Teman Adira?

430 32 3
                                    

"Em, kita gak salah alamat, kah?" tanya Riana ragu.

"Menurut tulisan alamatnya memang di sini," jawab Andre melihat kembali tulisan yang diberikan oleh pelatih Adira

"Tapi ini cafe, bukan rumah," ujar Julian bingung.

"Ya mau gimana lagi? Kita sudah jauh-jauh ke sini masa mau balik ke rumah?" tanya Lesya. Suasana menjadi hening.

"Tin..." sebuah klakson mobil mengagetkan mereka. Mereka lalu berpencar memberi jalan untuk mobil itu.

Mobil telah terparkir, keluarlah seorang perempuan dengan kacamata bulat. Perempuan itu menoleh lalu mendekati mereka.

"Ngelamun apa di tempat parkir begini?" tanya perempuan itu.

"Ini mbaknya yang nolong saya sama Lesya itu, kan?" tebak Julian. Perempuan itu tersenyum lalu mengangguk. "Kebetulan sekali ketemu di sini."

"Kalian cari apa di sini? Kok gak ikut masuk sekalian?" tanya Perempuan itu.

"Kamu bingung. Kami mendapat sebuah alamat rumah, tapi saat sampai kenapa jadi cafe ya?" jelas Julian.

"Memangnya itu alamat rumah siapa?" tanya Perempuan itu dengan penasaran.

"Teman Adira," jawab Julian yang membuat perempuan itu terkejut.

"Kenapa kamu kasih tau?" bisik Ivan kesal.

Julian terdiam. Memang seharusnya mereka cari tau tanpa melibatkan orang asing.

"Oh ya perkenalkan namaku Millie, pemilik cafe ini,  juga teman Adira disaat dia masih hidup," jawab Millie yang membuat mereka bernafas lega.

"Kami mau tanya sesuatu," ujar Julian.

"Masuk dulu aja, gak baik ngomongin seseorang di parkiran," ujar Millie lalu berjalan masuk ke dalam cafe. Mereka mengikuti langkah Millie dengan sedikit bingung.

Sebuah cafe dengan warna coklat susu terlihat indah saat berada di dalamnya. Terlebih lagi ada alunan musik yang membuat rileks.

"Mari silahkan," ujar Millie mempersilahkan duduk di bangku dengan meja besar.

Mereka duduk di bangku masing-masing. Tak lama kemudian seseorang datang membawakan minuman untuk mereka.

"Jadi apa yang mau kalian tanyakan?" tanya Millie to the point.

Lesya dan Jullian menceritakan semuanya tentang kejadian setelah tertusuk pisau hingga mereka ada di sini. Millie mendengarkan dengan serius.

"Jadi kalian mau mencari pelaku dan membuka kembali kasus itu?" tanya Millie.

Lesya mengangguk. Ia mengeluarkan sebuah buku dari tasnya, buku Diary milik Adira. Lesya membuka halaman yang terdapat foto pelakunya lalu menunjukkan ke Millie.

Millie terkejut saat melihat foto itu lalu kembali tenang. "Ini pelakunya?" tanya Millie sambil menunjuk orang yang ada di foto.

Lesya mengangguk. "Kemungkinan besar pelakunya adalah dia."

"Apa kalian yakin?" tanya Millie ragu.

"Di sini juga ada kata-kata kalau yang membully dia itu orang itu," imbuh Ivan.

"Lalu kalian kesini mau menanyakan apa?" tanya Millie bingung.

"Mungkin kakak tau pelakunya ada dimana, atau tau siapa yang menyimpan cctv sekolah," ujar Lesya.

"Pelakunya sebenernya gak jauh dari kalian kalau kalian mau cari," ujar Millie membuat mereka terkejut.

"Siapa?" tanya Andre penasaran.

"Intinya ada. Dan untuk cctv sekolah, itu dipegang oleh kepala sekolah yang lama," jawab Millie memberi penjelasan.

Mereka terdiam cukup lama. Suara kipas angin terdengar karena terlalu sunyi cafe itu.

"Baik kak kami permisi dulu. Terimakasih informasinya," ujar Lesya bangkit dari duduknya, lalu disusul yang lainnya.

"Sama-sama. Kalau kalian butuh apa-apa langsung saja kesini. Sebisa mungkin kakak bantu," ujar Millie ikut berdiri.

"Sekali lagi terimakasih informasi dan minumannya," ujar Lesya lalu berjalan keluar dari cafe.

Di sisi lain, ada seorang berpakaian serba hitam di dalam cafe sedang menguping pembicaraan mereka. Bahkan minumannya telah dingin karena terlalu lama dibiarkan terkena udara AC.

***

"Ini surat siapa bro?" tanya seorang lelaki sambil mengambil surat di depan pintu rumah.

"Hah? Gue gak tau bro. Emang apa isinya?" tanya lelaki lain keluar dari kamarnya.

"Bosmu harus mati, begitu juga dengan kalian anak buahnya," lelaki itu membaca surat yang ada di tangannya.

Tiba-tiba tangannya bergetar ketakutan lalu menjatuhkan surat itu. "Siapa yang iseng kasih surat malam-malam gini?" tanya lelaki lain dengan kesal.

"Eh bro, Lesya masih hidup, kan?" tanya lelaki itu dengan gemetaran.

"Iya masih."

"Perasaanku gak enak. Jangan-jangan yang ngirim surat ini Lesya."

"Bisa juga..." ucapan lelaki itu terhenti lalu memandang temannya dengan wajah ngeri.

Angin bertiup kencang membuat gorden yang ada di jendela menari-nari. Hujan mulai turun deras disertai angin.

"Arwahnya." lanjut lelaki lain.

"Aaaaaa..." teriak mereka saat mati listrik secara tiba-tiba.

*****

I'M BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang