Chapter 7

4.3K 492 35
                                    

Jung Haechan baru saja memakirkan mobil miliknya yang bermerek audi itu di pekarangan rumah. Ia turun dari mobil di ikuti Renjun dari belakang sembari membawa tas miliknya sendiri yang berisi pakaian. Renjun terperangah tak percaya memandang takjub rumah yang luas dan megah di depan matanya.

"Sekaya apa dia?" katanya dalam hati

Saat sampai di pintu utama. Mereka di sambut oleh dua orang maid yang membungkuk hormat pada sang tuan rumah. 

Haechan meminta Renjun untuk mengikutinya. Hingga beberapa saat mereka telah sampai di sebuah pintu kamar yang berada di lantai tiga. Saat perjalanan menuju kamar itu mereka harus menaiki sebuah elevator.

Haechan membuka pintu kamar tersebut dan terlihatlah sebuah kamar yang luas. Lagi-lagi Renjun terperangah dengan apa yang di lihatnya.

Di dalam kamar itu, fasilitasnya sangat lengkap. Kamar yang memiliki desain modern dan simple dengan cat berwarna abu dan hitam. Serta terdapat ranjang yang cukup besar dan Renjun yakin ranjang itu memiliki nilai harga tinggi.

Renjun melangkah masuk meniliti sekitar. Haechan tidak keberatan, ia membiarkan Renjun bereksplorasi di kamar yang akan menjadi milik lelaki mungil itu.

Renjun berjalan melangkah mendekat pada jendela besar. Dari jendela itu ia bisa melihat pemandangan taman samping rumah Haechan dari kamarnya. Jika dipikirkan, kamar ini luasnya lima kali lipat dari kamar miliknya.

"Kamar ini akan menjadi milikmu. Kau suka? Jika tidak aku bisa merubahnya sesuai keinginanmu" kata Haechan

Renjun berbalik menghadap Haechan, ia menggeleng menolak.

"Tidak, ini lebih dari cukup"

"Semua fasilitas yang berada disini kau boleh menggunakannya. Sekarang lebih baik bersihkan tubuhmu dan bereskan semua barang bawaanmu. Gunakan waktu untuk tidur dan bangunlah saat jam makan malam tiba"

Setelah mengatakan itu pada Renjun, Haechan berbalik menuju pintu lalu pergi melangkah keluar dari kamar tersebut.

Melihat Haechan sudah keluar dari kamar, Renjun lantas kembali pada posisinya menghadap jendela besar itu. Ia buka jendela itu, melangkah keluar ke arah balkon kamar.

Renjun menarik napas lalu menghembuskannya pelan. Ia melihat ke sekeliling. Dengan jarak tak jauh dari penglihatan, Renjun dapat melihat ada sebuah pohon besar yang berdiri kokoh sendirian di tepi danau kecil buatan. Danau itu memiliki jembatan kecil melengkung di atas air.

"Rumah ini bak seperti istana yang indah" ucapnya

Renjun melamun

"Apa ini memang sudah jalan hidupku? Apakah ini bernasib baik atau justru tidak baik untukku?"

"Apapun yang akan terjadi ke depan, aku berharap bahwa aku akan kuat menghadapinya"

Makan malam telah tiba. Haechan telah duduk di kursinya. Dirinya masih belum menyantap makanan yang sudah di persiapkan oleh para maid. Haechan tengah menunggu Renjun yang belum turun dari kamarnya. Ini sudah lewat dari empat puluh menit jam makan malam biasanya, Haechan sangat tidak suka pada orang yang lamban.

Renjun tergesa-gesa turun dari kamarnya menggunakan anak tangga, karena menurutnya itu cara paling efektif saat terburu-buru seperti ini. Renjun berlari kecil ke arah ruang makan.

"Kenapa rumah ini harus luas sekali sih" gerutunya

Setelah sampai di ruang makan, Renjun tidak berani mendekat pada Haechan yang posisinya membelakangi Renjun.

"Sepertinya salahku karena belum memberi tahu mu soal peraturan dirumah ini. Kau sangat lamban Renjun, dan aku sangat tidak suka itu" katanya dengan nada dingin

Dengan sifat Haechan yang seperti ini, sedikit membuat jantung Renjun berdebar karna rasa takut melingkupinya. Renjun masih berdiam diri di tempat.

"Kau masih mau membuang waktuku dengan menunggumu berdiri disana seperti orang bodoh?" lanjut Haechan yang membuat Renjun tersentak

Lantas Renjun perlahan mendekat pada meja makan.

"Duduklah dan makan dengan tenang. Ini sudah terlalu malam untuk makan malam karena dirimu"

Tanpa berkata apapun, Renjun akhirnya memilih duduk. Dia duduk berhadapan dengan Haechan. Kemudian, kedua sibuk dengan makanan masing-masing, tidak ada percakapan di antara keduanya.

Selepas malam malam selesai, Renjun tidak langsung pergi. Ia menunggu Haechan pergi lebih dulu. Tetapi, siapa sangka Haechan justru tidak beranjak dari tempat duduknya. Haechan memberikan sebuah kotak handphone yang masih di segel pada Renjun. Renjun dapat menebak, jika handphone tersebut masih dalam keadaan baru.

"Handphone ini untukmu. Sudah aku atur semua dan kau hanya tinggal memakaikannya saja"

"Tapi, aku sudah memiliki handphone ku sendiri" balas Renjun

"Mana handphone mu?" pinta Haechan

Renjun mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam saku celana. Dengan perlahan ia letakan ponsel itu lalu mendorong pelan ke arah Haechan.

"Untuk apa?" Renjun bertanya

"Untukku simpan. Kau hanya boleh menggunakan handphone baru, disana hanya ada nomor teleponku. Jika kau menginginkan sesuatu, katakan saja. Sekarang pergilah tidur"

Renjun mengambil handphone barunya.

"Tidak bisakah aku menyimpannya sendiri? Lalu, bagaimana jika aku ingin menghubungi adikku?"

"Kau harus meminta izin padaku lebih dulu. Tapi, sayangnya aku tidak akan mudah mengizinkannya. Sekarang cepat pergilah tidur" katanya dengan tegas

Renjun lantas melenggang pergi dari sana. Haechan masih menatap punggung Renjun yang menjauh. Setelah Renjun sudah tidak terlihat, ia membuka handphone milik Renjun. Kemudian, mengambil sim card lalu mematahkannya.


Hitam Di Atas Putih [HYUCKREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang