Kecelakaan

343 17 0
                                    

Ivan menelepon kembali Andre yang sempat terputus. "Ndre, lu emang tau lokasinya?" tanya Ivan bingung.

"Tau. Ada di sebuah perdesaan," jawab Andre membersiapkan beberapa peralatan ke dalam tasnya.

"Jemput gue. Lu gak bisa kesana sendirian, bahaya," ujar Ivan serius.

Andre terdiam cukup lama. Ia memakai tasnya lalu mengambil sebuah kunci motornya. "Gue OTW rumah lu," jawab Andre lalu mematikan teleponnya.

"Huft. Kalo gue gak ikut bisa-bisa dia berurusan sama polisi lagi karena menyikat orang sembarangan. Oh ya, bawa apa aja ya?"

Lima menit berlalu. Sebuah suara motor terdengar di depan rumah Ivan. "Cepetan!" teriak Andre dari luar.

"Eh buset lu gak sabaran amat sih! Teriak malam-malam, kalau tetangga pada marah gimana coba?" tanya Ivan kesal.

"Buruan."

"Iya." Ivan menaiki motor Andre dengan hati-hati. "Edan lu ya!" seru Ivan panik saat Andre menancap gas sebelum Ivan siap, membuatnya hampir saja jatuh dari motor.

Andre mengendarai motor dengan kecepatan penuh. Apa lagi ditambah dengan helm full face yang ia kenakan cukup membuatnya tidak takut serangka kecil yang berterbangan di lama hari.

"Bro, Lu bisa pelanin dikit gak?" tanya Ivan dengan suara keras.

"Kita gak bisa kalau harus melaju 20 km perjam," jawab Andre juga dengan suara keras.

"Ya gak segitu juga. Lu mau bahayain nyawa kita hah?"

"Udah aman."

"Lah kok hujan? Gak bawa mantrol lagi," gerutu Ivan. "Ndre pelanin! Ini badan udah kayak dihantam batu," seru Ivan saat hujan semakin deras tetapi Andre masih berada di kecepatan yang sama. Tak ada jawaban dari Andre.

Malam itu mulai berkabut, sehingga jalanan tidak terlalu terlihat jelas. Suara kendaraan juga mulai berkurang. Hanya suara hujan yang terdengar.

"Aman Van, jalanan luas sekarang," ujar Andre.

"Gue gak yakin," curiga Ivan.

Diluar dugaan mereka. Sebuah mobil box muncul dari tikungan yang tak terlihat, melaju dengan kecepatan penuh. Andre mencoba mengerem motornya tapi terlambat. Mobil itu menabrak motor Andre hingga terpental beberapa meter.

Motor milik Andre rusak. Ivan dan Andre terkena gesekan aspal hingga tak sadarkan diri dengan dilumuri banyak darah.

Tak lama kemudian ada pengendara motor lewat lalu berhenti. Ia panik meminta bantuan tapi tempat itu jauh dari rumah warga. Ia menelepon polisi dan ambulan.

Tidak lama, ambulan datang membawa tubuh Andre dan Ivan, sedangkan polisi mengurus kejadian dan memberi tanda di TKP.

"Suster, tolong kabari keluarga atau orang terakhir yang ia hubungi," ujar dokter yang masih berjalan mengikuti Andre dan Ivan dibawa.

Suster itu mengambil handphone milik Andre di dalam tas, lalu menelepon nomor terakhir di daftar panggilan. Suara dering telepon terdengar dari tas lain.

"Dokter," panggil suster membuat dokter itu berhenti lalu menengok. "Nomor terakhir yang ia hubungi ternyata juga kecelakaan," jelas suster itu.

"Kalau gitu hubungi lainnya!" perintah dokter kesal lalu berjalan mengejar Andre dan Ivan.

"Emang aku salah ya?" guman suster itu.

***

Matahari mulai menyinari kamar Lesya melalui jendela. Lesya terbangun lalu mencari sosok seseorang. Ia keluar kamar mencari di seluruh rumah tapi tak ia temukan.

"Kak, Riana mana?" tanya Lesya.

"Ya kakak gatau," jawab Kak Liando lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

"Kok aneh," guman Lesya. Ia bergegas mengambil handphonenya lalu mengecek pesan masuk. Ia membuka pesan Riana di dalam grup. Belum sempat ia membaca pesan, sebuah telepon masuk.

"Dari Julian?" tanya Lesya lalu menggangkat telpon itu. "Halo Julian? Ada apa?"

"Les, Andre sama Ivan kecelakaan. Sekarang ia dirawat di rumah sakit," jelas Julian yang membuat Lesya terkejut.

"Terus gimana kondisinya?"

"Tak sadarkan diri. Mereka kehilangan banyak darah. Apa lagi mereka terseret beberapa meter di aspal, jadi ya gitu," jelas Julian membuat Lesya merinding.

"Oke, aku kesana sekarang," ujar Lesya panik.

"Aku udah di sini sama orang tua mereka. Jadi kamu ke sini pulang sekolah aja."

"Okelah. Makasih ya infonya."

"Sama-sama."

Julian menutup teleponnya. Ia menghela nafas di koridor rumah sakit. Ia teringat jelas saat ia menunggu di tempat itu karena kejadian Lesya.

Hatinya terasa sakit jika teringat kejadian itu. Baginya, seharusnya pelaku harus dihukum setimpal dengan perbuatannya. Tapi mau bagaimana lagi, Lesya sendirilah yang telah menarik tuntutannya.

"Nak Julian," panggil seorang wanita sekitar umur 40 tahun datang menghampiri Julian. "Kamu pulang dulu. Kamu mau sekolah juga kan? Nanti terlambat lho," ujar wanita itu.

"Gapapa saya tinggal?" tanya Julian ragu.

"Gapapa."

"Kalau gitu, saya permisi dulu ya tante," ujar Julian lalu berjalan pergi.

Wanita itu menghela nafas lalu kembali ke tempat duduk yang sebelumnya ia duduki.

***

Vio terbangun dari tidurnya. Badannya terasa sakit terutama salah satu kakinya. Ia meraba-raba sekitar. Ia terkejut karena ia masih berada di tempat yang sama.

Padahal sebelum ia tidur ia berharap terbangun di rumahnya atau rumah sakit. Tapi kenyataannya berbeda, ia masih di tempat yang sama, tak ada orang yang mencarinya.

Ia bahkan masih mengenakan pakaian yang sama, seragam sekolahnya. Perutnya sejak kemarin keroncongan. Bahkan kini ia dehidrasi karena tidak minum air.

"Tolongg...." teriak Vio dengan nada lemah.

"Halo? Ada orang di sana?" tanya seseorang dari atas sana.

"Iya. Tolong aku, siapa saja," teriaknya lagi.

"Sebentar, biar aku turun ke jurang," ujar orang itu yang membuat Vio sedikit tenang.

"Halo, kamu dimana?" tanya orang itu lagi.

"Di sini," ujar Vio sambil berusaha berdiri dengan sebuah ranting pohon.

"Hei, kau tak apa-apa?" tanyanya sambil berjalan mendekati Vio.

"Akhirnya ada yang menemukanku," ujar Vio terharu.

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang