Jejak Media

387 26 0
                                    

"Ninu...ninu..ninu.." suara siren ambulan terdengar sampai ujung sekolah. Korban yang terkena baling-baling kipas angin langsung dilarikan ke rumah sakit.

Banyak bekas tetesan darah di lantai, dan juga di pakaian para siswa yang menolongnya. Suasana menjadi ricuh saat kelas-kelas lain keluar untuk menyaksikan tragedi tersebut dan meninggalkan ujian yang sedang mereka kerjakan.

"Ini semua salah lo!" seru Vio kepada Lesya.

"Kok aku? Salahku apa?" tanya Lesya heran.

"Lo sengaja biar para guru membela lo yang gak bisa ngerjain ujian karena dikunci, kan?"

"Apa maksudmu? Ini bukan salahku! Lagi pula kenapa kalian mengunci pintu dari dalam? Biar aku gak bisa kerjain ujian," kan?" protes Lesya.

"Kalian ini bisa diam tidak?! Teman kalian dapat musibah kalian malah ribut sendiri!" seru salah satu guru melerai Vio dan Lesya.

Mereka terdiam cukup lama, mengamati teman mereka yang masih tak sadarkan diri dimasukkan ke mobil ambulan.

"Apa yang terjadi Ndre? Lu tau?" tanya Ivan sambil mengamati ambulan dari lantai 3.

"Ada yang sengaja melakukan itu," jawab Andre dengan wajah serius.

"Oh ya? Kamu tau siapa orangnya?" tanya Ivan penasaran.

"Tau."

"Siapa?"

"Biar waktu yang akan mengungkap," ujar Andre membuat Ivan kesal. Andre melihat ke bawah seakan tau sejak lama jika hal ini akan terjadi.

Semenjak kejadian itu, isu tentang Lesya dan Adira tersebar ke segala penjuru. Lesya dikabarkan kerasukan arwah Adira yang ingin balas dendam dengan membunuh para siswa di sekolahnya.

***

Julian meraih handphone miliknya yang ada di atas meja belajar. Ia membuka pencarian dengan wajah serius. Buku-buku pelajaran yang berserakan tidak ia hiraukan.

Matanya terus menyelusuri dengan detail setiap pencarian yang muncul. Julian menghela nafas kesal. Berita isu tentang Lesya telah tersebar, bahkan menjadi trending topik.

"Gak bis dihapus," ujar Julian kesal. Memang jejak media akan sulit hilang, bahkan tidak bisa hilang.

Julian mengetik kode lain dan pencarian pun muncul. Ia menelusuri semua web tapi tetap kosong. "Kenapa berita Adira beneran gak ada?" Julian bertanya-tanya.

Dia mencurigai jika pembunuh Adira adalah saudari Dio. Julian sibuk mencari barang bukti untuk bisa menangkap pembunuh Adira, juga membersihkan nama baik Lesya.

"Tok.. tok.. tok.." sebuah suara ketukan pintu membuat Julian menghentikan pencariannya. Ia segera turun ke bawah untuk membukakan pintu.

Begitu pintu dibuka, sosok perempuan langsung berlari dan memeluk Julian dengan kencang. Wajahnya terlihat bahwa ia habis menangis.

"Hei, Lesya kenapa?" tanya Julian dengan badan gemetaran. Baru kali ini Julian merasakan dipeluk oleh perempuan selain ibunya.

"Semua orang menyalahkanku," jawab Lesya sedih.

"Aku tau ini berat bagimu. Bukan kamu kan pelakunya?" tanya Julian mencoba menenangkan Lesya dan juga dirinya. Lesya mengangguk. "Kalau kamu gak salah, jangan takut."

Lesya semakin mengeratkan pelukannya. Wajahnya ia tenggelamkan di dada Julian, membuat baju Julian basah karena air mata Lesya.

"hei, jangan nangis terus," ujar Julian sambil memegang kedua pipi Lesya. Ia menatap Lesya syahdu, lalu menghela nafas. "Mau minum teh?"

"Terserah," jawab Lesya yang membuat Julian bingung.

"Oke. Aku anggap itu jawaban iya," ujar Julian lalu berjalan menuju dapur, diikuti Lesya sambil menghapus air matanya.

"Ngomong-ngomong, tau rumahku darimana?"

"Kan Kak Liando pernah nganter kamu," jawab Lesya dengan nada yang masih sedikit serak.

"Oh iya juga. Pikun banget aku sekarang," ujar Julian sambil menyalakan kompor yang diatasnya telah ada panci berisikan air.

"Ibumu kemana?" tanya Lesya yang sejak tadi mencari sosok seseorang disana.

"Baru belanja."

Suasana menjadi hening, hanya terdengar suara air dan api. Lesya berjalan keluar rumah Julian lalu menghampiri beberapa bunga yang sengaja di tanam oleh Ibu Julian. "Cantik," puji Lesya sambil tersenyum.

"Lesya," panggil Julian di depan pintu. Lesya menoleh lalu berjalan menuju Julian dengan bingung.

Julian menatap Lesya serius. "Berita tentangmu tersebar luas. Bagaimana denganmu?" tanya Julian meminta pendapat Lesya.

"Yaudah gapapa. Biarin aja."

"Tapi jejak media tidak bisa hilang. Kebalikan dengan jejak media Adira yang hilang."

"Kau tau dunia ini hanya permainan?" tanya Lesya. Julian menyimak ucapan Lesya. "Siapa yang punya jabatan dan level tinggi, dia yang menang di segala kondisi." lanjut Lesya.

Julian mengangguk setuju. Ia tersadar sesuatu yang membuatnya berlari ke dapur. "Tehnya gosong," seru Julian dari dalam.

"Mana bisa teh gosong," seru Lesya balik.

***

Andre duduk di ruang tamu rumahnya. Tatapannya menatap depan, terlihat seperti banyak pikiran. Ia menghela nafas berat.

Tangannya meraih handphone yang ada di atas meja. Ia mengetik sesuatu lalu menelepon seseorang.

"Riana, bisa kita ketemu besok minggu?" tanya Andre.

"Oh bisa. Dimana?" tanya Riana dari sebrang.

"Cafe kemarin, jangan ajak Ivan," jawab Andre lalu menutup teleponnya sebelum selesai.

"Huft," Andre menyandarkan punggung dan kepalanya di sofa. Entah apa yang sedang ada dipikirannya hingga ia terlihat tak bersemangat.

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang