10.1 Perempuanku

16 6 0
                                    

Sudah ini

Ayo temenan di ig @ceritanora dan jangan lupa vote bagian ini yaa

Jangan bosen karena kedepannya bakal banyak adegan gemesin dari mereka:)

Hari itu ombak memukul karang begitu keras seolah-olah bunyinya menyerupai dinding kaca yang pecah terus menerus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari itu ombak memukul karang begitu keras seolah-olah bunyinya menyerupai dinding kaca yang pecah terus menerus. Berisik ini teduh. Pemuda membawa ember dan penggaruk, sejenak berdiri di pinggir pantai. Mata terpejam meresapi aroma laut yang segar. Setelah itu, ia menaruh embernya di permukaan pasir, berjongkok dan menggulung lengan bajunya sebatas siku.

Ketika ombak mencium bibir pantai, kerang-kerang terseret ke ketepian. Kala ombak menjauh dalam sekejap, kerang-kerang tertinggal di daratan basah. Tekadnya kuat sekali sewaktu menggali pasir dengan susah payah untuk bersembunyi. Nalurinya bekerja, mereka tak lagi merasakan berkendara di atas ombak kalau tertangkap tangan manusia, yang ada berakhir hidup di wajan.

Namun kerang juga sedikit bodoh. Bekas galian kerang membentuk pusaran pasir kecil sebagai jejak tertinggal. Saat itulah Gandhi menciduknya dengan jaring penggaruk, kerang seukuran jempol kaki kemudian dimasukkan ke dalam ember.

"Gandhi ...."

Mengangkat pandangan ketika sosok lain memanggil namanya sangat nyaring. Mata itu menyipit menangkap pemandangan samping di mana Binar berlari mendekat. Membawa ember dan penggaruk, sama sepertinya. Begitu lucu saat memungut topinya yang jatuh, memakainya kembali, lalu sepanjang jalan sisa memeganginya agar tidak jatuh kembali.

Dia sudah menjadi gadis pesisir.

"Kamu meninggalkanku!"

"Kita hanya ingin berburu kerang, bukan ingin mengikuti ajang kontes kecantikan. Tidak perlu merias diri terlalu detail. Toh, kamu bukan remaja masa puber lagi."

"Siapa yang merias diri? Aku hanya mengepang rambutku supaya rapi."

"Itu kamu pakai apa di bibirmu?"

"Ini ...."

Keberaniannya, ah tidak, ketidaksopanannya memang terus meningkat. Gemar sekali mencibir dan suka mencari kesalahan. Padahal ia hanya merapikan rambut. Namun tembakan pertanyaan Gandhi membuat tubuhnya langsung memanas malu. Ia berbalik untuk membersihkan bibirnya sambil berkali-kali membuka dan menutup mata gelisah.

"Selama bertemu denganmu, ini kali pertama aku melihatmu memakai perona bibir tanpa ada kepentingan setidaknya sedikit formal."

Akhir-akhir ini Gandhi tetapkan Binar sebagai gadis yang mengalami masa pubertas dua kali. Dalam sehari mengulangi hasil riasannya dua sampai tiga kali. Padahal sudah rapi masih saja diperhatikan lalu ditambah atau diubah.

"Kenapa bermasalah? Aku sudah 17 tahun, seorang gadis harus pandai merawat diri. Peduli apa kamu?"

"Baik, baik. Aku mengalah."

Orange (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang