16.4 Cinta tak Terlupakan

22 11 0
                                    

Halo!

Kita ketemu lagi

Aku harap kamu tetep suka, ya.

Silahkan mulai hitung mundur

Selamat membaca

Benar bahwa setelah terbenam, matahari akan terbit kembali keesokan harinya. Lebih cerah dari kemarin. Hari yang melelahkan akan usai dan hari baru akan datang, yang disemogakan membawa kabar baik. Kalaupun bukan hari ini, tapi semesta punya banyak hari lagi yang berpihak kepada manusianya.

Meski banyak tunggu, banyak sabar, banyak doa dan penantian, keyakinannya, semesta tidak mungkin membiarkanmu menderita selamanya.

Tepat hari ini, ia secara resmi dinobatkan menjadi Magister Arsitektur setelah 6 tahun mengemban ilmu di kampus kebanggaan. Teman-teman tak henti-hentinya saling bertukar memberi selamat. Semua mengumbar senyuman hangat termasuk dirinya yang menyala disebari serbuk keemasan. Siapa yang pernah menyangka tahun-tahun berikutnya manusia kecil ini akan menjadi orang di hari ini?

Sosok perempuan anggun berjalan dari kejauhan. Pola langkahnya teratur dengan kakinya yang mungil. Gaun telanjang kaki berwarna biru muda indah tertiup angin musim panas. Rambutnya yang panjang tergerai beterbangan menampilkan bahu terbukanya yang sempurna. Sejak kapan mulai belajar memakai sepatu hak tinggi? Lalu semesta ini hanya dipenuhi oleh senyumannya yang sehangat matahari. 

Sosoknya semakin mendekat. Langkah itu tertuju kepadanya. Satu dua ... oh, ini terlalu menyilaukan. Peri kecil tepat berada di hadapannya, memberikan seikat bunga tanpa mengucap sepatah kata. Tiba-tiba detak jantung mengalir melewati ujung jari. Kedipan matanya, lalu bola matanya yang mengunci pandangan. Kenapa dunia ini sempit sekali?

Bahkan ia kehilangan suara saat dihadapannya. Sorakan teman-teman itu tidak lagi terdengar.

"Selamat hari kelulusan, Gandhi."

"Selamat untuk mimpimu."

"Selamat sudah berhasil terbang tinggi sampai ke bulan untuk membawa kantong impian yang pernah kamu titipkan kepadanya." 

Suara itu yang setelah sekian banyak putaran ulang siang dan malam tak kunjung menyapa telinga. Suara yang selalu mengisi alam bayang yang dirindukan sekali tapi tak bisa di peluk. Suara itu pula yang menyadarkan lamunannya. Hening beberapa saat sebelum ia benar-benar percaya pada kenyataan. Memaksa bibir kelu menyuarakan namanya.

"Binar ...."

Matanya yang hitam pekat berkedip sekali. Saat ia menyadari bahwa gadis ini bukan lagi diri di waktu itu. Cantik dan semakin cantik.

"Ya, Gandhi?"

"Cantik."

"Kamu yang terlalu tampan."

Satu hal yang tidak berubah, sama sekali tanpa malu-malu menggodanya. Sekarang tangan jail yang membenarkan letak toga miringnya kemudian mengusap pipinya, terlampau pemberani sehingga sengatan listrik membuat Gandhi menegang kaku. Justru senyumannya sangat lebar, hingga tertawa kemudian berpaling karena pipinya juga tiba-tiba memerah.

"Tolong fotokan kami."

Binar pun memberikan kemeranya kepada salah satu teman. Ia mengikis jarak dengan Gandhi, berdiri bersebelahan, senyum semanis mungkin dan ... satu foto kenangan berhasil diabadikan. Foto manis berlatar gedung kampus sebagai pengiring ucapan selamat tinggal bangku kuliah.

Upacara dan perayaan hari kelulusan cukup menguras waktu dan tenaga. Teman-teman sebenarnya masih ingin kehadiran Gandhi sebagai pemanis hari terakhir di kampus, tapi Gandhi bilang kita masih punya waktu lain untuk bertemu. Akhirnya mereka dengan berat hati mengizinkan Gandhi meninggalkan kedai saat hari telah gelap.

Orange (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang