Mengembalikan Jiwa Riana

462 31 4
                                    

"Gimana ini?" tanya Lesya panik.

"Gak ada cara lain selain..." ucapan Ivan terhenti lalu melirik ke arah Julian dan Lesya. "Lariiiii..." serunya dan langsung lari menjauh.

"Gggrraaaa..." Singa itu mengaum membuat Julian dan Lesya reflek berteriak lalu berlari menyusul Ivan.

Belum sempat mereka jauh dari singa itu, gorila dan ular muncul dari kedua pintu ikut mengejar mereka bertiga.

Mereka lari dengan panik saat singa itu berhasil keluar dan ikut mengejar. Mereka berlari secepat mungkin tapi ular berhasil mendahului langkah mereka lalu mencegat dengan terdiam di hadapan mereka.

Ular king kobra besar dengan panjang 2 meter bersiap menyerang mereka bertiga. Sedangkan di belakang mereka sudah ada gorila dan Singa yang menjaga mereka dengan gerakan lambat.

"Garam. Siapa yang punya garam?" tanya Julian panik.

"Gak ada yang bawa garam," jawab Lesya.

"Senter handphone!" seru Ivan sambil mengarahkan senter ke arah mata ular itu.

"Emang bisa?" tanya Lesya.

"Semoga bisa. Kalian juga bantuin!" Mereka bertiga mengarahkan lampu senternya ke mata ular itu. Ular itu bergerak tak karuan lalu pergi menyusul gorila dan Singa yang jauh di belakang.

Mereka melanjutkan lari ke arah tangga yang sebentar lagi akan mereka naiki. "Jangan, jangan dulu!" seru Lesya saat tangga itu perlahan naik ke atas.

Mereka mempercepat larinya lalu melompat ke arah tangga. Sayangnya Julian terpeleset dan tak bisa menjaga keseimbangannya hingga hampir terjatuh.

Dengan sigap Ivan memegang tangan julian lalu menariknya ke atas. Tangga naik dengan sempurna dan kembali menjadi lantai.

Nafas mereka terengah-engah saat berhasil keluar dari ruang bawah tanah yang menyeramkan. Mereka duduk sejenak untuk menghilangkan lelahnya.

"Lu kenapa malah ninggal? Kita hampir mati di bawah tau gak!" protes Ivan kepada Andre dan Riana yang duduk tak jauh dari mereka.

"Lu juga gak tau, kan? Riana hampir hilang gara-gara cermin sialan ini!" ujar Andre emosi.

"Hampir hilang?" tanya Lesya bingung.

"Ni cermin hampir ngehisap tubuh Riana. Untungnya masih sempat ketolong. Tapi Riana sekarang jadi diam sejak tadi. Tatapannya juga kosong," jelas Andre. "Gue sadarin juga gak bisa."

"Biar aku cek," ujar Lesya. Ia menyentuh tangan Riana sambil mencoba untuk fokus. Ia melepaskan tangan Riana lalu beranjak berdiri.

"Jiwa Riana terserap oleh cermin itu," jelas Lesya yang membuat semuanya terkejut. "Aku akan kesana untuk menyelamatkannya."

"Gimana kalau kamu gak kembali lagi?" tanya Julian khawatir.

"Aku pasti kembali," ujar Lesya menyakinkan Julian.

"Hati-hati ya Les," ujar Andre.

"Kami tunggu kamu di sini," ujar Ivan.

"Makasih semuanya. Aku pergi sebentar ya," pamit Lesya lalu masuk ke dalam cermin itu.

Rasa khawatir mulai menyelimuti mereka saat 45 menit Lesya belum kembali juga. Cermin itu bergerak sendiri lalu muncul sebuah tangan dan kepala Lesya.

"Tolong tarik!" seru Lesya panik sekaligus ketakutan. Beberapa temannya menarik tangan dan tubuh dengan susah payah.

Saat Lesya sudah keluar dan hanya tinggal kaki yang masih di dalam, tiba-tiba muncul sebuah tangan hitam dengan kuku panjang menarik tubuh Lesya ke dalam.

"Tangan apa itu?" tanya Ivan sedikit takut.

"Tolongin aku dulu nanti aku ceritain! Aww!" pekik Lesya saat kakinya di cengkram oleh kuku tangan hitam.

Lesya dan ketiga temannya bernafas lega saat Lesya sudah keluar dari cermin itu seutuhnya. Lesya memandang cermin itu lalu...

"Brak..Pyarr.." mereka terkejut saat Lesya tiba-tiba menendang pinggiran cermin hingga pecah.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Julian panik. "Kalau kita dimarahin gimana?"

"Cermin itu berbahaya, maka harus dihancurkan," ujar Lesya dengan tatapan marah.

"Ah, badanku sakit semua," ujar Riana membuat semua orang menoleh kepadanya. Riana menatap mereka heran. "Kalian kenapa menatapku seperti itu, hah?"

"Kamu siapa?" tanya Andre.

"Apa sih, Riana lah siapa lagi," jawab Riana kesal.

"Oh bener Riana kok Les. Soalnya sifat emosian sama nyebelinnya sama," ujar Andre.

"Apa maksudmu hah?!"

"Udah ayo pulang. Kak Liando pasti di Vila marah-marah," ujar Ivan sambil beranjak dari duduknya.

"Ting," sebuah notifikasi handphone milik Lesya berbunyi. Ia membuka pesan itu lalu raut wajahnya terlihat panik.

"Siapa? Bilang apa?" tanya Julian.

"Dari Kak Liando. Dia bilang 'Kalau 15 menit lagi kalian gak kembali ke Vila, kalian aku tinggal,' gitu," ujar Lesya menirukan gaya bicara kakaknya.

"Paling cuman ancaman," ujar Andre.

"Nggak. Aku kenal betul kakakku. Dia kalau sudah bilang gitu maka akan beneran ia tinggal," elak Lesya.

"Yaudah apa lagi? Ayo pulang!" seru Ivan yang sedikit emosi atau kelelahan.

Semuanya mengambil barang-barang mereka dengan panik lalu keluar dari museum itu. Tak lupa mereka juga mengunci pintu agar tidak ada orang lagi masuk ke museum berbahaya itu.

"Kamu marah, capek, atau cemburu?" tanya Julian sambil merangkul bahu Ivan.

"Capek," jawab Ivan singkat sambil menyingkirkan tangan Julian dari bahunya.

Julian tertawa kecil. "Mulut bisa berbohong, tapi mata tidak bisa. Sabar dulu bro," ujar Julian menepuk bahu Ivan lalu kembali berjalan di samping Lesya.

"Oh ya, kunci yang silver kamu bawa sekaligus bukunya. Aku bawa kunci yang emas," ujar Lrsya kepada Julian.

"Lalu aku harus apa dengan itu buku?" tanya Julian bingung.

"Kamu cek semua isinya. Kalau kamu nemu sebuah petunjuk kasih tau kami," jelas Lesya lagi yang dijawab anggukan oleh Julian.

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang