Rumah Adira

447 30 2
                                    

"Jadi ini rumahnya?" tanya Ivan tidak percaya.

Sebuah rumah besar dengan pintu gerbang berwarna silver. Di halaman rumahnya terdapat banyak daun berguguran. Terlihat seperti rumah kosong.

"Kalau di alamat bener ini sih," jawab Julian sedikit ragu.

Tak lama, terlihat kakek-kakek berjalan menghampiri mereka. Kakek itu menatap mereka dengan penasaran.

"Kalian cari siapa?" tanya kakek itu.

"Cari penghuni rumah ini. Kakek tahu dimana?" jawab Ivan.

"Rumah ini sudah kosong 4 tahun lalu," jawab kakek itu yang membuat mereka semua heran.

Bagaimana bisa petunjuk alamat Adira ada setelah rumahnya kosong?

"Yasudah, makasih ya kek," ujar Ivan. Kakek itu tersenyum lalu pergi kembali melakukan pekerjaannya.

"Kita jauh-jauh ke sini hanya untuk mendatangi rumah kosong? Ckckck," guman Andre.

"Lalu kita harus bagaimana?" tanya Lesya bingung.

"Masuk ke rumahnya lalu mencari petunjuk mungkin," saran Riana.

"Emang kamu berani masuk ke rumah kosong yang sudah 4 tahun ditinggalkan?" tanya Andre.

"Gak berani sih, tapi kan ada kalian, hehe," ujar Riana cengengesan.

"Nggiikk.." Ivan membuka pintu gerbang yang sudah berkarat dan menimbulkan sebuah suara. "Ayo masuk," ujar Lesya sambil berjalan masuk ke halaman rumah Adira.

"Rumah ini terlalu besar," ujar Riana dengan mendongakkan kepalanya.

"Tok.. tok.. tok.. Permisi, ada orang?" tanya Ivan sambil mengetuk pintu.

"Udah dibilang kosong, masih aja tanya ada orang gak," ujar Andre. Ivan menghela nafas kasar.

"Cekrek.." Lesya mencoba membuka pintu itu yang tidak dikunci. "Ayo masuk," ajak Lesya lalu memasuki rumah yang diisi benda-benda mewah.

Bahkan satu langkah mereka masuk, pandangan mereka dibuat antara bengong, kagum, dan heran.

"Kita mau cari apa di sini?" tanya Julian.

"Ya cari petunjuk lah, apa lagi?" jawab Ivan.

"Ya maksudnya bentuknya kayak apa gitu," ujar Julian.

"Ya gak tau," ucap Ivan yang membuat Julian kesal.

"Mungkin kita bisa cek di semua ruangan," saran Lesya.

"Okey lah. Andre sama Ivan cek lantai satu. Aku, Lesya, dan Julian cek lantai dua," ujar Riana dan langsung disetujui oleh para sahabatnya.

Satu jam waktu berjalan, tapi mereka belum menemukan apa-apa di rumah itu. Ada satu ruangan yang belum mereka cek, kamar kecil di lantai tiga.

Lesya mendekati kamar itu lalu membuka pintu. Terdapat ranjang, meja belajar, dan buku-buku yang sudah dimakan rayap.

Pandangannya tertuju kepada satu buku yang masih utuh, Diary milik Adira. Lesya mengambil buku itu lalu mengajak Julian dan Riana untuk turun ke lantai 1.

"Aku dapet Diary miliknya. Mungkin ini akan mempermudah penyelidikan kita," ujar Lesya.

"Syukurlah kita menemukan sebuah benda yang membantu," ujar Ivan dengan nada mengantuk.

Mereka segera keluar dari rumah Adira dengan tak lupa menutup pintu dan gerbang seperti semula. Mereka telah mendapatkan 2 diary yang terkunci rapat untuk penyelidikan lebih lanjut.

***

"Eh Masnya. Kita ketemu lagi," sapa seorang perempuan berkacamata kepada Liando.

Liando menoleh ke arah perempuan itu lalu tersenyum. "Kamu yang nolong Lesya, kan?" tanya Liando mencoba mengingat-ingat.

Perempuan itu mengangguk lalu duduk di hadapan Liando. "Gimana keadaan Lesya?"

"Sudah membaik kok," Jawab Liando. "Oh ya kamu mau minum apa?"

"Gak usah repot-repot. Aku ke sini cuman sebentar kok."

"Setidaknya minum dulu."

"Nggak perlu, saya ke sini cuman mau cek data di cafe."

"Cek data di cafe? Emangnya boleh?' tanya Liando heran sambil meminum minumannya.

"Ya kan cafe ini punyaku, jadi boleh dong," jawab perempuan itu yang membuat Liando tersedak.

"Benarkah?"

"Iya. Kamu gak percaya?"

"Percaya kok. Oh iya namamu siapa?

"Perkenalkan namaku Millie, namamu?"

"Aku Liando. Boleh minta nomor handphonenya?"

Millie membuka tasnya lalu mengeluarkan sebuah kartu nama. Ia menulis nomor handphone di balik kartu lalu memberikannya kepada Liando.

"Ini kartu nama saya. yang di depan itu nomor cafe, sedangkan yang di belakang itu nomor pribadi saya," jelas Millie yang dijawab anggukan oleh Liando.

"Kalau gitu saya permisi dulu ya," ujar Millie lalu bangkit dari duduknya lalu pergi masuk ke ruangan yang ada di cafe,"

"Hebat sekali itu cewek," guman Liando lalu meminum kopinya sampai habis.

***

"Ayo pulang. Ngapain sih kita nongkrong di sini sampai sore? Buang-buang uang aja," ajak salah satu lelaki kepada dua temannya.

"Ayo," ujar mereka berdua lalu bangkit darj duduknya.

"Hiks," terdengar isakan tangis yang mrmbuat mereka penasaran. Mereka mendekati seorang siswi lalu menyentuh bahunya.

"Kamu kenapa nangis?" tanya salah satu dari mereka.

"Aku kehilangan nyawa dan masa depanku karena seseorang," ujar perempuan itu dengan nada lirih.

"Maksudnya? Siapa yang tega kayak gitu ke kamu?"

"Kok merinding ya," guman lelaki lain.

"Dio, ketua genk kalian!" jawab perempuan itu lalu menoleh ke arah mereka dengan senyum creepy.

"Le.. Lesya?" tanya salah satu lelaki dengan ketakutan. Mereka bertiga lari dengan teriak ketakutan.

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang