Museum

498 36 11
                                    

Mereka berenam tiba di hutan. Langit menampakkan warna sinarnya yang jingga. Angin bertiup dingin merasuki tubuh mereka.

Di depan mereka ada bangunan kotak dengan atap melengkung, pintu geser, berwarna coklat dengan beberapa motif dinding menggunakan warna emas. Bangunan kecil dengan dua lantai.

"Jadi ini lokasinya?" tanya Lesya bingung.

"Ya ini. Museum kecil yang dulu pernah ramai tapi sekarang pada tidak tertarik karena bangunannya kuno," jelas Ivan.

"Kakak pesan vila sama tunggu di sana, kami mau cari bukunya dulu," ujar Lesya kepada kakaknya.

"Oke," jawab Liando singkat lalu pergi bersama mobil miliknya.

"Tok..tok..tok.. permisi," ucap Lesya sambil mengetuk pintu. Tidak ada jawaban. Lesya mengulanginya hingga 3 kali, tapi masih tidak ada jawaban.

"Oh aku lupa. Karena sudah tidak ada pengunjung, jadi museum ini terbengkalai," jelas Ivan.

"Kenapa gak bilang dari tadi sih," ujar Riana kesal.

"Kita langsung masuk?" tanya Lesya. Mereka semua mengangguk kecuali Riana.

"Aku tunggu di sini aja ya," ujar Riana dengan nada takut.

"Yaudah. Nanti kalau ada harimau jangan salahkan kami ya," ujar Andre yang membuat Riana semakin takut.

"Oke aku ikut," jawab Riana pasrah. Andre tersenyum penuh arti.

"Permisi, aku buka ya," ujar Lesya lalu membuka pintu yang tidak terkunci. Lesya memandang teman-temannya denga  heran.

"Kok gak dikunci?" tanya Julian.

"Mungkin tidak ada barang berharga di dalam," jawab Ivan ngawur.

"Museum harusnya semua barang di sana itu berharga," Andre.

"Ucapanmu agak susah dipahami," ujar Julian.

"Belajar SPOK dulu makannya," sindir Riana.

"Oh ya, siapa yang mau masuk duluan?" tanya Lesya. Reflek semua menunjuk ke arah Riana yang membuatnya terkejut.

"Lah kok aku?" protes Riana.

"Yaudah aku duluan aja," ujar Julian yang membuat semuanya heran.

"Cowok culun kayak kamu emang berani?" tanya Riana. Juliam reflek menoleh ke arah Riana.

"Sudah aku bilang aku gak culun!" ujar Julian kesal.

"Sudah cepetan!" ujar Lesya sambil mendorong punggung Julian hingga masuk ke dalam museum. Disusul oleh Lesya, Ivan, Riana, lalu Andre.

Museum yang sudah lama ditinggalkan. Banyak debu yang menutupi keindahan benda-benda di dalamnya. Banyak patung-patung unik dari berbagai bahan terpajang rapi.

"Halo ganteng," sapa Riana kepada salah satu patung yang menurutnya tampan.

"Hei, kamu gila ya?" tanya Ivan heran.

"Sudah biarin aja, dia emang gila," jawab Andre sambil mendorong Ivan agar tetap jalan.

***

Seorang perempuan tersenyum sambil memandang handphone miliknya. Kabar yang ia buat sudah menyebar ke seluruh sekolah, bahkan ke sekolah lain.

"Gue dari dulu emang gak suka sama lo, Lesya. Kenapa? Karena lo selalu jadi kesayangan guru," ujar orang itu.

"Pinter banget ya gue buat isu kalau Lesya itu Adira," ujarnya lagi lalu tertawa.

"Tek...tek...tek..." sebuah ketukan terdengar dari jendela. Orang itu menoleh. Terdapat debuah tangan mengetuk dengan meninggalkan beberapa tetes darah di jendela membuatnya berlari menutup gorden jendela lalu berlari menjauh.

"Ting," sebuah pesan masuk di handphone miliknya. Ia membuka pesan dengan nomor tak dikenal. nomor aneh dengan angka +62-555-555

Pesan itu mengirimi foto jendela wanita itu dari arah luar. "Ting," terdengar suara pesan lagi yang membuat wanita itu terdiam ketakutan.

+62-555-555

Hai dek, aku Adira. Katanya kamu mau main sama kakak. Sini, aku sudah di depan

***

"Tunggu-tunggu," ujar Julian yang membuat mereka semua berhenti berjalan. "Kita ke sini mau cari apa ya?"

"Iya juga ya. Kita ke sini mau cari apa ya?" tanya Lesya yang membuat semuanya menepuk dahi.

"Buku?" tanya Andre.

"Nah itu," ujar Lesya. "Tapi bentuknya kayak apa?"

"Buku-buku ada di lantai 2. Kita naik aja cek satu-persatu," jawab Ivan yang membuat semuanya heran.

"Kamu tau dari mana?" tanya Andre ikut heran.

"Aku dulu waktu kecil sering main ke sini. Karena ortuku orang kaya jadi kita sering menginap di villa," jelas Ivan yang membuat Lesya menatap Ivan kesal. "Kenapa?"

"Kenapa bukan kamu aja yang bayar? Kenapa nyuruh kakakku buat bayarin, hah?" tanya Lesya kesal.

"Ya kan anu," jawab Ivan bingung sambil mengelus tengkuk lehernya.

"Udah ayo cari sebelum terlalu malam," ujar Andre yang dibalas anggukan oleh semuanya.

Mereka menaiki tangga kuno yang masih terbilang kokoh. Walau banyak debu dan dimakan rayap, tapi saat diinjak tidak berbunyi, tanda masih aman untuk dinaiki.

Mereka berpencar mencari buku catatan milik Bu BK. Waktu menunjukkan pukul 22.00. Puluhan buku telah dicek satu-persatu, tapi tidak ditemukan buku catatan yang dicari.

Mereka terduduk di lantai dengan keadaan lelah. Lesya masih sibuk mencari buku itu sampai ke segala sisi. "Les, istirahat dulu," seru Julian dari kejauhan.

"Sebentar lagi," seru Lesya yang sudah ada di pojokan.

Lesya membuka sebuah pintu. Matanya tertuju kepada sebuah buku yang tergeletak di atas meja. Hanya ada satu buku di ruangan itu.

"Aku menemukannya!" seru Lesya yang membuat lainnya berdiri lalu berlari menuju Lesya.

Lesya menujuk sebuah buku yang tergeletak di atas meja. "Emang bener itu bukunya?" tanya Julian tidak yakin. Lesya mengangguk yakin. "Kok sama kayak bukumu?"

Lesya menaikkan satu alisnya lalu melihat kembali buku itu. Buku itu sama persis dengan buku miliknya yang pernah ia kumpul di ruang BK. Tapi buku itu terdapat kotakan yang dikunci.

"Iya mirip. Tapi dikunci," ujar Lesya.

"Ambil aja, besok kita cari kuncinya," ujar Andre.

Lesya mengangguk. Ia berjalan menuju buku itu lalu mengambilnya dengan perlahan. Mereka semua mengamati sekitar. Tidak terjadi apa-apa di ruangan itu.

Mereka berbalik badan untuk keluar dari ruangan. Mata mereka terbelalak saat buku-buku yang tadinya terjajar rapi, kini berterbangan tak karuan di udara.

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang