Tertangkap

505 31 13
                                    

Riana mengamati Lesya yang sibuk menata tempat tidurnya. Ia menghela nafas lalu mengambil handphone yang ada di meja.

"Kamu mau tidur dulu, Les?" tanya Riana sambil mengamati handphon yang tak ada notifikasi.

"Iya. Aku capek," jawab Lesya lalu berbaring di kasur. "Kamu gak tidur?"

"Nanti aja," jawab Riana.

"Ting," sebuah notifikasi muncul di handphone Riana.

Adek

O Memuat foto

Kak, orang yang kakak cari ada di rumah sekarang. (Jangan balas pesan)

Riana mengamati foto itu dengan detail. Ada foto Dio dan Nanda yang sedang duduk di ruang tamu.

"Les, coba liat ini," ujar Riana lalu menoleh ke arah Lesya yang telah tertidur pulas. "Yaelah dah tidur aja ni orang."

Friend

Riana:
Guys, kalau aku gak berangkat sekolah berarti nyawaku dalam bahaya.

Riana mengambil jaket miliknya lalu memakainya. Ia juga membawa sebilah pisau tekuk untuk perlindungan.

Dengan jalan mengendap-endap, Riana berhasil keluar dari rumah Lesya. Ia segera memesan taksi yang akan mengantarkannya ke rumah.

Beberapa menit berlalu. Riana berdiri di depan rumahnya dengan perasaan tidak enak. Tangannya berniat mengetuk pintu tapi ia urungkan.

Ia menghela nafas lalu meyakinkan dirinya kalau ia akan baik-baik saja. "Tok.. tok.. tok.." Riana memberanikan diri untuk mengetuk pintu.

"Cekrek," seseorang membuka pintu. Ia menatap Riana lalu memeluknya dengan erat. "Kak aku kangen," ujar adik Riana.

"Kakak juga," ujar Riana membalas pelukannya. "Oh ya, di dalam masih?" tanya Riana memelankan suaranya agar tak terdengar dari dalam.

"Masih. Ternyata mereka saudara kita," ujar adik Riana yang membuat Riana terkejut tak percaya. Bisa-bisanya ia memiliki saudara seorang pembunuh.

Riana menelepon seseorang. Belum sempat teleponnya tersambung, seseorang menyambar handphone Riana dengan tangannya. Mata Riana membulat, ia menelan ludah dengan susah payah.

Orang itu menatap tajam ke arah Riana lalu menarik tangan Riana dengan paksa untuk masuk ke dalam rumah. Adik Riana mencoba melepaskan Riana dari orang itu tapi kalah kuat.

"Lepasin!" seru Riana dengan memberontak mencoba lepas dari cengkraman orang itu.

***

"Ting.." sebuah notifikasi berbunyi membuat Andre yang hampir terlelap menjadi bangun. Tangannya meraih handphone tersebut lalu membaca notifikasi.

Matanya melebar saat membaca notifikasi dari Riana beberapa menit yang lalu. Ia menelepon Riana tapi tidak ada jawaban. Ia lalu mencari kontak Ivan lalu meneleponnya.

"Halo, ada apa?" tanya Ivan setengah sadar.

"Riana dalam bahaya," ujar Andre sedikit panik.

"Bahaya gimana?" tanya Ivan spontan membuat kantuknya hilang.

"Coba cek notifikasi terakhir darinya. Aku coba telpon nomornya tapi mati."

"Kita harus cari dia kemana malam-malam begini?"

"Lapor polisi?"

"Dia baru hilang beberapa menit. Polisi tidak mau mencari sebelum 24 jam."

Andre terdiam cukup lama. "Halo? Kau masih disana?" tanya Ivan memastikan. "Aku coba cek lokasi terakhirnya."

***

Di ruangan gelap, pengap, dan banyak debu. Disitulah Riana berada, dengan tangan terikat dan mulut terbungkam.

Ia mencoba meronta untuk lepas tapi sia-sia. Ikatan yang mengikatnya terlalu kuat jika dibandingkan dengan tenaganya.

"Jangan sampai temanmu menangkap kami karenamu," ujar Nanda dengan tatapan serius.

"Anak nakal, sudah sepantasnya ia disini," ujar ayah dari Riana.

Riana terdiam. Hatinya sakit saat mendengar ayah kandungnya berkata seperti itu. Tak terasa setetes air mata jatuh membasahi pakaiannya.

"Kita tinggalkan dia di sini bersama para tikus," ujar Nanda lalu menutup pintu gudang dengan keras.

Air mata Riana mengalir deras saat dirinya ditinggal di ruangan gelap dengan kondisi seperti itu. Ia tak menyangka orang yang ia tolong lima tahun lalu bisa berbuat seperti itu kepadanya.

Flashback On

"Dok.. dok.. dok.." ketukan pintu dengan keras terdengar hingga ke dapur. Seorang perempuan berjalan ke arah pintu dengan penasaran siapa yang mengetuk pintu dengan keras.

"Tantee..." seru seorang gadis lalu memeluk perempuan itu dengan erat. "Tolong bantu aku."

"Ada apa?"

"Ada orang yang mengejarku. Tolong rahasiakan aku!" ujar gadis itu dengan panik lalu menutup pintu.

"Itu siapa, Bu?" tanya Riana.

"Sepupumu, namanya Nanda," jawab ibu Riana. Ia mempersilahkan Nanda untuk duduk dan bercerita semuanya.

Ibu Riana tak percaya saat tau jika keponakannya telah membunuh seseorang.

"Tolong rahasiakan aku." Dengan wajah lugu dan kasihan, Nanda meminta untuk merahasiakannya sampai tak ada orang yang mengenalinya.

Bahkan Nanda tak segan-segan membayar berapapun untuk tutup mulut. "Maaf, kamu salah maka kamu harus bertanggung jawab. Aku gak mau membantu seorang pembunuh," ujar Ibu Riana.

"Apa yang kau ucapkan?" Tiba-tiba ayah Riana datang dan menerima uang itu dengan syarat melindungi Nanda. "Jangan sia-siakan kesempatan," lanjutnya. Mau tidak mau Riana dan Ibunya harus melakukan hal yang sama.

Flashback Off

"Seharusnya sejak awal aku sudah melaporkannya ke polisi," batin Riana sedih.

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang