Sudah revisi
Halo!
Ketemu lagi. Yuk sebelum baca follow dulu akun wp ini dan follow juga instagram @ceritanora.
Selamat membaca
Ombak memukul gundukan karang dengan keras. Ia membiarkan dingin menyelinap dalam tulang seolah-olah membekukan darahnya. Angin meniup awan hitam dan meratakannya di langit. Menutup cahaya bulan putih, tak lagi memantulkan bayangan pada air laut.Wajah pucat tanpa rona, bahkan jika hatinya dibelek pada saat itu, juga tidak akan menemukan warna yang menarik mata. Ombak hanya marah pada karang yang menahannya memeluk pasir lebih lama. Ombak bahkan tak berani menyentuh orang sedih. Padahal sosok itu menopang tubuh dekat sekali dengan permukaan air.
Yang di sana, sedang apa? Mengapa ia kembali tapi perasaannya tertinggal?
Saat menuju pondokan, tiba-tiba dunia terasa kosong semakin nyata. Sayap bangau turut lembab diserang angin. Sejenak mengulum senyum.
"Bagaumu belum genap seribu tapi kamu sudah pulang. Siapa yang bersedia melanjutkan?"
Karena ia tak sebaik teman Sadako Sasaki yang mau melanjutkan harapan kertasnya ketika ia tak sanggup membuat lebih banyak. Ia yang merajut jaring impiannya, ia yang membentangkannya seolah meraup seluruh samudra, ia sudah pasti mampu menariknya ke daratan, karena ia yang punya takaran, orang lain tak punya kendali atas impiannya.
Ruang pondokan tidak ada bedanya dengan suasana luar. Senyap dan dingin. Saat mengganti sepatu, membuka rak, sepasang selop merah muda beraksen awan mengingatkannya lagi. Dulu ia bertanya mengapa di pondokan tidak ada sandal perempuan? Ayah dan Ibunya bagaimana? Sekarang Gandhi jawab, rak sepatu ini sudah disinggahi sandal perempuan ketika ia datang.
Tidak ada dia. Bersarang di sofa yang biasanya menghabiskan waktu di sana dengan dunianya. Rambut acak-acakan memikirkannya. Ia memejamkan mata dan melihat kembali kenangan yang dimiliki bersama. Namun itu tak bertahan lama setelah kucing putih menaiki perutnya dan mudahnya ikut merebah di sana.
Annchi, kucing kecil itu sudah mulai tumbuh dewasa. Perubahannya sejak pertama kali ditemukan semakin kentara. Bulunya semakin lebat, kaki-kakinya mungil, ekornya panjang, hidungnya kecil, dan matanya bulat. Ah, mata bulat itu. Jika Gandhi punya mata yang ikut tersenyum ketika sudut bibirnya terangkat, Binar memiliki mata bulat yang sering disalahgunakan ketika memohon. Namun, mata itu justru menjadi racun yang membuat Gandhi mudah mengatakan persetujuan.
"Apa setelah ini kamu juga mesti pulang? Jadi aku harus berkelana lagi mencari rumahmu?"
Kucing itu terlampau malas menanggapi celetukan manusia susah hati yang tengah meratap di tengah malam.
"Tuanmu sudah pulang. Lihat, dia amat tidak konsisten merawatmu. Kamu dilimpahkan padaku dengan asal-asalan, jadi kamu mesti menjadi penurut agar tidak aku telantarkan di jalanan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange (END)
Teen FictionDON'T COPY MY STORY! A Sweet Story by Nora Aku tidak ingin mengirimmu pulang sekarang Aku ingin bersamamu lebih banyak Bahkan jika matahari terbenam Kita masih punya malam yang bersinar sambil menunggu matahari terbit keesokan harinya Aku meraguk...