Rencana Pertama

543 38 4
                                    

"Bu, saya boleh bertanya tidak ya, bu?" tanya Lesya di ruang BK. "Tapi ini agak sensitif."

Bu BK menyerngit bingung. "Mau tanya apa?" tanya Bu BK.

"Siapa Adira?" tanya Lesya yang membuat Bu BK terkejut. "Dari kemarin semua orang memanggilku dengan nama Adira. Saya penasaran kenapa mereka seperti itu," jelas Lesya.

"Maaf Ibu tidak bisa menjawab," jawab Bu BK yang membuat Lesya kecewa.

Lesya memang memiliki rasa penasaran tinggi, terutama untuk hal-hal yang tidak wajar. Bahkan ia pernah meneliti bagaimana cara kerja sebut di dalam tanah.

"Apa saya bisa mencari tahu sendiri?" tanya Lesya mengganti pertanyaannya.

"Bisa," jawab Bu BK yang membuat Lesya sedikit lega. "Kalian bisa mencari tau di sini."

Bu BK memberikan sebuah foto gedung tua. Ia memberikan foto itu dengan tangan bergetar.

"Itu museum kuno yang udah lama sepi pengunjung. Lokasinya di tengah hutan dekat sini," jelas Bu BK dengan nada terputus-putus.

"Semua catatan tentang Adira yang pernah ibu buat ada di sana semua. Tapi hati-hati karena disana ada penjagaan ketat," lanjutnya.

"Penjagaan?" tanya Lesya bingung.

"Intinya, kamu harus berhati-hati," jawab Bu BK yang membuat Lesya heran.

Memang separah apa kasus Adira sampai Bu BK tidak mau menjelaskan, jejak media hilang, bahkan bukti penjelasan kasus itu dijaga ketat di museum.

"Baik bu, terimakasih. Saya permisi dulu," ujar Lesya lalu keluar dari ruangan dan kembali ke kelasnya.

Lesya menyeluarkan handphonenya, memontret foto yang diberikan oleh Bu BK, lalu membuka sebuah grup untuk memberitahu sesuatu.

FRIENDS

Besok kita coba cari tahu di sini. Bu BK gak mau kasih tau apa-apa.

Riana:
Astaga, kok serem?

Besok aku minta Kak Liando buat anterin.

Andre:
Kalian yakin mau kesana? Perasaanku gak enak soalnya.

Ivan:
Iya dong. Kan seru kita jadi kayak deterktif sungguhan.

Julian:
Iya. Aku ikut kalian aja

Ivan:
Lagi pula di dekat sana ada penginapan villa. Kita bisa berangkat sabtu, menginap satu malam di sana, lalu pulang minggu.

Riana:
Biayanya?

Ivan:
Ya suruh bayarin kakaknya Lesya dong. Kan dia orang kaya

Andre:
Gak modal banget lu

Julian:
Kita ditipu oleh kata-kata Ivan sudah meyakinkan kami kalau dia yang mau bayarin.

Iya besok aku suruh Kak Liando bayarin.

Ivan:
Sip

***

Lesya menjelaskan semua kepada Liando. Dari mulai dia dipanggil Adira, sampai semua mengaitkan kejadian Lesya dengan kejadian Adira 5 tahun lalu.

Bahkan Lesya juga mengajak Liando untuk mencari tahu pembunuh Adira yang masih berkeliaran hingga saat ini.

"Kamu yakin mau kesana?" tanya Liando tidak percaya. Lesya mengangguk yakin. "Kamu kan belum sembuh."

"Udah gak parah kok kak," ujar Lesya.

"Sama siapa aja?"

"Julian, Riana, Andre, sama Ivan," jawab Lesya yang membuat Liando menaikkan satu alisnya.

"Itu dua orang siapa lagi?"

"Temen baru."

"Mereka bukan yang membully kamu, kan?" tanya Liando khawatir.

"Bukan kak, mereka malah yang membantuku," jelas Lesya. Liando mengangguk paham.

"Oh ya, kita juga menginap di vila satu malam. Kakak yang bayar."

"Citttt," Liando mengerem mendadak hingga mereka berdua terdorong kedepan.

"Sial, ada orang nyebrang gak liat kanan kiri!" ujar Liando kesal. "Kan rugi kalau sampai mobil ini lecet."

Lesya yang paham arti ucapan kakaknya, langsung menatap Liando memelas. "Cuma sehari kok kak," pinta Lesya.

"Iyaa aku bayarin," ujar Liando pasrah.

***

Seorang lelaki berjalan bolak balik dengan wajah khawatir. Ia takut jika ternyata tawaran untuk kembali ke sekolah itu benar karena ketiga temannya belum juga kembali.

Dia juga berpikir sebaliknya. Bagaimana jika ketiga temannya ditangkap lalu dipaksa untuk mengatakan dimana dirinya berada.

"Gue harus pindah dari sini. Tempat ini udah gak aman," ujarnya takut.

"Ah sial!" serunya sambil menyampar gelas berisi air putih hingga pecah di atas lantai.

Matanya terbelalak saat melihat air putih itu berubah menjadi darah yang tumpah. "Kok bisa?" tanyanya tidak percaya.

Dia segera memunguti pecahan kaca. "Awww," pekiknya saat jarinya terkena pecahan kaca. Setelah selesai ia mengambil tisu untuk mengelap air yang berubah menjadi darah.

Tinggal sedikit ia mengelap, tapi ada beberapa darah yang mengering di lantai. Ia menyalakan lampu lagi untuk melihat lebih jelas. Ia berusaha membersihkannya tapi sulit.

"Huwaaaaa," teriak orang itu sambil mundur beberapa langkah dengan wajah ketakutan. Ia tidak berani melihat bekas darah itu yang membentuk tulisan, "Hai Pembunuh."

"Gak mungkin! Lo masih hidup. Gak mungkin lo gentayangin gue!" serunya ketakutan.

Lampu seketika menyala mati secara berulang-ulang. Dia bertambah takut terlebih lagi disana hanya ada dia seorang.

"Lo itu belum mati! Jangan main-main!" serunya marah bercampur takut.

Lampu mati menyala semakin cepat. Gorden tiba-tiba terbuka. Dan seketika lampu mati menjadi gelap gulita.

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang