Lesya?

1K 67 3
                                    

Julian duduk terdiam di atas kasurnya. Ia memeluk guling yang telah basah oleh air matanya. Bahkan berita telah tersebar di media sosial.

Sekolah ditutup sementara waktu. Para siswa belajar secara online. Banyak orang tak dikenalnya tiba-tiba mengirim pesan hujatan. Entah, mungkin mereka mengira Julian yang membunuh Lesya.

"Ceklek," sebuah gagang pintu terbuka. Terlihat seorang perempuan paruh baya dengan tatapan sayu.

Dia berjalan mendekati Julian lalu duduk di sampingnya. Tangannya mengelus lembut kepala Julian.

"Aku gagal," ucap Julian dengan suara serak.

"Hei, musibah gak ada yang tau. kematian juga gak ada yang tau, kan? Walaupun diri kita sendiri, semua rahasia," jelas wanita itu yang membuat air mata Julian semakin deras.

"Semua orang menyalahkanku, bu," ujar Julian sedih.

Ibu Julian menghela nafas pelan. "Kalau kamu memang tidak bersalah, maka jangan pernah takut. Walau hukum juga menunjuk kamu bersalah, tapi Tuhan tau apa yang sebenarnya terjadi."

Julian mengangguk paham. Dia menatap tas dan handphone Lesya yang tertinggal di sekolah, kini ia bawa pulang ke rumah. "Besok aku mau pergi dulu."

"Mau kemana?" tanya Ibunya.

"Mau mengembalikan barang-barang Lesya," jawabku.

"Lalu bagaimana dengan orang-orang yang menghujatmu?"

"Aku tidak akan mengurusi orang-orang seperti mereka," jawabku yakin.

Ibu Julian mengangguk lalu bangkit dan berjalan ke pintu kamar. "Jangan gegabah intinya," ujarnya lalu berjalan keluar, kembali menutup pintu kamar.

Tangan Julian meraih handphone milik Lesya. Ia membuka handphone yang tidak di sandi oleh pemiliknya. Ia membuka pesan-pesan sebelum kejadian.

Ia terkejut dan ketakutan saat membaca sebagian isi pesan itu adalah ancaman untuk Lesya. Dan ternyata dia sering menulis kejadian untuk menegakkan keadilan. Tapi kini dia hanyalah tinggal sebuah nama.

***

"Tok...Tok...Tok..." Julian mengetuk pintu bermotif mewah. "Permisi," serunya.

"Iya, sebentar..." ujar seorang wanita dari dalam rumah.

Julian menunggu di depan pintu dengan kaki yang terus bergerak karena grogi. "Ceklek." Dia mendongak kembali melihat seseorang yang membukakan pintu.

Dia terkejut, heran, sekaligus tidak percaya. Mulutnya ternganga, bahkan matanya tak berkedip sama sekali.

"Ada apa?" tanya wanita itu yang menyadarkan Julian.

"Em anu, aku mau mengembalikan tas sama handphonemu," ujar Julian. Dia menyerahkan tas dan handphone Lesya dengan tangan bergetar.

"Kamu kenapa? Kok grogi itu?" tanya wanita itu heran.

"Ini Lesya?" tanya Julian memastikan. Wanita itu menjawab dengan anggukan. "Kamu udah sadar?"

"Memangnya aku kenapa?" tanya Lesya bingung.

"Kamu manusia?" tanya Julian mulai berbelok.

"Iya manusia lah. Kamu kira apa?" tanya Lesya kesal sambil menaruh tasnya di lantai dengan kuat.

"Semua orang menuduhku, aku yang telah membunuhmu," ujar Julian sedih. Dia menunjukkan pesan-pesan hujatan kepada Lesya.

"Orang gak punya akal pasti akan menghujat tanpa tau sebenarnya. Biarin aja. Lagi pula kamu lihat sendiri, kan? Aku sehat," jelas Lesya yang dijawab anggukan oleh Julian.

"Ini sangat aneh," guman Julian heran.

"Aneh gimana?" tanya Lesya mendengar gumanan Julian.

"Ah tidak apa-apa," Julian seketika menjadi salah tingkah. "Itu kucingmu?" Julian menunjuk ke dalam. Ada seekor kucing jenis anggora berwarna putih abu-abu.

Lesya menengok ke dalam lalu mengambil kucing itu. "Namanya Cilo," ujar Lesya lalu memberikannya ke Julian.

"Hai Cilo, peliharaan Lesya," sapa Julian yang membuat Lesya tertawa kecil.

"Grrrr," entah mengapa setiap Lesya ingin mengambilnya, kucing itu selalu menggerang dan memasang wajah marah.

Kucing itu melompat dari gendonganku lalu berlari menuju tempat semula. "Dia memang sering marah kalau sama aku. Beda kalau sama kak Liando," jelas Lesya.

Aku mengangguk paham, tapi ini sedikit aneh. Bagaimana kucing itu bisa marah dengan pemiliknya, lalu memilih bermain sendiri di dalam.

"Kalau gitu aku pulang dulu ya," pamit Julian.

"Makasih ya udah dianter," ujar Lesya.

Julian melambaikan tangannya ke arah Lesya yang juga dibalas oleh lambaian tangan dari Lesya. Julian menghela nafas kasar.

Dia heran bagaimana Lesya bisa dirumah sedangkan kemarin dia dipastikan meninggal. Bahkan kucing miliknya saja lebih memilih bermain sendiri.

"Tinnn.." sebuah klakson motor mengagetkan Julian. Motor yang tidak asing mendekat ke arah Julian. Orang itu membuka kaca helmnya lalu mematikan mesin motornya.

"Ngapain di sini?" tanya Liando.

"Mengembalikan tas sama handphone Lesya," jawab Julian sambil memakai helm miliknya.

"Udah ketemu Lesya?"

"Udah kak."

"Dia sudah pulih karena donor darah dariku dan kamu. Makasih ya," ujar Liando yang membuat Julian semakin bingung.

"Jangan-jangan kejadian kemarin hanya prank," batin Julian.

"Sama-sama kak. Aku pulang dulu ya," pamit Julian lalu menyalakan mesin motorku dan pergi.

***

Masih berputar di pikiran Julian tentang Lesya yang ku temui hari ini. Bagaimana bisa dia ada di rumah dengan keadaan sehat, sedangkan kemarin saja dia dinyatakan meninggal?

"Ini gak masuk akal," guman Julian.

Julian bergegas keluar kamar mencari sosok ibunya yang sedang memasak di dapur. Ia duduk di kursi dapur sambil memakan beberapa buah yang ada di meja.

"Eh itu mau dimasak!" ujar Ibu Julian kesal sambil mengambil buah itu lalu menjauhkannya dari Julian.

"Bu, masuk akal gak menurutmu. Kemarin Lesya dinyatakan meninggal dengan luka yang parah. Tadi aku melihat dia hidup dan baik-baik saja seperti tidak terjadi apa-apa," jelas Julian yang masih menampakkan keheranannya.

"Masuk akal," jawab ibu Julian yang membuat Julian mengangkat satu alisnya.

"Alasannya?"

"Pertama, dia bisa saja mati suri. Kedua, dia mungkin telah mendapat perawatan ketat hingga dia cepat sembuh. Ketiga, terlihat baik-baik saja bukan berarti tidak sakit, bukan begitu?"

Julian mencoba menyerap perkataan Ibunya yang masuk akal. Bisa saja setelah ia pulang, dia mati suri, mendapat perawatan terbaik, lalu mencoba menutupi semua sakitnya waktu aku mengetok pintu.

"Kalau kucing yang marah dengan majikannya sendiri lalu memilih bermain sendiri?" tanyaku lagi.

"Kamu gak inget kucing yang kita pelihara dulu? Dia juga suka menyakar ayahmu hingga luka, sedangkan dia juga suka bermain sendiri," jawab Ibunya sambil memotong sayuran.

"Makasih bu jawabannya," ujar Julian lalu kembali masuk ke dalam kamarnya.

Ibu Julian menengok heran dengan perilaku anaknya. Secara, jarang sekali Julian bertanya kepada ibunya dan lebih memilih mencari jawaban sendiri.

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang