Chapter 9

4K 461 14
                                    

Ini sudah minggu kedua Renjun tinggal bersama dengan Haechan. Selama dua minggu ini pula dirinya merasa sangat bosan sekali, karena sehari-harinya Renjun hanya boleh berdiam diri dirumah terutama dikamarnya. Ia hanya akan keluar kamar jika ada sesuatu yang dia butuhkan. Renjun tidak diperbolehkan untuk keluar sejengkal pun oleh Haechan, dirinya benar-benar seperti burung dalam sangkar.

Bicara tentang Haechan, terkadang membuat Renjun takut. Sebab, Haechan belum menyentuhnya sama sekali. Karena sesuai dengan apa yang ada di dalam perjanjian itu, Renjun harus mengandung anak dari Jung Haechan itu berarti yang artinya dia dan Haechan harus melakukan hubungan intim bukan? Tetapi, hingga saat ini Haechan belum meminta haknya. Dan Renjun agak sedikit bisa bernapas dengan lega.

Tunggu, Haknya? Ya, tentu saja. Haechan sudah mengeluarkan banyak uang demi kehidupan Renjun dan adiknya. Sebagai balasannya Renjun harus menyerahkan dirinya pada Jung Haechan.

Siap tidak siap, mau tidak mau.

Ting!

Haechan :
[Aku akan pulang 15 menit lagi. Bersiaplah, kita akan pergi ke rumah sakit]

Saat ini mereka sudah berada di sebuah rumah sakit mewah. Haechan sengaja membawa Renjun ke sini untuk melakukan medical check up.

Haechan sedang duduk berhadapan dengan seorang dokter sekarang, Sedangkan Renjun sedang menunggunya di luar ruangan sendirian.

"Tidak ada gejala atau penyakit serius pada pasien. Dia juga tidak memiliki penyakit turunan, pasien Renjun sangat sehat" jelas dokter Yuta pada Haechan

"Apa Renjun bisa hamil seperti lelaki istimewa lainnya, hyung?" tanya Haechan pada Yuta, kakak sepupunya.

"Bisa, Haechan. Tapi, ngomong-ngomong siapa dia?" Yuta menautkan alisnya menatap Haechan

"Hanya teman. Kalau begitu, aku pamit pulang hyung dan terimakasih"

"Aku akan memberikan hasil rekam medisnya padamu nanti"

Haechan mengangguk paham lalu pergi keluar dari ruangan Yuta. Haechan menghampiri Renjun yang sedang duduk di kursi tunggu sendirian.

"Ayo pulang" titahnya

Keduanya pada saat ini tengah berada di dalam mobil dalam perjalanan pulang. Tidak ada pembicaraan, mereka berdua sama-sama diam. Renjun jadi merasa canggung dalam situasi seperti ini, Tetapi dia juga tidak berani membuka obrolan dan tidak tahu juga topik apa yang cocok untuk memulainya.

"Renjun" panggil Haechan

Renjun yang semula menatap ke arah jendela mobil, kini atensinya teralih pada sang pengemudi.

"Aku belum meminta hakku bukan?" Haechan melirik orang disebelahnya

Seketika tubuh Renjun menegang bersamaan dengan kedua netranya yang membulat terkejut. Tiba-tiba telapak tangan miliknya berubah menjadi dingin yang semula hangat.

"Renjun" panggil Haechan sekali lagi karena merasa tidak mendapat jawaban dari lelaki mungil disebelahnya

"oh i-ya" jawab Renjun dengan sangat gugup

Mobil mereka berhenti di persimpangan sebab lampu lalu lintas berwarna merah.

"Aku tidak akan memintanya malam ini. Karena aku ada rapat besok pagi, jadi aku tidak bisa begadang untuk melakukan itu denganmu" kata Haechan yang menoleh pada Renjun

"Ya Tuhan, bisakah kau berhenti membahas itu? Rasanya jantungku sebentar lagi akan meledak" batin Renjun

"Mungkin di lain hari kita akan melakukannya" lanjut Haechan

Renjun hanya menjawab dengan anggukan. Karena sungguh otaknya tiba-tiba saja tidak bisa bekerja.

Lampu lalu lintas berubah menjadi hijau, Haechan kembali menarik tuas gas mobilnya.

Sesaat setelah sampai di halaman rumah besarnya. Haechan melepaskan sabuk pengaman, ia melirik pada samping kemudi.

"Tertidur rupanya" ucapnya pelan

Lantas ia keluar lebih dulu, kemudian ia memutar arah ke arah samping penumpang. Haechan tidak berniat untuk membangunkan Renjun, ia justru menyelipkan tangan kanannya di sela leher Renjun dan tangan kirinya ia selipkan dibelakang lutut Renjun kemudian menggendong Renjun membawanya untuk masuk ke dalam rumah.

Haechan merebahkan tubuh mungil itu di atas ranjang kasur perlahan. Menepuk pelan bantal kepala agar posisi kepala Renjun merasa nyaman. Setelah itu, Haechan mencopot sepatu Renjun, menarik selimut dengan pelan.

Haechan memperhatikan wajah Renjun yang terlelap sangat damai ketika tidur.

"Kau sepertinya sangat takut saat aku bertanya tentang itu" Haechan sangat mengingat ekspresi Renjun setengah jam yang lalu

"Tapi aku akui, Kau sangat lucu dengan ekspresi seperti tadi"

Selepasnya, Haechan melangkah keluar dari kamar Renjun. Tak lupa ia juga mematikan lampu agar Renjun terlelap nyaman dalam tidurnya.











Hitam Di Atas Putih [HYUCKREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang