Foto

406 28 1
                                    

"Bener alamatnya ini?" tanya Andre.

"Kalau tulisannya bener di sini sih," jawab Riana mengecek kembali alamatnya.

"Tok.. tok.. tok.. Permisi," ujar Lesya sambil mengetuk pintu.

Tak lama kemudian pintu dibuka lalu muncul lah seorang bapak-bapak dengan wajah bingung. "Ada perlu apa kalian datang ke sini?"

"Begini pak, kami ke sini untuk bertanya tentang Adira, anak didik bapak yang meninggal 5 tahun lalu," ujar Ivan to the point.

"Aku tidak tau," ujar bapak itu ketakutan lalu menutup kembali pintu rumahnya.

"Loh, kita belum jadi tanya," ujar Ivan heran.

"Tok.. tok.. tok.. Permisi!," Lesya kembali mengetuk pintu.

"Aku gak tau apa-apa. Sana pergi!" seru bapak itu dari dalam.

Mereka berlima saling bertatapan. "Gimana ini?" tanya Lesya.

"Dia gak mau memberi info. Kita pulang dulu aja, besok ke sini lagi," ujar Julian yang dijawab anggukan oleh lainnya.

***

Lesya memasukkan kunci emas ke gembok. Buku Diary milik Adira terbuka. Mereka sepakat untuk mengecek Diary di rumah Andre setelah ditolak oleh pelatih Adira.

Lesya membuka lembar demi lembar. Semuanya menatap serius dan ikut membaca. Ada sebuah foto yang tertempel di buku itu. Beberapa foto tentang Adira.

"Jadi ini orangnya?" tanya Ivan.

"Sepertinya begitu," jawab Andre.

"Kok bisa mirip sama Lesya ya?" tanya Riana heran.

"Entah," jawab Lesya.

"Eh ini foto waktu olimpiade, kan?" tanya Julian sambil menunjuk sebuah foto saat Adira mendapatkan juara 1. Di lehernya ada sebuah samir dari emas.

"Iya. Tapi di belakang ada tatapan tidak suka," ujar Ivan sambil menunjuk di belakang Adira ada perempuan berbaju sama tapi dengan tatapan benci.

"Firasatku mengatakan kalau orang itu yang membunuh Adira," Ujar Lesya.

"Bisa jadi. Kelihatan dari wajahnya gak suka Adira mendapat juara," imbuh Riana.

Lesya membuka lembar berikutnya. Ada sebuah foto selfi Adira dan temannya. "Sebentar. Bukannya ini perempuan yang noling Lesya waktu itu ya?" tanya Julian mencoba mengingat.

"Ya mana saya tau," ujar Riana.

"Iya bener. Ini orang yang nolong Adira waktu itu. Ternyata dia kenal sama Adira," ujar Julian.

Semua orang menatap Julian penasaran. "Cuman itu yang aku tau," jawab Julian membuat lainnya menghela nafas.

Lesya membuka lembaran berikutnya. "Ada beberapa orang yang mengancam akan membunuhku, terutama dia," Lesya membacakan tulisan di buku itu.

Mereka menatap foto dengan serius. Seorang perempuan berseragam dan dikucir ekor kuda sedang makan di kantin. Wajahnya terlihat jelas di foto.

"Nah kan bener. Dia pelakunya," ujar Ivan.

"Iya bener pelakunya dia. Lalu kita harus cari dia di mana?" tanya Andre yang membuat semuanya terdiam untuk memikirkannya.

"Oh iya, aku pernah lihat itu perempuan kayaknya," ujar Julian yang membuat semuanya menatap Julian.

"Kapan? Dimana?" tanya lainnya dengan kompak.

"Lewat di depan sekolah, menggunakan mobil. Waktu itu ada orang lewat, aku minta bantuan untuk membawa Lesya, tapi orang itu dengan sombong menolak," jelas Julian.

"Ternyata kamu pernah berpapasan dengan pembunuh," ujar Lesya. "Makasih banget ya waktu kejadian itu."

"Ah itu kan sudah tanggung jawabku, hehe," ujar Julian sedikit malu.

"Cie salting," goda Ivan sambil menyenggol badan Julian dengan bahunya.

"Tok.. tok.. tok.." suara ketukan pintu terdengar. Andre degan sigap membukakan pintu dan terkejut.

"Maaf, ada perlu apa bapak ke sini?" tanya Andre penasaran dengan seorang guru pelatih yang mengusir mereka tadi.

Bapak itu mengulurkan tangannya memberikan sebuah amplop berukuran sedang. Tanpa sepatah kata pun dia langsung berbalik badan lalu pergi.

Andre menutup kembali pintu dengan heran. "Ada bapak pelatih tadi datang kasih ini," ujar Andre sambil menunjukkan amplopnya.

"Loh, apa tujuannya coba?" tanya Ivan heran.

"Coba dibuka isinya apa?" tanya Riana. Andre membuka amplop itu lalu menunjukkannya kepada teman-temannya.

"Maaf kisah itu terlalu suram untuk diingat lagi kejadiannya. Kalau kalian mau cari tahu, ikuti peta ini. Dia kenal dengan orang yang kalian cari  juga pelakunya."

"Jadi maksudnya dia tidak mau mengingat karena kelam? Atau dia tidak mau ikut campur karena tau itu bahaya?" tebak Ivan.

"Bisa juga keduanya," jawab Andre.

"Kasus ini memang berbahaya ya? Sampai orang dewasa saja tidak berani," ujar Julian.

Suasana hening sejenak. Mereka mengamati surat dan peta yang terlukis. Rumahnya cukup jauh dari rumah Andre.

"Besok kita ke rumah yang ada di peta ini. sekarang kita istirahat dulu di rumah masing-masing," saran Andre yang dijawab anggukan.

***

Seorang lelaki duduk di atas ranjang dengan kaki menyentuh lantai. Ia menghela nafas. "Sampai kapan gue harus disini terus?" gumannya kesal.

Sebuah tangan muncul dari kolong ranjang, menarik kakinya hingga orang itu terjatuh di lantai.

"Aaaaaa... pergiii," serunya saat melihat kakinya dipegangi oleh tangan putih pucat. Orang itu coba melepaskan tangan dari kakinya, tapi tangan itu mencengkram kaki lebih erat.

Tangan satunya mengeluarkan pisau lalu.. "Srett," pisau itu dikenakan di kaki hingga orang itu memekik kesakitan dengan darah segar miliknya mengalir membasahi lantai.

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang