Pesan

418 27 1
                                    

"Bro, gue nemu buku punya Julian jatuh tadi di sekolah," ujar salah satu anggota Dio.

"Serius bener lo sampai ngambil buku diarynya," ujar seseorang di sampingnya.

"Gue kepo sama isinya." Tangannya membuka lembaran pertama pada buku itu. "Untuk kalian. Eh bro, mungkinkah ini untuk kita?"

"Ya mana gue tau."

"Untuk seseorang yang membullyku. Wih, beneran buat kita bro," ujarnya membuat teman disampingnya melirik ke arah buku itu.

Aku tak tau salahku ke kalian apa
Aku tak tau alasan kalian membully untuk apa
Aku tak tau hal apa yang buat kalian membenciku
Aku tak tau aku akan ini semua.

Aku teringat saat awal mula aku dibully
Aku teringat saat pukulan demi pukulan mengenaiku
Aku teringat saat sepeda peninggalan ayahku dirusak
Aku teringat saat Lesya terkena tusukan karena melindungiku.

Kalian tak tahu bagaimana perasaan seseorang
Kalian tak tau kuat tidaknya seseorang
Kalian tak tau keadaan mental dirinya
Kalian tak tau arti trauma di hidupnya

Hidup dengan banyak trauma
Mental yang telah rusak
Pandangan berubah
Semua begitu mengerikan

Kalian tak tahu
Masalah apa yang ada padanya
Bagaimana keadaan mentalnya
Bagaimana dengan semua traumanya

Terimakasih untuk luka permanen
Untuk semua trauma yang tersimpan
Untuk kuat secara terpaksa
Untuk semuanya yang tak bisa dihapus

Karena kalian, aku tau rasanya bertahan di ambang kematian :)

"Bro.. "

"Apa?"

"Lo ngerasa bersalah gak kalau ini pesan buat kita?"

"Iya. Sepertinya kita telah kelewatan."

***

Vio tersadar dari pingsannya. Ia meraba-raba tanah yang basah karena hujan, begitu pula bajunya yang telah basah dan kotor.

Ia memegang dahinya yang terus mengeluarkan darah. "Tolong..." teriak Vio, tapi tak ada satu orang pun yang mendengar. Motor yang ia tunggangi telah remuk separuh.

"Aaaahh sakit," pekiknya saat berusaha untuk bangkit. Kaki kirinya ia pegangi dengan wajah menahan sakit. Kemungkinan kaki kirinya telah patah tulang.

"Tolongg... Siapa saja tolong aku!" teriak Vio berharap ada yang datang.

Sementara langit mulai menggelap. Matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Hawa dingin mulai merasuki tubuh Vio.

Kini wajahnya memucat, pikirannya mulai kemana-mana. Ia takut jika ada binatang buas mendekat tanpa ada pertolongan dari orang lain. Bahkan kaki kirinya kini tak bisa ia gerakan.

"Tolong..." teriaknya lagi. Air matanya mulai menetes membasahi pipinya. Ia terus memegangi kaki kirinya yang sakit.

"Butuh bantuan dek?" tanya seseorang yang membuat Vio berhenti menangis.

"Kakiku sakit banget, gak bisa digerakin," keluh Vio yang masih fokus dengan kakinya.

"Coba kakak lihat."

Vio menengok ke arah sumber suara. Matanya tiba-tiba terbelalak. Suara itu berasal dari sosok yang membuatnya jatuh ke jurang.

"Aaaaaa," teriak Vio ketakutan. Ia merangkak menjauh dengan takut.

Sosok itu begitu menyeramkan. Badannya ada lobang yang terus mengeluarkan darah. Senyumannya pun bukan senyuman ramah.

Sosok itu berjalan mendekati Vio yang sudah ketakutan. "Jangan mendekat! Gue salah apa sama lo?"

"Kesalahan lo adalah mengundangku kemari," jawab sosok itu. Tangannya memegang ujung baju Vio. Reflek Vio langsung melepaskan baju yang dipegang oleh sosok itu dengan tangannya.

Vio bisa merasakan suhu dingin di tangan sosok itu dan menyimpulkan jika di depannya memang bukan manusia.

Vio memaksakan untuk berdiri dengan satu tangan yang memegangi batang pohon. Ia bersusah payah berjalan menjauh karena kaki kirinya telah patah. Ia mempercepat langkahnya walau kini kakinya terasa sangat sakit.

"Mau kemana dek?" tanya sosok itu sudah berada di depan Vio.

"Tolong jangan ganggu gue! Gue mau pulang!" seru Vio marah, takut, bercampur sedih.

Vio berbalik badan lalu berlari sebisa mungkin menjauh dari sosok itu. Kakinya pincang, hanya tongkat yang bisa membantunya berlari. Nafasnya mulai terengah-engah.

"Malam ini aku akan menemani tidurmu di sini, dek," seru sosok itu dari kejauhan.

Vio berusaha berpikir positif. Tapi seruan sosok itu membuat Vio merinding ketakutan. Bagaimana bisa dia harus bermalam di hutan dengan sosok yang telah meninggal?

Matahari mulai tenggelam. Keadaan menjadi gelap gulita. Vio beristirahat untuk mengembalikan energinya. Semangatnya hampir patah. Tak ada yang sadar jika ia belum kembali dari hutan. Tak ada yang mencari dirinya.

"Hiks," isakan tangis mulai terdengar. Air mata mulai menetes membasahi bajunya. Dia sangat kedinginan malam itu, terlebih lagi bajunya yang basah karena terkena hujan.

"Kenapa gak ada yang cari gue?!" serunya dengan emosi. "Kemana yang lain? Gak ada yang sadar apa kalau gue belom balik?! Gue di sini sendirian, kedinginan, gak ada yang peduli sama gue. Kalian pada kemana?!"

Vio memeluk kedua  lututnya lalu menenggelamkan wajahnya dengar air mata yang tak kunjung berhenti.

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang