14.2 Musim Panas yang Kehilangan Matahari

9 5 0
                                    

Hai

Cerita ini akan direvisi setelah tamat, jadi kalau ada kesalahan mohon dimaafkan

Selamat membaca

"Gandhi, apa kamu juga merasa bahwa musim panas tahun ini sering mendung?"

Dari saung, mereka saksikan para petani rumput laut yang berdamai dengan cuaca. Padahal musim panas sudah datang lagi, tapi sepertinya musim hujan sukar ditinggalkan. Biasanya dari kejauhan kulit mereka tampak memerah dan berlumur keringat lalu saat meneduh terlihat gosong sebab terbakar panas matahari. Namun kali ini awan berbaik hati memayungi mereka setiap langkah, seolah memberi perhatian lebih atas kerja kerasnya.

Sambil membelah kelapa muda, Gandhi menatap atas yang menegaskan awan berkabut menutupi matahari. Tak begitu ambil pusing, itu kadang normal terjadi. Lantas ia kembali melanjutkan aktivitasnya karena Binar sudah merengek agar segera cepat.

"Mungkin langit sedang tidak baik-baik saja, atau justru penduduk di bawahnya yang bermasalah. Jadi hujan dikirim untuk membangkitkan mereka kembali."

"Kok membangkitkan?"

"Bukannya hujan membuat daun-daun bersemi dan bunga-bunga mekar? Mereka akan tumbuh subur."

"Kalau soal penduduknya bagaimana?"

"Akan dapat pelajaran bahwa setelah air mata ada bahagia dan kekuatan."

Gandhi berikan kelapa muda untuk Binar, satu lagi untuk dirinya sendiri. Kelapa muda yang cocok diminum saat cuaca panas-panasnya, tapi juga lumayan saat sedikit mendung. Ditemani belaian angin pesisir, Gandhi keluarkan jurnal gambar yang sudah menjadi temannya jauh sebelum Binar datang. Gadis itu hanya diam memandangi lokasi budidaya, sedang ia mulai menuangkan imajinasinya di atas kertas.

Cepat atau lambat, Binar akan memandang tampang sempurnanya ketika sedang bersikap profesional. "Kamu ini sudah menjadi mahasiswa tahun ketiga tapi perkara waktunya masih berantakan. Tiga tahun yang lalu masih bisa berbagi resep rahasia tentang cara memanfaatkan waktu. Sekarang bagaimana?"

"Tidak pernah terkira akan serumit ini di akhir."

Karena tugas yang menumpuk, baik tugas individu maupun kelompok yang semakin banyak praktiknya itu, ia tidak berani bilang bahwa ternyata kuliah menyenangkan. Berulang kali ia nasihati Binar agar jangan memupuk rasa malas dan saling menggantungkan, karena masa kuliah sangat berbeda dengan masa sekolah menengah. 

"Akhir-akhir ini kamu kurang tidur, ya?"

Tebakan Binar membuat Gandhi berhenti beraktivitas. Sorot mata Gandhi terlihat lelah dan sayu. Raut wajahnya juga tidak segar.

"Darimana kamu tahu?"

"Soalnya kamu lebih banyak senyum."

Binar melayangkan tawa. Memang benar bahwa suasana hati Gandhi sangat baik dan semakin membaik. Semenjak tugas kuliah yang semakin menggunung, kalau hari libur biasanya digunakan untuk istirahat. Gandhi akan menolak jika diajak main. Namun sejak Binar masuk kuliah, Gandhi justru suka mengajaknya membuat momen sangat banyak. Entah itu dari hal-hal kecil seperti bermain di pantai, berkunjung ke tempat budidaya dan mengantarkan makanan, atau kesenangan mengurus pondokan dan mencoba resep menu baru, dan hal-hal besar lainnya seperti saat Gandhi membawa Binar ke kota untuk menemaninya menjelajah dan mengunjungi festival. 

"Asal-asalan!"

"Rona pipimu tidak bisa bohong, Gandhi. Lain kali kalau menyimpan taruh dalam toples rapat, biar rahasiamu terjaga dan tidak meluber tanpa kamu sadari. Sama sekali bukan ahli."

Perempuan ini ahli menggoda. Sementara ia tidak merasa geli, justru malu sembari memalingkan muka. Gandhi menggaruk lehernya canggung. Tiba-tiba merasa panas seluruh badan. 

Orange (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang