"Lesya, badanku sakit semua ini gara-gara kena buku-buku terbang yang melayang," ujar Riana bangkit dari kasurnya sambil memegangi beberapa tubuhnya yang terkena lemparan buku.
"Lesya kamu dah tidur?" tanya Riana lalu menoleh ke arah sebelahnya. Kosong.
"Lesya kemana?" tanya Riana bingung. Ia bangkit dari kasurnya, mengecek setiap sudut ruangan, tapi nihil. Lesya tidak ditemukan.
"Kamu kemana sih!" ujar Riana mulai kesal.
"Mungkin lagi di tempat kakaknya," Riana mencoba untuk berpikir positif lalu kembali ke tempat tidurnya.
"Tok..tok..tok.." sebuah ketukan pintu terdengar. Seorang lelaki membuka matanya lalu mengubah posisinya menjadi duduk.
"Tok..tok..tok.." sebuah ketukan terdengar lebih keras.
"Siapa sih yang ketuk pintu malem-malem," ujarnya sambil bangkit dari kasur untuk membukakan pintu.
"Kamu tau gak ini jam berapa?!" tanyanya dengan nada emosi kepada seseorang di depannya.
"Maaf, aku hanya mau mengembalikan pisau milikmu," jawab orang itu dengan nada yang tidak asing di telinga lelaki itu.
Ia memandang pisau penuh darah yang masih belum ia terima. Pandangannya naik ke wajah orang itu.
"Aaaa," teriak orang itu setelah melihat wajah orang itu. "Lesya, ngapain lo ke sini? Dari mana lo tau tempat ini?" tanya orang itu dengan badan gemetaran.
"Namaku Lesya, orang yang telah kau bunuh dengan pisau. Dan aku ingin mengenbalikan pisaumu," jelas Lesya dengan tatapan kosong.
"Ngebunuh? Lo itu belum mati!"
Tubuh Lesya menghilang. Lelaki itu bisa sedikit tenang. Tapi tiba-tiba pisau muncul dari sebelah lehernya lalu mengarahkannya ke depan wajah lelaki itu.
Dia menahan nafas saat melihat pisau penuh darah berada tepat di depan matanya. Ia bingung harus apa. Mundur ada Lesya, maju sda pisau.
"Sekarang lo percaya kan kalau lo udah bunuh gue," ujar Lesya tepat di telinga lelaki itu yang membuatnya merinding.
"Iya, maaf," ucap lelaki itu. Ia merasa sesak, bahkan ia tidak bisa menelan air ludahnya sendiri juga menahan nafas tanpa ia sengaja.
"Apakah kata maaf darimu bisa mengembalikan nyawaku, hah?" tanya Lesya dengan nada marah.
Lesya seketika menghilang bersama pisau yang ia genggam. Badan lelaki itu seketika lemas. Ia hampir saja pingsan karena ketakutan.
"Sial lo Lesya!"
***
Langit mulai cerah, tanda matahari mulai beranjak ke atas. Mereka berlima kembali ke dalam museum untuk mencari sebuah kunci untuk membuka sebuah buku.
Waktu telah menunjukkan pukul 14.00. Mereka duduk di lantai dengan raut wajah lelah dan kesal.
"Dah berapa jam kita cari?" tanya Riana.
"Dari jam 8, sekarang jam 2 siang. Sudah 6 jam kita cari," jelas Andre yang membuat semuanya menghela nafas kasar.
"Aaa, capek.." keluh Riana.
"Oh iya, Riana," panggil Andre.
"Apa?" tanya Riana sambil menatap Andre waswas.
"Gimana kabar handphoneku?" tanya Andre yang membuat wajah Riana datar.
"Handphone terus yang kamu pikirin. Ini aku dah capek banget tau gak," ujar Riana sedikit kesal.
"Jangan bilang kamu lupa sama tanggung jawabmu," ujar Andre dengan tatapan tajam.
"Iya aku gak lupa," ujar Riana.
"Ayo makan dulu, nanti ke sini lagi," ujar Lesya lalu bangkit dari duduknya.
"Ayo, dari tadi perutku udah menjerit karena lapar dan hatiku menjerit karena liat Riana sama Andre mesra," sindir Ivan cemberut.
"Mesra apanya!" protes Andre dan Riana secara bersamaan.
Mereka berjalan keluar menuju villa untuk menyantap makanan siang mereka. Di sana telah ada Liando yang menunggu mereka denga bosan.
"Aku pulang," ujar Lesya lalu duduk di meja makan setelah cuci tangan. Disusul dengan empat orang temannya.
"Lama banget sih," ujar Liando kesal.
"Ya maaf kak, kita pusing, capek juga. Segala sisi udah kami cek tapi gak ada," jelas Lesya.
"Heem, harusnya kunci itu ada disana. Tapi nyatanya gak ada," imbuh Julian.
"Kalian kemarin ketemu bukunya dimana?" tanya Liando.
"Di salah satu ruangan," jawab Lesya.
"Berarti kuncinya juga harus ada di suatu ruangan," ujar Liando yang membuat mereka bingung.
"Tapi kami sudah cek gak ada," ujar Riana.
"Di semua ruangan?" tanya Liando tidak percaya.
"Iya," jawab mereka semua secara bersamaan yang mengejutkan Liando.
"Makan dulu, nanti kalian lanjutkan pencarian. Oh iya kalian harus pulang sebelum jam 10 malam. Malam ini kita harus sudah pulang ke rumah masing-masing," jelas Liando.
"Siap bos," ujar Lesya lalu cekikian.
Setelah selesai mereka kembali ke museum untuk meneruskan pencarian.
"Bruk," Riana tersandung hingga jatuh di atas lantai. "Siapa sih yang naruh cermin di sini?!" tanya Riana kesal lalu berdiri.
"Kan udah dari kemarin cerminnya ada disitu," Jawab Andre.
"Ya jangan di depan pintu masuk juga."
"Buktinya kemarin kita tidak kesandung, kan?" tanya Andre yang dijawab anggukan oleh semuanya kecuali Riana.
"Udah lah, ayo kita pindahkan saja," usul Julian lalu memegang kaki cermin itu.
"Ayo. Aku takut Riana makin sewot," ujar Ivan sambil mendekati cermin itu, membantu Julian untuk mengangkat.
"Krek," sebuah suara terdengar membuat mereka berdua melepaskan pegangannya pada kaki cermin.
"Dddrrrr," sebuah tangga menuju bawah tanah terbuka, membuat semua orang ternganga. Ivan dan Julian menurunkan cermin itu lalu ikut mengamati tangga yang muncul.
"Luar biasa, bagaimana bisa?" tanya Andre kagum.
"Sekarang siapa yang mau turun duluan?" tanya Lesya. Reflek semua orang menunjuk ke arah Riana membuatnya terkejut.
"Kenapa aku lagi?!" protes Riana saat tiba-tiba semua temannya menunjuk ke arahnya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M BACK
HorrorSemua teror dan kekacauan ini, berawal dari kecelakaan seorang siswi bernama Lesya. Sebelumnya dia dinyatakan meninggal tetapi tiba-tiba detak jantungnya berdetak kembali. Tapi semenjak itu, banyak sekali teror yang ada di SMA ini bahkan sudah banya...