13. 1 Jatuh Cinta Ini Butuh Bakat

17 7 0
                                    

Halo!

Sebelum baca jangan lupa jejaknya ya!

Follow instagram @ceritanora dan kita temenan di sana

Selamat membaca!

Setelah hujan yang lama, warna-warni langit berubah dalam sekejap. Sinar matahari yang hangat dan angin lembut membelai wajah, halus dan manis. Banyak hari cerah setelah memutuskan untuk mencintainya. Plot yang kembali menemukan jalannya. Ternyata alur ini masuk akal.

"Karena aku sudah melewati bab ini dengan baik, kurasa aku bisa melanjutkan ke bab berikutnya."

"Belum juga lulus, bagaimana kamu mau menerima materi baru? Berantakan."

"Ayolah Gandhi, aku sudah 18 tahun, sudah dewasa. Lagi pula aku sudah tahu tentang impianku dan sedang mengusahakannya dengan konsisten. Bab tentang terbang sudah terlampaui, sekarang ajari aku bab tentang menyelam."

Terbang untuk cita dan menyelam untuk cinta.

Ke mana saja perginya, ia berperan sebagai ekor yang mengejar tubuh tak sempurna setelah meninggalkannya. Berceloteh perihal cinta yang tidak ada habisnya itu. Sehari membahas rutin seperti siklus berulang.

Berhenti melangkah ketika merasa sesuatu meletup dari dalam hatinya. Sedikit kesal karena berisik yang dibuat Binar. Hal itu membuat Binar terperanjat langsung mundur dua langkah. Refleks terbaik agar tidak saling bertabrakan.

"Apa kamu bercanda menyuruhku mengajarimu? Aku saja tidak bisa menyelam, Binar. Air itu seperti monster yang bisa merenggut nyawa, mengerikan sekali jika harus menyerahkan rasa sakit pada sia-sia."

"Kalau begitu, kita belajar sama-sama saja."

"Tidak mau."

Bahkan dalam situasi yang saling bertolak belakang, keberaniannya masih memancar dengan ungkapan cintanya. Seribu kata penegasan tidak, tapi orang yang hilang akal tetap tidak mengingat apa pun selain kepuasan dirinya.

"Kamu bisa mengatakan 'ya', dan mari mencobanya bersamaku."

"Jangan sembrono untuk hal sebesar itu, Binar. Itu bukan sesuatu yang bisa seenaknya dijadikan uji coba. Kelak jika terjadi sesuatu, tidak ada yang berani menjamin kamu baik-baik saja seperti semula, tidak ada yang tanggung jawab karena kamu sendiri yang memulai segalanya."

"Ketika aku memutuskan untuk menyukaimu, aku hanya ingin bilang sepuluh ribu kali penegasan setiap hari. Aku menyukaimu, aku menyukaimu. Terlepas dari segala konsekuensi yang timbul, aku tidak memedulikannya."

Aneh sekali gadis ini yang lebih dulu mabuk sebelum mencicipi sedikit pun. Kalau sudah tahu rasanya, entah bagaimana jadinya. Pasti lebih berbahaya.

"Kamu mabuk."

"Belah dadaku dan ambil sesuatu di dalam sana, kamu akan menemukan hati yang diwarnai serbuk cinta keemasan yang bercahaya. Itu kuberikan kepadamu."

"Jangan mau mati sia-sia."

"Ayolah, aku tidak bisa menahannya lagi. Aku tebal muka di depanmu setidaknya biar kamu sedikit mengakuinya kalau aku sungguh menyukaimu. Manusia usia rentan seperti kita, sayang sekali jika harus mengorbankan cinta untuk semua mimpi. Kamu melupakan bahwa semua sudah diatur sesuai porsinya."

Alih-alih menanggapi kata-kata yang melelahkan didengar telinga, ia memilih memainkan kartu tanda terimanya di kampus sambil memamerkan tatapan seolah-olah menyindir.

"Yakin, tidak mau ini?"

Memang sepertinya tidak ada cara lain untuk waktu-waktu rawan ini. Mungkin juga anak muda itu hanya tahu belajar dan bermimpi dalam hidupnya, atau memang tidak ada yang bisa dilakukan selain dua hal itu. Untuk bab suka menyukai belum mau menyentuh.

Orange (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang