"Brak.." Ivan terkejut saat ada seseorang yang menutup gerbang rumahnya dengan kasar. Ia segera berlari keluar rumah dengan marah.
Seorang perempuan dengan wajah kebingungan dan panik berlari mendekat ke arah Ivan. Ivan terkejut saat perempuan itu memeluknya dengan erat.
"Hei, ada apa?" tanya Ivan heran.
"Tolong, sembunyikan aku. Ayahku hampir membawaku pergi dari sini," jelas perempuan itu dengan panik.
"Van, bukumu kamu taruh dimana?" tanya Andre muncul dari belakang. Matanya menatap Riana yang memeluk Ivan dengan raut wajah ketakutan.
Raut wajah Andre yang awalnya ceria kini berubah menjadi musam. Dia mengamati mereka cukup lama lalu menaruh buku satunya di atas meja tamu.
"Riana?" tanya Andre tidak percaya.
"Ayo masuk aja, sembunyi di dalam," ujar Ivan lalu mengunci pintunya. Riana segera mencari tempat persembunyian yang aman.
"Dia kenapa?" tanya Andre heran.
"Ceritanya nanti. Kita harus jaga Riana untuk saat ini," jawab Ivan ikutan panik.
"Tok... tok... tok..." sebuah ketukan pintu mengagetkan mereka.
"Biar aku yang menangani," ujar Andre mencoba tetap santai.
"Maaf, anda siapa ya? Ada keperluan apa?" tanya Andre dengan nada seolah tidak terjadi apa-apa.
"Kamu lihat anak perempuan seumuranmu ke sini gak?" tanya orang itu bingung.
Andre menggelengkan kepala. "Maaf saya tidak lihat," jawab Andre.
"Oke," ucap orang itu lalu berbalik badan. "Sial anak itu, sudah mulai berani sekarang. Awas saja kalau dia pulang nanti!" samar-samar Andre masih mendengar orang itu menggerutu.
Andre kembali menutup pintu lalu memanggil Ivan dan Riana. "Ada masalah apa sih?" tanya Andre sedikit emosi.
"Aku..." Baru sepatah kata Riana berbicara, ia menghentikan pembicaraan. Ia menggelengkan kepalanya, "gapapa kok," ujarnya.
"Kamu ini buat kami panik aja," ujar Ivan lalu menghela nafas lega.
"Datang-datang langsung peluk lagi," guman Andre.
"Kamu cemburu?" tanya Riana yang membuat Andre salah tingkah.
"Mana ada aku cemburu sama cewek kayak kamu yang udah jatuhin handphoneku dari lantai tiga," Andre mengelak lalu berusaha untuk tetap santai.
"Dibahas lagi, hadeh," guman Riana.
"Oh ya, handphoneku udah diservis?" tanya Andre yang membuat Riana meringis lalu menggelengkan kepala. Ivan tertawa geli melihat mereka berdua.
***
"Loh, bukannya ini villa yang kita tempati kemarin?" tanya Riana bingung.
Sebuah alamat dari anak buah Dio mengarahkan mereka ke Vila yang pernah ditempati saat mencari buku diary.
"Iya. Tapi kenapa anak buah Dio memberikan alamat ini? Mereka serius atau mau mempermainkan kami?" tanya Ivan.
"Sepertinya alamatnya benar. Coba kita cari tau dari nomornya," ujar Andre sambil membaca ulang alamat lengkapnya. "Nomor 17."
"Kita cek aja disana," usul Julian yang dijawab anggukan.
"Ceklek," Julian membuka pintu yang tidak terkunci. Julian menatap teman-temannya dengan heran.
"Aneh, seharusnya pintu itu dikunci," ujar Riana.
"Apa mereka sengaja menipu kita?" tebak Ivan dengan sedikit kesal.
"Kita masuk dulu, cek ada apa di dalam," ujar Andre lalu berjalan masuk ke dalam villa.
Barang-barang saling berceceran di dalam. Banyak kardus kosong dan sampah yang belum dibereskan.
"Villa yang sangat berantakan," guman Riana.
"Lihat, ada bercak darah di sana!" ujar Julian sambil menunjuk ke arah lantai yang ada darah membentuk tulisan "Hai Pembunuh."
"Jangan tunjuk-tunjuk. Pamali," ujar Ivan sambil menurunkan tangan Julian.
"Hah? Emang kenapa?" tanya Julian mulai merinding.
"Oh ya, ini foto yang ada di buku diary, kan?" tanya Riana sambil menunjuk sebuah pajangan foto.
"Udah dibilangin jangan tunjuk-tunjuk kok ngeyel," ujar Ivan kesal. Riana langsung menarik tangannya lalu menatap ke sebuah arah, memastikan tidak ada apa-apa.
"Itu foto orang yang membunuh Adira, kan?" tanya Riana.
"Oh iya bener. Wajahnya mirip dengan yang di foto," ujar Julian.
"Tapi apa hubungannya Dio sama orang itu?" tanya Riana.
"Namanya siapa sih?" tanya Ivan.
"Namanya Adinda Nanda," jawab Julian.
"Tahu dari mana?" tanya Riana bingung.
"Di buku diary milik Adira ada semua nama disana. Mulai dari siapa temannya hingga siapa yang memusuhinya," jelas Julian.
"Ngomong-ngomong, dimana Lesya dan Andre?" tanya Riana.
"Lah bener juga ya. Mereka kemana?" tanya Ivan.
"Entah."
***
"Lesya," panggil Andre menghentikan langkah Lesya.
Lesya menoleh ke arah Andre. "Ada apa? Kenapa kamu mengikutiku?" tanya Lesya bingung.
"Ini semua kamu yang buat, kan?" tebak Andre.
"Em, yang mana?"
"Semua kerusakan dan bercak darah di villa ini."
"Apa yang kamu maksud?" tanya Lesya mencoba memahaminya.
"Jangan pura-pura lugu kamu."
"Aku gak paham."
"Jangan pura-pura polos, Adira."
Lesya tersenyum miring. "Bahkan teman dekatku pun sama seperti teman seangkatanku. Kamu dan mereka sama-sama mengira aku ini Adira. Ternyata kau tak sebaik yang ku kira."
Andre menghela nafas kasar. "Apa untungnya buatmu sampai kamu tega seperti ini?"
"Untung? Aku hanya mencari keadilan."
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M BACK
HorrorSemua teror dan kekacauan ini, berawal dari kecelakaan seorang siswi bernama Lesya. Sebelumnya dia dinyatakan meninggal tetapi tiba-tiba detak jantungnya berdetak kembali. Tapi semenjak itu, banyak sekali teror yang ada di SMA ini bahkan sudah banya...