Chapter 27

3.2K 323 9
                                    



Renjun sedang memasak di dapur, dia berniat untuk membawakan bekal makan siang untuk Haechan di kantor.

Sejak bangun tidur pagi tadi hingga saat ini hatinya merasa bahagia. Ingatannya tentang semalam membuat senyum Renjun hampir tidak hilang dari wajah cantiknya.

••••

"Mas Haechan. Bolehkah aku memanggilmu dengan itu?"

"Eoh.. I-iya"

Jawab Haechan yang sedikit terbata. Karna dirinya masih di landa kebingungan dengan Renjun yang memanggilnya seperti itu tiba-tiba. Jadi, ia iyakan saja.

Disisi lain, Renjun tersenyum senang karna Haechan mengizinkannya. Renjun sempat mengira jika laki-laki itu tidak akan menyukainya. Dan tentu saja, ini adalah salah satu langkahnya yang lain untuk merebut hati Haechan.

"Perutmu masih sakit?" Renjun pun menggeleng

"Rasa sakitnya sudah hilang, mungkin bayi ini hanya ingin merasakan keberadaan ayahnya" tutur Renjun

Lantas Haechan mensejajarkan wajahnya dengan perut buncit Renjun, masih sembari mengusap perut itu.

Haechan seraya berkata "Aegi-ya, jika nanti sedang tidak ada aku, tolong jangan nakal di dalam sana ya. Jangan membuat orang lain merasakan sakit karna tingkah nakal mu"

Renjun meringis kembali, karna respon bayinya. Telapak tangan Haechan yang berada di perut Renjun pun ikut merasakannya. Bayi itu baru saja menendang lagi, seolah dia mendengar dan merespon sang Ayah.

"Apa dia.. baru saja meresponku?"

Renjun tersenyum pada Haechan dan mengangguk membenarkan pertanyaan laki-laki itu. Tanpa sadar senyum lebar terpatri di wajah tampannya.

Persis seperti seorang Ayah sungguhan yang baru saja menasehati sang buah hati untuk tidak melukai ibu nya.

"Sekarang waktunya lebih baik kau beristirahat"

Renjun membulatkan kedua netranya terkejut, reflek dia langsung memeluk leher Haechan dengan erat karena pria itu langsung menggendongnya lagi dan melangkahkan kaki membawanya menuju kamar Renjun.

Setelah sampai kamar, Haechan lalu menurunkan tubuh Renjun di atas ranjang dan turut membantu membaringkan tubuh Renjun. Ia menarik selimut di ujung ranjang untuk menyelimuti menghangatkan tubuh kecil itu dari dinginnya suhu kamar.

Saat hendak pergi beranjak, Renjun menahan pergelangan tangan Haechan, membuat sang empu menoleh padanya.

"Ingin sesuatu?" tanya Haechan

Renjun mengangguk

"Bisakah kau menemaniku tidur disini, untuk malam ini?"

Sudah berapa kali Renjun membuatnya tak habis pikir. Haechan memijat pelipisnya pusing. Dia ingin sekali menolak untuk permintaan Renjun yang ini, tapi seperti yang dia ketahui jika keinginan orang yang sedang hamil itu harus terpenuhi.

"Ku mohon.." ucap Renjun dengan tatapan memohonnya

"Kau sungguh ingin aku tidur di samping mu?"

Renjun mengangguk dengan cepat

"Ku mohon, ini permintaan anak mu.."

Pria kecil itu mengigit bibir bawahnya. Rasanya Renjun tidak tega dan merasa bersalah karna terpaksa berbohong juga memanfaatkan bayi yang ada di dalam kandungannya.

Haechan menarik napas pelan kemudian menghembuskannya. Dia lalu bergerak menaiki ranjang kasur merebahkan tubuhnya di sana. Ini kedua kalinya bagi Haechan tidur di atas ranjang bersama Renjun. Tetapi, bedanya kali ini karna permintaan Renjun atau lebih tepatnya permintaan dari darah dagingnya sendiri.

"Demi anakmu, Haechan. Lakukanlah yang terbaik" gumamnya dalam hati

"Sudahkan. Sekarang kau bisa tidur" katanya sambil menoleh pada Renjun

"Peluk"

"Apa?"

"Aku mau peluk"

Haechan tidak tahu mau apa lagi selain menurut saja pada permintaan Renjun. Kemudian, dia menggeser sedikit pada Renjun.

"Kemarilah" titahnya pada Renjun

Dan tubuh Renjun pun ia dekap perlahan. Haechan yang tadinya hanya mendekap hangat tubuh kecil itu, namun kini dia juga berikan usapan lembut di punggung kecilnya. Sementara Renjun sudah melingkarkan tangannya pada pinggang Haechan, menyamankan posisi di pelukan si pria gemini.

Batin Renjun dalam diam seraya berkata "Maafkan aku aegi, harus mengatasnamakanmu. Kau harus mendukungku untuk merebut hati ayahmu"

Renjun tidak mengetahui jika saat ini Haechan tengah bergelut dengan pikirannya sendiri. Dia dibuat pusing dengan perasaan aneh yang cukup mengganggunya.

Haechan menelan ludah gugup saat tiba-tiba saja sebuah bayangan terlintas di pikirannya. Bagaimana jika ia dan Renjun seperti sepasang pasangan yang sudah menikah dan sedang menanti anak pertama.

Itu membuat hatinya tak karuan.

Haechan menggelengkan kepalanya. Tidak, dia harus sadar dan tidak boleh terbawa suasana.

Ia tidak boleh melanggar janji kesepakatan yang telah ia buat sendiri.

•••

Hitam Di Atas Putih [HYUCKREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang