Kembali Bersekolah

904 47 7
                                    

Sudah seminggu sekolah ditutup, akhirnya dibuka kembali. Apa lagi setelah ada kabar Lesya ternyata masih hidup. Tapi kabar Lesya tersebar kemana-mana.

Seorang lelaki duduk termenung di depan kelas. Ia terlihat dari raut wajahnya sedang berpikir keras, entah apa yang ia pikirkan.

Di sebelahnya ada seorang lelaki yang duduk di sampingnya sambil memainkan handphone. Telinganya ia pasang earphone, dan terlihat ia tertawa saat melihat video-video di dalam handphone itu.

Seorang perempuan keluar dari kelas dengan raut wajah marah. Ia mendekati lelaki yang melamun itu, meraih handphone di atas meja lalu melemparkannya dari lantai tiga.

"Brak!" suara gebrakan meja mengagetkan seseorang di sebelahnya dan perempuan itu.

"Apa-apaan kamu ini!" bentak lelaki itu. "Gak ada angin gak ada hujan, handphoneku lo lempar gitu aja!"

Perempuan itu terdiam ketakutan. Ia bahkan tidak berani menatap wajah lelaki itu. "Maaf...." serunya lalu lari menuju tangga.

"Whoy, jangan lari lo ya!" seru lelaki itu lalu mengejar perempuan itu yang sudah ada di lantai dua.

Mereka terus menuruni tangga hingga tiba di lapangan tempat handphone itu jatuh. "Lo mau lari dari tanggung jawab, hah?!" tanya lelaki itu emosi.

"Apa-apaan sih mereka ini!" ujar lelaki kesal di lantai tiga lalu kembali memakai earphonenya lalu tertawa.

Lelaki itu terdiam saat melihat perempuan itu memunguti handphone yang telah terpecah belah.

Ia lari ke arah lelaki itu lalu menunjukkan handphone yang telah remuk. "Maaf, aku kira tadi handphoneku. Oh iya ini nomorku kalau mau minta tanggung jawab aku lakuin," jelas perempuan itu ketakutan.

Ia menunjukkan nomornya yang ada di handphone miliknya.

"Terus aku kabari lewat apa?!" tanya lelaki itu emosi. "Handphoneku udah lo remuk! Lo tau gak itu handphone perjuangan. Banyak nomor penting di sana!"

"Mereka lagi debat ya? Oh," ujar orang di atas sambil memandang perbebatan di lantai bawah dengan earphone yang masih terpasang.

Ia terlihat tenang walau tahu handphone milik temannya telah remuk karena ulah perempuan yang tak dikenalnya.

"Maaf aku gak tau. Ini pakek handphone cadanganku dulu," ujar perempuan itu sambil memberikan handphone lain.

Lelaki itu menaikkan satu alisnya sambil menerima handphone milik perempuan itu. "Punya handphone berapa?"

"Tiga," jawab perempuan itu.

"Pantesan gak sayang sama handphone," ujar lelaki itu sambil berjalan menjauh.

Langkah lelaki itu terhenti lalu menatap perempuan itu. "Aku pinjem dulu ya sampai semua nomor di handphone punyaku balik."

"Gimana caranya?" tanya perempuan itu bingung.

"Gimana pun caranya aku gak mau tau. Pokoknya nomorku harus kembali!"

"Okey," jawab perempuan itu ragu sambil menatap handphone remuk di tangannya.

"Oh ya, nama lo siapa?"

"Riana."

"Gue Andre. Pokoknya nomorku harus kembali gimana pun caranya!" tegas Andre.

"Iya," jawab Riana singkat lalu menghela nafas.

***

Hari pertama kembali ke sekolah adalah hari santai karena kebanyakan guru-guru sedang rapat. Begitu juga dengan kelas 11 B, mereka gunakan untuk menonton film dengan layar LCD.

Mereka menonton layar dengan tatapan serius, sesekali teriak jika ada sebuah season yang seram. Film yang membuat mereka senang dan takut.

"Ceklek," seorang guru membuka pintu kelas lalu menatap layar LCD lalu berpindah ke wajah para muridnya.

"Lagi nonton ya?" tanya guru itu lalu berjalan menuju bangku miliknya.

"Udah selesai kok," jawab salah satu lalu mematikan layar laptop, lalu mematikan LCD.

"Kalian nonton film ceritanya apa?" tanya guru itu penasaran.

"Cerita tentang kembalinya seseorang setelah dibunuh beberapa tahun lalu. Dia kembali untuk membalaskan dendamnya. Inti ceritanya gitu sih," jelas salah satu murid yang membuat guru itu menaikkan satu aslinya lalu terdiam.

"Sebentar ya, laptop saya ketinggalan," ujar guru itu lalu keluar dari kelas mengambil laptop miliknya.

"Eh kok kayak kisah nyata ya?" tanya salah satu siswa di kelas itu.

"Kisah nyata gimana?"

"Bukannya sekolah ini juga pernah ada pembunuhan seorang siswi ya?"

"Oh ya? Aku malah gak tau."

"Kejadiannya udah beberapa tahun lalu sih."

"Tapi dia gak balik ke sekolah, kan? Orang yang udah mati mana mungkin balik."

"Lesya? Bukannya dia juga pernah hampir mati karena genk Dio?"

Para siswa menengok ke bangku Lesya yang kosong.

"Itu kecelakaan."

"Gue jadi ngerasa bersalah sama dia."

"Kenapa ngerasa bersalah? Bukannya dia emang orang aneh suka bicara sendiri, menulis kejadian tidak penting? Ya dia pantas dapat hal semacam itu."

"Hush, ngomongin orang terus sukanya!"

"Iya-iya. Lo peduli sama Lesya ya? Atau lo emang suka sama dia?"

"Mau gimana pun dia habis dapet musibah, harusnya kita simpati, bukannya ngomongin jeleknya."

"Udah lah biarin aja, gue juga gak mau ikut campur."

"Ceklek." Guru telah kembali mengambil laptopnya, dan seketika kelas menjadi hening.

***

"Sial banget gue hari ini, Van," keluh Andre lalu duduk di sebelah Ivan.

Ivan melepas earphonenya lalu menatap handphone yang dipegang Andre.

"Wuih, handphone baru ya bro," sindir Ivan.

"Lu pura-pura bego atau gimana, hah?" tanya Andre kesal.

"Ya maaf. Kejadianmu udah kayak drama Korea kau tau?"

"Ya tapi bikin emosi. Pikiran lagi ruwet-ruwetnya, eh gak ada angin gak ada hujan, handphoneku dilempar. Tugas belum sepenuhnya kekirim pula, kerjaan ilang semua," keluh Andre dengan nada menahan emosi.

Ivan tertawa lalu menepuk bahu Andre. "Sabar bro. Bahu lelaki emang sengaja dibuat kuat biar tahan menghadapi wanita," ujar Ivan.

"Ya tapi gak gitu juga. Yang tadi pikiran ruwet sekarang jadi full ruwet," ujar Andre yang membuat Ivan tertawa lagi.

"Ini orang seneng banget tertawa di atas penderitaan orang," ujar Andre lagi lalu berjalan masuk ke kelas meninggalkan Ivan.

***

"Julian, kok kamu gak sekolah?" tanya Ibu Julian mendapati anaknya terduduk di atas kasur dengan melamun.

"Gak mood," jawab Julian singkat. Sejujurnya dia masih trauma dengan kejadian Lesya dan semua bullyan yang ia dapat selama bersekolah.

"Jangan gitu. Ibu susah payah kerja bukan buat kamu berangkat sekolah karena mood aja," ujar Ibu Julian membuat Julian terdiam.

"Besok aku berangkat kok," ujar Julian yang membuat Ibunya lega.

"Yaudah, yang penting tugas seminggu sama hari ini harus sudah dikerjakan," ujar Ibunya lalu keluar dari kamar Julian.

Julian menatap handphone miliknya yang ia genggam. Ia teringat tugas dari Liando. "Besok akan aku kerjakan setelah aku kembali dengan mental baru."

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang