Hari Pertama Ujian

403 25 2
                                    

"Tok... tok.. tok.. " sebuah ketukan pintu terdengar dari balik pintu. Seorang lelaki masuk ke dalam ruangan dengan membawa beberapa berkas.

"Maaf pak sebelumnya jika menganggu. Saya mau melaporkan ini dari pusat," ujar lelaki itu sambil memberikan berkas ke lelaki di hadapannya.

Orang itu membuka satu persatu berkas dengan wajah serius. Ia menghela nafas dengan berat.

"Jadi mereka akan menutup sekolah ini jika ada yang meninggal lagi?" tanya Pak kepala sekolah memastikan.

Lelaki itu mengangguk. "Sekolah ini tertanda bahaya setelah ada kejadian penusukan dan bunuh diri kemarin."

"Baiklah, besok akan saya umumkan di depan para siswa."

***

"Para siswa-siswi yang saya cintai, ada sebuah laporan dari pusat yang berisikan ancaman jika terjadi lagi korban di sekolah ini," ujar pak kepala sekolah saat upacara bendera sedang dilangsungkan.

Lesya menyimaknya dengan serius. Matahari bersinar terang kali ini dengan dilengkapi oleh hawa panas.

Mata Lesya tiba-tiba menjadi kabur dan berkunang-kunang. Lesya mengedipkan matanya lalu menggelengkannya untuk tetap fokus.

Badannya mulai melemah. Pandangannya semakin tidak jelas. Matanya terpejam. Lesya terjatuh dari posisi berdiri, tapi ia masih bisa mendengar kehebohan di sekitarnya. Sampai akhirnya Lesya pingsan di tempat.

Setengah jam berlalu. Jari-jari tangan Lesya mulai bergerak. Matanya membuka secara perlahan. Butuh waktu beberapa menit untuk bisa sadar sepenuhnya.

"Kamu dah bangun?" tanya seorang perempuan di sebelahnya.

"Aku dimana?" tanya Lesya bingung saat mengamati sekitar yang penuh dengan ranjang dan obat-obatan.

"Kamu tadi pingsan, jadi kamu dibawa ke-UKS," jelas perempuan itu.

"Riana, kamu gak ngerjain ujian?"

"Aku nunggu kamu sadar dulu. Urusan ujian jam pertama biar aku ikut susulan bareng kamu," penjelasan Riana membuat Lesya tersenyum terharu.

"Makasih ya," ucap Lesya.

"Em Lesya, aku minta maaf ya."

Dahi Lesya menyerngit. "Maaf untuk apa?"

"Teh panasmu aku habiskan, hehe," jawab Riana yang membuat Lesya tertawa. "Kamu pucat banget, lagi sakit?"

Lesya menggelengkan kepala. "Aku sehat. Tapi aku gak bisa kena panas matahari terlalu lama."

"Sejak kapan? Dulu padahal kita sering berlarian saat panas-panasnya."

"Sejak kecelakaan menimpaku," jawab Lesya yang membuat Riana terdiam cukup lama.

"Vampir. Kamu bukan vampir, kan?" tanya Riana membuat Lesya terkejut.

"Vampir dari mana? jelas manusia aku itu," protes Lesya.

"Ya kan Vampir takut panas matahari."

"Terserah kamu lah. Aku mau ngerjain ujian," ujar Lesya mulai malas dengan Riana.

Lesya turun dari ranjang UKS lalu berjalan perlahan menuju kelas. Riana terdiam sambil mengamati Lesya dari jauh.

"Huft, ditinggal. Tanpa terimakasih pula. Tapi setidaknya aku dapet teh panas itu dah lumayan," gerutu Riana lalu berjalan menuju kelasnya.

***

"Ndre... Ndre..." panggil Ivan lirih. Andre melirik ke arah Ivan lalu kembali fokus ke kertas ujiannya.

"Andreee..." panggil Ivan lagi mulai gregetan.

"Apa sih?" tanya Andre kesal.

"Jawaban nomor 5 sampai 40 apaan?"

"Eh buset ni anak mau ngerampok kunci jawabanku?" tanya Andre heran.

"Yaudah nomor 5, 7, 12, 25, 39 apaan?"

"Gak ada, hush sana kerjain sendiri," usir Andre.

"Tumben ni anak pelit," guman Ivan.

"Mohon tenang atau soal dan jawaban kalian saya ambil!," ujar guru pengawas membuat Ivan seketika menghela nafas pasrah.

***

"Saya tinggal sebentar ya anak-anak. Ada keperluan mendadak sekarang. Kalian kerjakan sendiri-sendiri, jangan mencontek ya," ujar pengawas lalu berjalan keluar kelas.

"Lesya belum ke sini?" tanya salah satu siswa.

"Kita kunci aja dia di luar biar gak bisa ngerjain ujian," salah satu siswa menyahut.

Vio berjalan menuju pintu lalu menguncinya dari dalam. Ia menghela nafas puas lalu kembali ke tempat duduknya.

"Tok... tok.. tok.." sebuah ketukan pintu terdengar. Semua orang yang di kelas itu menutup mulut agar terlihat seperti ruang kosong.

"Tolong buka," ujar Lesya sambil terus berusaha membuka pintu.

"Ssssttt, jangan ada yang bersuara," ujar Vio lalu fokus pada kertas di hadapannya dan handphone di dalam lacinya.

Suara ketukan pintu berhenti terdengar. Kini hanya suara kipas angin yang berputar.

"Tik.. tik.. tik..." suara ketukan kembali terdengar di jendela, bersamaan dengan bayangan orang membawa pisau.

"Sret... sret... sret..." suara langkah kaki terdengar sangat dekat, membuat suasana di kelas itu menjadi merinding.

Suara kipas angin terdengar semakin kuat. Ada suara-suara konslet dari kipas angin itu.

"Dreeet...." baling-baling kipas angin tiba-tiba terlepad dari badannya. Ia berterbangan dengan kondisi yang masih memutar.

Baling-baling kipas tersebut mengenai leher beberapa siswa sampai akhirnya terjatuh di lantai. Suasana menjadi ricuh karena korban terus saja mengeluarkan darah dari lehernya, sampai akhirnya korban pingsan di tempat.

Mereka mengharuskan membuka pintu agar nyawa temannya dapat terselamatkan. Tapi pintu kelas sulit untuk dibuka, sama seperti saat pintu itu dikunci dari luar.

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang