"Gue benci ma lu. Lu itu toxic..." Prilly memandang penuh kebencian sarat kekecewaan terhadap Reza.
Dengan tatapan penuh sindiran, Reza sambil bersidekap dia melirik wanita itu dan tersenyum tipis. "Gue toxic,tapi lu cinta kan?"
____________________...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Prilly Pov
Aku terus mengaduk adonan gorengan yang biasanya ku masak. Sebenarnya bingung mau masak apa buat sarapan pagi, biasanya kalau di rumah mom selalu memasak beberap jenis gorengan dan mie instant. Aku tahu itu makanan yang tidak sehat tapi sudah membudaya di rumah.
Aris yang sedari tadi menemaniku memasak,dan meminta semua pembantu tidak ikut kami untuk memasak menu sarapan, katanya dia mau mencicipi masakan dariku. Aku merasa tersanjung dengan permintaannya,sungguh dia pandai merayu,aku yakin pasti banyak cewek-cewek yang mengejar dirinya atau dia juga se-player abangnya. Ah mudah-mudahan tidak ya. Aku memerhatikan Aris yang cukup cekatan membantuku mengaduk adonan,sungguh nggak menyangka kalau Aris hobi memasak juga.
Dia terus bercerita tentang kehidupannya, dari kecil hingga saat ini menceritakan kisah kesuksesannya menjadi pengusaha,namun kalau didengar dari cerita bang Reza,adik adiknya tidak bisa membantunya dari masalah finansial yang menjeratnya sellah adik adiknya tidak lebih sukses darinya namun pada kenyataannya adik adiknya sedang naik daun belakangan ini, ah aku tidak mengerti dengan permasalahan internal diantara mereka dan tidak ingin terlalu mencampuri urusan mereka.
Aris terus bercerita penuh semangat,dia sangat cerewet berbeda sekali dengan abangnya. Tapi aku senang dengan setiap celotehannya,serasa aku memiliki teman baru dan aku penasaran juga dengan kisah hidupnya.
Aku tahu Raline ada di satu ruangan dengan kami,dia menikmati sarapannya, aku berusaha cuek saja, menganggap tidak mengenalnya. mungkin aku masih marah padanya karena dia semalam bercengkarama dengan Reza di kamar.
Aku tidak suka membayangkan apa yang mereka lakukan di sana namun sangat mustahil jika tidak terjadi apa apa semalam di kamar itu.
Dadaku terasa sesak kalau membayangkan dia bermesraan dengan wanita manapun. Bibir itu seharusnya milikku, tangan itu seharusnya hanya menggenggam tanganku, senyum itu seharusnya hanya tersungging untukku, tubuh itu seharusnya hanya mendekapku namun itu hanya keposesifan yang tersembunyi.
