Chapter 10

4.7K 503 33
                                    

Bulan yang mulanya bersinar terang dilangit malam kini harus tersingkirkan dari tugasnya berjaga malam, karena sudah waktunya dia bersembunyi dibalik langit biru yang perlahan muncul ditemani dengan sinar mentari pagi.

Di pagi cerah ini dihiasi kicauan burung yang saling bersahutan hingga menciptakan melodi abstrak, udara pagi hari menambah kesan sejuk bagi siapa saja yang menghirupnya, termasuk Renjun yang baru saja selesai mandi. Dia sudah rapih dengan pakaian kemeja bergaris biru yang sedikit tampak kebesaran dan celana jeansnya.

Renjun melangkah keluar kamar menuju anak tangga yang mengantarkan dirinya ke lantai satu. Masih pagi, jadi Renjun berpikir ia harus banyak bergerak agar sehat apalagi di pagi hari seperti ini. Renjun berjalan berbelok ke arah kanan dimana letak dapur berada.

Dia melihat jika diatas meja makan tidak ada makanan apapun. Ia baru ingat, jika salah satu maid yang bertugas didapur seperti biasanya itu sedang izin untuk tidak bekerja selama beberapa hari ke depan.

"Lebih baik aku membuat sarapan karna masih jam enam kurang sepuluh menit, masih ada waktu satu jam cukup untuk membuat sarapan"

Renjun lantas sibuk dengan urusan masak memasaknya hingga tidak menyadari kehadiran seseorang yang berada dibelakang sedang memperhatikan dirinya sedari tadi.

"Apa yang kau lakukan?"

Dengan suara Haechan yang tiba-tiba, membuat Renjun terjengit kaget.

"Membuat menu sarapan" jawab Renjun pelan

Haechan mendekat ke arah Renjun, ia ingin melihat menu apa yang sedang dibuat oleh lelaki mungil itu.

"Kau bisa memasak sup?"

Renjun membalasnya dengan anggukan. Melihat supnya sudah matang, lantas Renjun menuangkannya ke dalam mangkuk khusus.

Haechan berlalu menjauh dari Renjun melangkahkan kakinya ke arah kulkas dan mengambil dua minuman kaleng di kedua tangannya. Renjun melirik kemana arah Haechan pergi.

"Maaf sudah menggunakan dapurmu tanpa izin" ucap Renjun

Haechan berbalik menatap Renjun yang kini menatapnya, kemudian mendekat. Ia mengikis jarak diantara mereka, Haechan mengukung tubuh Renjun dengan kedua tangan yang bertumpu pada counter kitchen.

Renjun yang berada di posisi seperti itu pun berdegup detak jantung yang kencang saat posisi wajah Haechan kian mendekat, tanpa sadar membuat Renjun menutup matanya dengan terpaksa.

Haechan terkekeh pelan saat melihat Renjun, padahal dia hanya ingin mengambil sendok yang kebetulan berada dibelakang tubuh Renjun. Sebisa mungkin Haechan mengembalikan kembali ekspresi datarnya.

Tapi tidak menutup kemungkinan ia dapat mencium wangi harum bunga ditubuh Renjun. Bau harum bunga yang menenangkan.

"Bernapas dan buka matamu"
Renjun membuka matanya

"Ada apa denganmu? Kenapa kau menutup mata, matamu kelilipan?"

Renjun sebisa mungkin menghindari tatapan Haechan saat ini. Sungguh, dengan pipi sedikit merah Renjun menahan malu. Ini akibat Renjun terlalu takut untuk bersentuhan dengan Haechan.

Setelah kejadian di dapur tadi, Renjun bergegas pergi dari sana, ia sangat malu. Renjun menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Rasanya Renjun ingin menenggelamkan diri ke danau saja saat ini.

Tok tok!

Renjun berjalan mendekati pintu kamar lalu membukanya. Ternyata sangat pemilik rumah, Haechan.

Renjun mempersilakan Haechan masuk. Haechan memberikan selembar kertas pada Renjun.

"Ini akte nikah palsu. Tenang saja, tidak ada yang tahu karna aku memanipulasinya untuk berjaga-jaga"

Renjun mengambil surat itu
"Baiklah, akan aku simpan dengan baik"

"Kemarikan tanganmu" titah Haechan

"Untuk?"

"Turuti saja"

Lantas Renjun memberikan tangan kanannya. Haechan mengeluarkan kotak kecil dari saku celananya, ia buka kotak itu. Renjun terkejut ternyata isinya adalah cincin berlian dengan design simple nan elegan berwarna silver.

Haechan memakaikan cincin tersebut di jari manis milik Huang Renjun.

"Cincin ini juga untuk berjaga-jaga dan untuk menambah keyakinan orang lain terhadap kita yang mereka pikir bahwa kita sudah menikah dan ingat, jangan sampai hilang" ucap Haechan menatap Renjun yang sedikit lebih pendek darinya.

"Renjun" panggil Haechan

Renjun mengalihkan tatapan dari jari manisnya untuk menatap Haechan sekarang.

"Kau ingat jika di dalam perjanjian kau tidak boleh keluar rumah?"

Renjun mengangguk "iya"

"Aku akan mengizinkanmu untuk keluar rumah, tetapi hanya untuk urusan penting saja. Selain itu, aku tidak mengizinkannya. Biasakan izin padaku lebih dulu"

"Benarkah?" tanya Renjun dengan mata berbinar senang

"Iya, sesenang itu kau aku beri izin?"

Lelaki mungil itu mengangguk lucu dengan semangat.

"Sangat senang. Kau tahu, aku merasa sangat bosan selama tiga minggu ini tinggal di rumah mu, rumah ini memang memiliki fasilitas yang hampir lengkap tapi aku juga terkadang merasa kesepian karna tidak ada teman. Lagi pula, kau dan aku juga tidak terlalu banyak bicara" tutur Renjun pada Haechan

"Baiklah, ingat baik-baik. Hanya untuk hal penting saja"

Saking merasa senangnya, Renjun sampai tidak sadar memeluk tubuh Haechan.

"Terimakasih" katanya

Renjun melompat-lompat kecil saat memeluk Haechan, layaknya anak kelinci. Haechan diam-diam sedang berusaha menyembunyikan senyum dibalik punggung Renjun.

Tersadar dengan apa yang Renjun lakukan, dengan cepat si aries melepaskan pelukannya pada laki-laki keturunan Jung tersebut.

"Ma-maaf, aku refleks" katanya dengan senyum canggung yang ia berikan

Haechan memperhatikan wajah mungil Renjun. Ia perhatikan lamat-lamat kedua netra indah itu, pipi yang chubby membuatnya memberikan kesan imut pada sang aries dan tubuh mungil yang menggemaskan pun tak luput dari perhatiannya.

"Renjun"

"I-iya?"

Perkataan Haechan selanjutnya membuat Renjun seketika melemas. Tubuhnya bergetar berkeringat dingin, lidahnya kelu dan jantungnya berdetak tidak karuan.

"Bolehkah aku menyentuhmu? Aku ingin melakukan itu denganmu saat ini"





Hitam Di Atas Putih [HYUCKREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang