Chapter 23

4.3K 424 15
                                    


Renjun merasakan berat badannya mulai naik dan terkadang sesekali ia merasakan kram tapi masih batas wajar dan dapat ia tangani sendiri, dikarenakan kandungannya kini sudah memasuki minggu ke-20.

Soal kakinya yang cedera, kini sudah sembuh sedia kala beberapa minggu kemarin. Renjun sudah dapat berjalan normal.

Dan untuk soal kejadian beberapa waktu lalu yang membuat rahasia antara Renjun dan Haechan hampir terbongkar karena kedatangan Doyoung yang tiba-tiba, mampu membuat Renjun gemetar takut, namun kini sudah tidak.

Dirinya justru berakhir di sebuah tempat pusat perbelanjaan modern bersama Doyoung. Renjun sudah meminta izin pada laki-laki kelinci yang berstatus sebagai Papi Haechan itu untuk beristirahat sejenak, karna kakinya sudah tidak sanggup berjalan akibat lelah. Dia mengistirahatkan diri dengan duduk di kursi panjang depan sebuah toko perlengkapan bayi sedangkan Doyoung sudah masuk ke dalam toko tersebut.

Doyoung sangat excited saat dirinya mengetahui jika ia benar akan memiliki cucu pada saat di rumah Haechan waktu lalu, hingga dirinya langsung menghubungi memberi kabar bahagia tersebut pada sang suami.

Flashbacks

Beberapa saat kemudian setelah Doyoung menghubungi Jaehyun untuk datang ke rumah anak mereka, kini mereka semua sudah berkumpul dengan lengkap di ruang tengah. Jeno memilih untuk pamit pergi, selain hari sudah mulai petang alasan Jeno pamit karna setelah ini ia akan menemui pasien di rumah sakit. Lagi pula, ini bukan ranahnya untuk ikut campur.

Mata Jaehyun menatap Renjun datar tanpa ekspresi. Renjun yang merasa terintimidasi olehnya, lantas menunduk. salah satu tangannya pula tak luput dari genggaman Haechan.

Doyoung sudah menceritakan segalanya pada Jaehyun dengan singkat. Tapi, melihat Jaehyun tidak merespon sepatah kata pun membuat keheningan di dalam obrolan. Doyoung sudah mulai khawatir akan situasi ini, dia paham betul sifat suaminya.

"Kau menikahinya tanpa memberi kabar, bahkan sampai dia hamil dan kau tidak meminta restu sedikit pun pada kami terlebih dahulu, Jung Haechan" ucap Jaehyun dengan nada dinginnya

"Kau tahu apa salah mu?" lanjutnya

"Aku sangat tahu. Dan aku meminta maaf karna itu"

"Haruskah aku memaafkan kelancangan mu? Kau tahu, tindakan mu itu sangat tidak menghormati aku dan juga papi mu sebagai orang tua"

Doyoung melirik putra semata wayangnya. Apa yang di bilang Jaehyun itu ada benarnya, bagaimana pun juga sebuah restu itu penting dalam pernikahan.

Jaehyun menegakkan tubuhnya. Terlihat sekali wibawa seorang kepala rumah tangga dengan jiwa tegas yang tertanam di dalam dirinya.

"Kenapa kau menikahinya?" tanya Jaehyun

"Aku, mencintainya" jawab Haechan dengan spontan

Deg.

Renjun tahu apa yang Haechan katakan hanya sebuah kebohongan. Namun, mengapa dirinya malah justru membeku di dalam genggaman Haechan?.

"Aku perlu mengenal siapa yang akan menjadi menantuku. Aku harus melihat apakah ia memiliki nilai yang pantas untuk menjadi pendamping mu atau tidak"

Doyoung menoleh pada sang suami lalu menyentuh lengan Jaehyun untuk memperingatkan agar tidak berbuat apapun lebih jauh yang dapat menimbulkan keributan.

Renjun bisa merasakan jika Jaehyun tidak seperti Doyoung yang dapat menerimanya dengan sangat tulus.

"Apa ini alasan Haechan menyembunyikan kekasihnya? Aura dari Tuan Jung sungguh membuatku takut" ucap Renjun dalam hati

"Kami sudah menikah, saat ini aku sudah memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjalani rumah tangga. Lagi pula, aku yang berhak atas menentukan pasangan baik buruknya dengan iya atau tanpa penilaian dari siapapun" jawab Haechan yang tanpa ragu menatap sang ayah

"Aku tidak peduli apa yang kau katakan" balas Jaehyun

Jung Jaehyun beranjak bangun, ia menarik Doyoung untuk pulang saat itu juga. Doyoung tidak berani membantah jika Jaehyun sudah seperti ini, ia mesti patuh.

Flashbacks end.

Pertemuannya dengan Tuan Jung masih melekat hingga saat ini, meski Haechan sudah memintanya untuk tidak memikirkan hal tersebut.

Renjun terlalu asik melamun hingga ia tersadar saat merasakan puncak kepalanya di tepuk pelan.

Puk!

"Haechan?"

Renjun mengerutkan alis bingung. Kenapa Haechan berada disini? Setahunya, ini belum jam pulang kantor.

Haechan menekuk kakinya berlutut di depan Renjun, kedua tangannya menggenggam tangan mungil milik Renjun.

"Kenapa melamun, ada yang sedang kau pikirkan?"

Renjun dapat merasakan punggung tangannya di usap pelan oleh Haechan.

"Hngg?"

Haechan menghela nafas. Tangan yang semula menggenggam kini beralih mengelus perut Renjun seraya berkata

"Aku tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan dan aku akan menunggu mu untuk mengatakannya"

Perlakuan lembut Haechan barusan mampu membuat aliran darah Renjun mengalir deras. Ia merasakan hatinya menghangat atas perhatian lelaki tan itu.

Renjun tidak bisa menahan seulas senyumnya.

"Iya, aku akan menceritakannya padamu apabila nanti aku mengalami kesulitan"

Haechan mengangguk kecil sembari mendongak menatap Renjun.

"Dengar, kau boleh membagi masalah mu denganku. Katakan saja padaku jika kau mengalami kesulitan, aku akan berusaha membantumu. Aku juga tidak mau terjadi sesuatu padamu karena saat ini kau sedang mengandung anakku. Walaupun kita terikat dalam perjanjian, kau bisa menganggap aku sebagai teman bercerita mu, mengerti?"

Senyum yang semula terpatri kini luntur perlahan di wajah Renjun. Perkataan Haechan menyadarkannya pada kenyataan. Haechan benar, semua adalah sandiwara yang mereka buat untuk menutupi rahasia yang sebenarnya.













Hitam Di Atas Putih [HYUCKREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang