5.3 Senja Terakhir

24 11 26
                                    

Sudah revisi!

Wah ini pertemuan terakhir kita di tahun 2022 yaa. Nanti kita ketemu lagi di tahun baru eaaa....

Sebelum baca, boleh dong follow instagram @ceritanora dan follow wp juga

Mau tanya nih, yang kamu sukai dari cerita ini apa, sih?

Yuhu selamat membaca!

Sedih ga bisa pulang

Sedih ga bisa pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kota ini seperti lorong panjang dan pembatasnya hanya seperti sekat yang mengantarkan para pejalan ke lorong baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kota ini seperti lorong panjang dan pembatasnya hanya seperti sekat yang mengantarkan para pejalan ke lorong baru. Kota yang sangat luas dengan segala pernak-perniknya itu hanya Gandhi yang lebih memahami sudut-sudutnya. Ke mana harus melangkah dan kapan harus menunda untuk berhenti, semua bergantung padanya.

Mengunjungi papan iklan tempat para agen mempromosikan barang dan jasa mereka. Pada tiang-tiang listrik juga tertempel berbagai poster persuasi bahkan dinding fasilitas juga banyak ditempeli padahal sudah tahu itu melanggar ketentuan undang-undang. Di kolong jembatan menatap pamflet informasi yang lebih didominasi ajakan berkampanye atas sebuah organisasi. Tidak ada poster promosi perumahan.

Ia bilang bahwa akan memberinya sebuah petualangan yang amat menyenangkan. Bermandikan peluh dengan kaki-kaki mulai lelah menyusuri perkotaan. Kepala hampir botak memikirkan pencarian pamflet-pamflet iklan perumahan  yang sekiranya memiliki kecocokan untuk dikunjungi. Apa yang menyenangkan?

"Masih seberapa panjang perjalanan ini?"

"Sangat panjang."

"Bagaimana kalau sampai petang nanti kita belum menemukan?"

"Kita masih punya malam, kita juga masih punya hari besok. Jadi untuk apa mengkhawatirkan?"

Bukan hanya mengandalkan poster, penduduk tetap di sana juga sebagai pemasok informasi kala Gandhi bertanya tentang perumahan Green House yang baru dibuka. Namun belum ada jawaban, jadi harus berusaha lebih keras lagi.

"Gandhi, kakiku sakit."

Tengah hari menepi pada sebuah kedai es krim. Gandhi melepas sepatu Binar, kakinya memerah dan membengkak sebab berjalan terus menerus. Ia mengambil satu kursi lagi sebagai penyangga kaki itu untuk diluruskan.

Orange (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang