Tepat pukul tujuh Malam, Jung Haechan sudah sampai rumah. Ia memakirkan mobilnya ke dalam garasi besarnya. Haechan berjalan menuju pintu utama, kemudian dia buka pintu itu terlihat Renjun sedang berada di ruang tengah.
Renjun yang mendengar suara pintu langsung mengalihkan pandangan pada seseorang yang sudah ia tunggu kepulangannya. Ia berjalan mendekat menghampiri Haechan, membantu membawakan tas kerja serta turut membantu melepaskan jas kantornya.
"Kau mau langsung makan atau mandi dulu?"
Tanya si manis. Haechan tidak fokus akibat perlakuan Renjun yang sejak pagi sangat aneh. Mulai dari menyiapkan sarapan, memasangkan dasi dan jas untuknya, membantunya semua keperluannya. Padahal Renjun tidak perlu melakukan itu semua, karna itu bukan tugasnya.
Tugas Renjun hanya menjaga baik anak yang ada di dalam perutnya.
"Haechan?" panggil Renjun yang membuyarkan lamunannya
"Oh, sepertinya aku ingin mandi terlebih dahulu"
"Baiklah, aku akan menghangatkan makananya lebih dulu"
"Terimakasih"
Kemudian Haechan melangkah menuju elevator untuk pergi ke kamar miliknya yang ada di lantai 3.
Saat Haechan sibuk dengan urusan pribadinya, Renjun berjalan ke dapur berniat menghangatkan makanan yang sudah ia masak tadi sore. Renjun juga tak lupa menyiapkan secangkir teh hijau untuk lelaki berzodiak gemini itu, agar tubuh Haechan sedikit lebih rileks setelah penat seharian bekerja.
Renjun sangat berharap jika semua usaha sehariannya ini bisa perlahan-lahan membuat hati Haechan sedikit terbuka untuknya. Ia tahu usahanya selama satu hari ini tidak akan cukup, dirinya perlu usaha lebih keras lagi.
Saat mengaduk teh tersebut, tiba-tiba Renjun meringis kecil sembari mengusap perut buncitnya.
"Shhh.."
Renjun mengelus perutnya menenangkan sang buah hati yang baru saja memberikan sebuah gerakan berupa tendangan kecil. Renjun terkikik geli, sepertinya calon anak Haechan ini mengerti isi hati dari sang ibu.
"Kau setuju dengan apa yang aku lakukan sekarang, aegiya?"
Bayi itu kembali memberikan reaksinya lagi. Namun, tendangan kali ini cukup memberikan efek yang kuat sehingga sendok teh yang berada di tangan Renjun kini terjatuh membuat sang empu mengaduh nyeri, tubuh Renjun hampir terjatuh tapi untung saja ada sepasang tangan yang sigap menahannya.
"Astaga!"
Haechan lantas menggendong Renjun ke ruang tengah, mendudukan lelaki mungil itu di sofa.
"Perlu ke dokter?" tanyanya dengan nada cemas
Renjun berusaha menyembunyikan senyumnya sekuat mungkin saat Haechan mengusap perutnya. Pria tan tersebut lalu tersadar dengan apa yang dilakukannya, dan menjauhkan tangannya.
Renjun menggelengkan kepalanya. Dengan tenang, tangannya terulur untuk menarik salah satu tangan Haechan kembali lalu menaruhnya di atas perut buncitnya.
"Tolong usap perutku. Sepertinya saat kau mengusapnya tadi, memberikan efek nyaman pada anakmu"
Haechan sebenarnya tidak masalah dengan permintaan Renjun. Namun, dia terlalu canggung untuk melakukannya. Tapi, dia akan melakukan apapun demi calon penerusnya kelak. Jadi, sebisa mungkin dia harus melakukannya.
"Mas, ayo usap"
Haechan mematung. Apa dia tidak salah dengar?
Dia menatap Renjun dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.
"Kau.. Bilang apa tadi?" tanyanya dengan sedikit gugup
"Mas Haechan"
"Bolehkan aku memanggilmu seperti itu, mas?"
Tbc.
Hai, aku buat buku baru, persis tipikal cerita wp banget. Karna aku lagi males buat yang berat-berat, jadi yang ringan aja. Dan yang mau mampir silahkan. Aku bakal update disana habis ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Di Atas Putih [HYUCKREN]
FanfictionSebuah perjalanan antara dua insan yang terikat kesepakatan, keduanya menyetujui kesepakatan itu bersama untuk tujuan yang saling menguntungkan. Apakah benar saling menguntungkan kedua belah pihak atau ada salah satu pihak yang di rugikan? This st...