Pukul tujuh malam lewat tiga puluh lima menit. Renjun baru saja menginjakan kaki di rumah mewah, yang selama ini ia tinggali sementara. Haechan sudah tiba di rumah, Renjun sempat melihat mobil laki-laki itu sudah ada di garasi.
Dia merasa takut jika laki-laki itu marah. Karena Renjun tahu, sebab dia sudah melanggar titahnya. Dia pergi tanpa izin, dan di tambah dia juga pulang malam seperti ini.
Renjun membuka pintu dengan sangat hati-hati. Berharap tidak ada siapapun yang mendengarnya dan ia pun berdoa semoga saja Haechan sudah pergi tidur.
"Dari mana?"
Renjun reflek membalikan tubuh ke arah sumber suara.
Gagal sudah semua harapan Renjun di saat Haechan sendirilah yang menangkap basah dirinya.
"Mas.."
"Dari mana, Huang Renjun?"
Tanyanya dengan aura yang cukup mengintimidasi.
"Aku--aku dari luar"
Jawab Renjun dengan terbata. Dia merasa awas, karena bisa bahaya jika Haechan tahu dia sudah bertemu dengan adiknya. Meskipun pertemuan itu di luar dugaan.
"Kau pergi tanpa izin dan pulang malam seperti ini. Dari jam berapa kau pergi?"
"Siang tadi" jawab Renjun pelan
"Dan berani keluar tanpa izin dariku?"
Renjun menunduk takut. Padahal saat tadi siang pun dia berniat ingin mengantarkan bekal makan siang untuk Haechan secara diam-diam, namun apa daya. Justru semuanya tidak berjalan seperti yang dia perkirakan.
"Kau tahu jika itu salah?"
Renjun mengangguk sekali
"Maafkan aku" lirihnya
"Jangan pernah melakukan hal itu lagi, aku tidak akan segan untuk memberikan konsekuensi yang berat untuk mu. Perlu kau ingat, hidup mu dan adik mu berada dalam genggaman ku"
Haechan pergi begitu saja, meninggalkan Renjun yang masih setia berdiri di sana.
Malam itu Renjun tidak banyak bicara, ia di liputi rasa takut. Di tambah pula Haechan tadi sempat mengancamnya. Takut sekali bahwa hal itu benar-benar akan berimbas pada kehidupan sang adik.
Renjun termenung di atas ranjang seraya mengusap perut buncitnya yang tinggal menghitung beberapa bulan lagi dirinya akan melahirkan calon penerus keluarga Jung.
Macam pertanyaan menghantui diri. Apakah ia akan sanggup memberikan buah hati ini pada Haechan dan apa setelah itu mereka akan berpisah lalu menjadi asing?
Karna bagaimana pun juga darah Renjun dan darah Haechan sudah menyatu mengalir hidup dalam tubuh sang bayi.
••••••
Matahari dengan semangat menampakan cahaya sinarnya, mengharapkan setiap insan di bumi juga menyambut pagi dengan semangat pula dengan rasa bahagia.
Sama hal nya pula dengan Renjun yang mencoba semangat untuk membujuk Haechan agar ia mendapatkan maaf dari pria itu.
Renjun sedang berada di dalam elevator untuk menuju lantai bawah.
Ia tak lupa menyapa Bi Ala yang berpapasan dengannya sembari membawa keranjang yang berisi beberapa macam buah.
"Panen ya, Bi?" tanya Renjun pada ketua pelayan itu
"Iya Tuan, saya baru saja metik tadi di kebun. Jika Tuan ingin, saya akan membersihkannya lebih dulu"
Renjun menggeleng sambil tersenyum.
"Tidak bibi, terimakasih"
Kemudian Renjun melangkah menuju dapur. Ia tahu jika di hari libur saat pagi hari, laki-laki itu berada di sana untuk membuat secangkir teh.
Benar saja, ia langsung bertemu dengan tubuh gagah Haechan yang memunggunginya.
Renjun berjalan mendekat diam-diam. Tepat saat akan selangkah lagi, Haechan membalikkan badan dan terkaget melihat Renjun sudah berada dekat dengannya.
Mereka saling bertatapan selama hitungan detik, sebelum Haechan memutuskan untuk menghindar lebih dulu.
Saat Haechan hendak menggeser ke kiri, Renjun mengikutinya. Saat Haechan menggeser ke kanan, Renjun pula mengikutinya. Haechan berdecak.
"Menyingkir dari jalan ku" pinta Haechan dengan nada dingin
Namun, pria mungil itu tak mendengar titahnya. Dia justru menggeleng menolak seraya menatap Haechan dengan tatapan lemahnya, seperti kucing yang sedang ingin membujuk sang majikan.
Nyatanya, semua itu tetap tak membuat Haechan luluh. Laki-laki gemini itu justru melewati, mengacuhkannya. Tak tinggal diam, Renjun tetap mengekor di belakang sampai Haechan duduk di sofa ruang tengah.
Meskipun Renjun sudah ikut duduk tepat di samping pria itu, Haechan tetap tidak menganggap keberadaannya. Haechan sibuk dengan benda persegi yang canggih di tangannya itu.
"Mas" panggil Renjun
Masih sama, tak mendapat jawaban sama sekali.
"Aku minta maaf untuk yang kemarin"
Ucap Renjun dengan rasa menyesal, tetapi pria tan itu tidak membalas sepatah kata pun.
"Mas.."
"Mas Haechan" panggilnya sekali lagi
"Hmm"
Renjun tentu saja tidak dapat menyembunyikan bahagianya saat akhirnya Haechan menyahuti.
"Kau.. Masih marah padaku ya?" tanyanya dengan hati-hati
"Tidak"
"Lalu kenapa dari tadi mendiami ku?"
"Memang menurutmu, aku harus apa?"
Renjun tak menjawab, ia mengerucutkan bibirnya ke depan. Haechan meliriknya dalam diam.
Kedua sudut bibir pria tan itu tertarik sedikit membuat senyuman kecil.
"Renjun"
Yang di panggil pun menoleh.
"Apa?"
"Mau jalan-jalan hari ini?"
"Mau!!"
Renjun tidak akan menolak ajakan Haechan. Kapan lagi laki-laki itu mengajaknya seperti ini. Dia tidak akan menyiakan kesempatan emas.
"Baiklah. Ganti pakaian mu dengan pakaian hangat dan tertutup, udara di luar dingin" titah Haechan
"Siap!"
Balas Renjun dengan memberi postur hormat pada Haechan, lalu dia pun beranjak menuju kamar.
Jung Haechan menggeleng melihat tingkahnya.
hi, serius aku mau nanya buat para shipper hyuckren. kalian milih buat jadi shipper mereka tuh kenapa? dan pernah gak ada di tahap capek? karna jujur aja aku lagi ada di tahap capek dan mau berenti, tapi agak sulit buat aku karna lucu aja mereka tuh gak tega aku ninggalin salah satu sumber kebahagiaan ku. kalau gak ada mereka rasa nya sepi hehe tapi gak kuat juga di salahin ini itu apa lagi kan shipper hyuckren tuh cuma sedikit banget
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Di Atas Putih [HYUCKREN]
FanfictionSebuah perjalanan antara dua insan yang terikat kesepakatan, keduanya menyetujui kesepakatan itu bersama untuk tujuan yang saling menguntungkan. Apakah benar saling menguntungkan kedua belah pihak atau ada salah satu pihak yang di rugikan? This st...