Hai!
Siap hitung mundur, ya!
Selamat membaca
Hari itu sebuah notifikasi e-mail terpampang di layar laptop. Perusahaan penerbitan mengontaknya untuk mengajak bekerja sama di bidang percetakan dan pemasaran buku. Mereka bilang tertarik dengan naskah pertama yang ditulis Binar. Naskah yang menjadi kenangan pertemuannya dengan sosok anak manusia terhebat.
Beberapa kali mengucek mata lalu membaca informasi kembali, memastikan apa yang dilihat memang benar. Ia tidak sedang tertidur, tidak pula sedang mabuk, sepenuhnya sadar.
Harusnya antusias kebahagiaan ini dirayakan bersamanya. Bahwa impiannya menjadi kenyataan tak lama setelah Bangau Pembuat Harapan mencapai seribu buah. Semua ini berkat kerja keras dan semangatnya yang selalu membara. Binar yang dulu sempat merasa takut tulisannya tidak diterima pembaca dengan baik, sekarang ia membuktikan bahwa untuk mencapai impian memang dibutuhkan keberanian. Kegagalan hari lalu adalah pelajaran, yang menjadi batu loncatan untuk kesuksesan masa kini.
Kabar baiknya sudah sampai setelah Bangau Pembuat Harapanku mencapai seribu buah. Kupikir hari ini aku masih bersamamu. Ternyata semesta selalu punya rencana di luar kendali manusia. Untuk orang baik, terima kasih sudah menjadi bagian perjalanan hidup dan impianku. Peranmu sangat berharga yang tak bisa kulukiskan dengan kata, melebihi peri tua berpengalaman ataupun malaikat berhati putih.
***
Jalanan kota tampak sedikit lengang saat hari sibuk. Pemandangan gedung-gedung pencakar langit dapat disaksikan di balik jendela bus. Sepanjang perjalanan ada biru yang menguap dari akar hati. Ingin disampaikan tapi kepada siapa? Siapa yang bersedia mendengar? Potongan kenangan masa lalu selalu menghantui pikiran. Menjadikannya semakin tak bisa terbiasa tanpanya.
Masih dengan kekosongan berjalan menaiki anak tangga yang mengantarkannya ke tempat yang penuh buku-buku tersegel rapi. Bau khas kertas menusuk penciuman. Seketika memori usang lagi-lagi berputar tanpa tersendat-sendat. Memori itu begitu terjaga sehingga setiap detik perputarannya masih sangat jelas.
Dulu ada yang mengatakan bahwa suatu hari nanti, buku-bukunya akan terpajang pada rak di toko ini. Ia yang sangat bekerja keras untuk mimpinya sampai melupakan perannya sebagai pelajar saat itu. Kalau diingatkan kembali, mungkin ia akan tertawa merutuki kebodohannya, atau memang ia tidak menyesal sama sekali atas pilihannya.
Lorong ini sangat panjang untuk dijelajahi. Jajaran buku fiksi yang menjadi tujuannya ke sini. Hampir setiap hari saat pulang kerja selalu meluangkan waktu pergi ke toko buku untuk mendengar kabar baiknya. Banyak petugas di sini nyaris hafal dengan pengunjung yang sering masuk tapi berujung keluar dengan tangan kosong ini. Sebab kabar baiknya belum sampai, jadi mungkin besok akan tiba.
Kalau aku tidak bisa lagi memelukmu, paling tidak aku masih bisa memeluk buku yang kamu tulis, untuk kubawa pulang, untuk sedikit meredam kerinduanku padamu.
Sebuah buku bertengger cantik pada urutan paling atas rak ekslusif. Warna sampul bukunya bernuansa ceria dan segar. Bukan, bukan itu yang menarik perhatiannya, tapi deret nama pengarang di bagian bawah sampul yang memberinya sinyal peringatan kenangan. Satu-satunya buku yang tertinggal mendarat di genggamannya, milik Sweet Sunshine.
"Permisi, ada rekomendasi buku terbaik yang baru terbit tahun ini?" tanyanya pada salah satu petugas toko buku yang lewat. Sebab ada banyak penulis yang memakai nama pena ini, jadi untuk membuktikannya dengan cara bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange (END)
Teen FictionDON'T COPY MY STORY! A Sweet Story by Nora Aku tidak ingin mengirimmu pulang sekarang Aku ingin bersamamu lebih banyak Bahkan jika matahari terbenam Kita masih punya malam yang bersinar sambil menunggu matahari terbit keesokan harinya Aku meraguk...