek perasaan hati.

Renjun memperhatikan Haechan dari jauh saat lelaki itu sibuk dengan gawai ponselnya di sebuah taman belakang rumah. Ia sedang sibuk menempelkan ponselnya di telinga serta mulutnya yang sibuk melafalkan kalimat-kalimat dengan entah siapa lawan bicaranya di sebrang sana.

Pria kecil itu memberanikan diri untuk menghampiri sang pemilik hati. Renjun sudah mepersiapkan diri untuk menerima segala balasan yang akan ia dapatkan.

Dinginnya udara menambah desiran mencengkam, menimbulkan kedua tangan mungil itu terkepal. Langkah kakinya terus mendekat pada tuannya.

Sayup-sayup ia dapat mendengar apa yang Haechan katakan pada lawan bicaranya di telepon.

"Baiklah, aku akan menuruti permintaan mu kali ini tuan putri. Aku akan mencarikan sepasang cincin yang cantik untuk pertunangan"

Renjun membeku seketika.

"Pertunangan.." lirihnya pelan dan hampir tidak terdengar

Siapa yang akan bertunangan? Haechan?
Tuan putri? Siapa itu?

Otak Renjun terus berputar hingga ia mengingat sebuah memori seorang perempuan yang beberapa kali pernah bertemu dan menemui Haechan.

Winter.

Mengapa bisa Renjun melupakan keberadaan gadis itu. Sudah jelas bahwa Ia adalah kekasih Jung Haechan yang sesungguhnya.

Hatinya berdenyut sangat sakit dan rongga dadanya seakan menyempit membuatnya sesak. Hatinya bergejolak tak terima.

Jadi.. Apa yang bisa dia harapkan sekarang? Lalu bagaimana dengan ucapan lelaki gemini itu saat di namsan, apa itu hanya kebohongan yang dapat membodohinya? Lalu, semua perhatian yang dia terima? Segalanya? Semuanya bagaimana?

Cincin?

Mereka membicarakan cincin pertunangan.

Renjun tidak ingin kehilangan Haechan, sungguh. Karena Renjun sangat mencintai laki-laki itu. Seumur hidupnya Ia tidak pernah menemukan sosok pria seperti Haechan, juga Renjun baru pertama kali mengalami hal yang bernamakan jatuh cinta. Maka dari itu, Haechan adalah orang pertama yang berhasil membuatnya jatuh dan cinta.

Katakan bahwa Renjun gila, sebab benar adanya. Cinta membuatnya gila. Ia akan terus mengejar Haechan meski harus merebutnya dari orang lain.

"Apa yang kau lakukan disini?" suara berat itu memecahkan lambungnya

"Mas.."

Panggil Renjun dengan lembut saat tubuh pria itu ada di hadapannya kini.

"Boleh aku berbicara denganmu?"

Renjun meremat tangannya saat tak menjawab sahutan dari Haechan, kemudian dia kembali melanjutkan.

"Aku benar-benar minta maaf.. Maaf membuatmu kembali kecewa atas segala yang aku lakukan, Maaf untuk segalanya, aku minta maaf"

Telinga Haechan mendengar jelas suara Renjun yang bergetar hingga suara lirih isak tak terbendung lagi. Haechan, tetap abaikan lelaki mungil itu.

"Mas tolong, ampuni aku"

Haechan justru berbalik arah dan berjalan menjauh memasuki rumah, meninggalkan Renjun sendirian menatap punggung lebarnya yang perlahan menghilang dari pandangan. Renjun mengusap air matanya dengan kasar dan menyusul di belakang.

 Renjun mengusap air matanya dengan kasar dan menyusul di belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga hari berlalu. Hubungan Renjun serta Haechan masih tidak memiliki perubahan. Walaupun Haechan masih memenuhi kebutuhannya, namun itu hanya sebatas formalitas yang sudah tertulis dalam tinta hitam yang sudah dibuat di atas kertas.

Renjun tidak menyerah begitu saja untuk memperjuangkan Haechan.

Ia memakai pakaian hangat dan tebal sembari menenteng paperbag berisi hadiah sebuah syal untuk musim dingin yang baru saja dibeli di sebuah toko.

Renjun tersenyum menatap hadiahnya dan ketika akan sampai di rumah nanti, dirinya akan langsung memberikan hadiah itu pada Haechan.

Renjun sudah mengirimkan pesan pada lelaki gemini itu bahwa dirinya akan pergi keluar, meskipun pesan yang telah ia kirimkan hanya berakhir di baca oleh sang tuan.

Saat menyusuri jalan trotoar tepi jalan, matanya tak sengaja melihat sebuah restoran yang ramai di kunjungi. Banyak orang yang menghangatkan diri di dalam sana dengan secangkir kopi dan sebuah cemilan.

Renjun melangkah memasuki restoran tersebut, hingga kedua mata cantik itu menatap sosok yang telah menjadi poros hatinya saat ini.

Tak jauh dari tempat Ia berdiri, Renjun menemukan Haechan dan Winter tengah berdekatan. Sampai tak berselang lama, Haechan mengeluarkan sekotak beludru merah lalu membukanya di hadapan Winter.

Hati Renjun mencelos saat yang Ia lihat adalah sepasang cincin. Skenario otaknya bermain menghancurkan segala harapan yang Ia ciptakan. Seketika jantungnya terasa terjun bebas karna menyaksikan hal yang tidak pernah Ia inginkan terjadi.

Renjun memutuskan untuk melangkah mundur dan berbalik keluar secepat mungkin dari restoran tersebut.

Air matanya sudah tak dapat tertahan, Ia merasakan sakit luar biasa. Rasanya sebuah belati tertancap di hati kecilnya.

Penglihatan Renjun memburam akibat tertutup air mata yang terus keluar, Ia menutup mulut menahan isakan dalam langkah kakinya.

Ia tidak fokus hingga tubuhnya di hantam keras sebuah kendaraan saat Ia menyebrang jalan dengan sembarang. Semua orang yang berada di sekitar, secepat mungkin melangkah mendekat dan berteriak meminta pertolongan. Mereka menghampiri tubuh Renjun yang tergeletak tak berdaya bersimbah darah.
Di sisa-sisa kesadarannya, tangan Renjun mengusap perutnya yang terasa sangat sakit dan dia mengkhawatirkan kondisi bayinya. Syal yang akan dia hadiahkan pada Haechan terjatuh di aspal tak jauh dari posisi tubuhnya.

Dia mati rasa, seluruh tubuhnya tak merasakan sakit apapun lagi hingga dia memejamkan mata perlahan dan hanya kegelapan yang dilihatnya.

Salju pertama seharusnya dapat dirasakan bersama momennya dengan seseorang yang di cintai, bukan justru menikmati momen itu dengan kepergian dari seseorang yang di cintai.













Ending.































satu chapter lagi ending.
mau nya ending kayak gimana?

Hitam Di Atas Putih [HYUCKREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang