Malam ini, Jungkook sedang berada di kamar kost milik Seokjin. Jam dinding menunjukkan pukul 11 malam, terlalu larut untuk sekedar bertamu dan mengobrol santai. Namun entah apa yang mengganggu pikiran Jungkook sampai ia seperti ini. Mengabaikan sopan santun dan mengajak tetangganya bertukar pikiran di larut malam.
"Kata gue, gak apa - apa lo apply. Siapa tau nyangkut kan?" ujar Seokjin
"Tapi Taehyung gimana bang?"
"Lah, dia kan ada emak bapaknya. Ngapain lo repot - repot mikirin dia? Lagian dia juga udah dewasa Jung. Udah bisa ngurus diri sendiri. Ada Yoongi juga kan, abangnya dia. Aman kok"
"Tetep aja gue ngerasa bersalah. Nggak tau kenapa tiap liat Taehyung, gue kebayang adek gue. Nggak mau gue ninggalin dia kedua kalinya.."
Seokjin yang melihat raut wajah sendu Jungkook merasa iba. Bagaimana bisa pertemuan yang terbilang singkat dapat menghasilkan keterikatan yang begitu kuat? Ia menepuk kecil pundak Jungkook. Mengusapnya perlahan seraya berkata
"Jung.. Kalo lo mau jagain Taehyung, lo bisa bawa nama dia di setiap do'a lo. Inget, nggak semudah itu dapet kesempatan buat raih mimpi lo. Sekarang, udah ada di depan mata. Kejar, Jung. Lo juga punya orang tua dan adek lo. Mereka pengen liat lo sukses dengan mimpi lo"
"Bang, lo tau sendiri Taehyung apa - apa ke gue. Nggak se-simple itu buat ninggalin dia.."
"Gini deh, Jung. Ini kan masih ada beberapa waktu lagi. Manfaatin sisa waktu yang ada. Lagian, belom tentu juga lolos kan? Udah mellow duluan lo"
"Sialan lo bang" Jungkook sedikit tertawa mendengarnya. Benar juga. Ia baru memulai langkahnya, belum tentu sesuai dengan rencananya kan?
"Ya lagian lo jadi bimbang begitu. Lo nggak perlu khawatir sama Tae. Dia banyak yang jagain, banyak yang sayang. Seleksi nya kapan?"
"Ini masih tahap pendaftaran sih bang. Abis ini, ya seleksi berkas, tes tulis, terus wawancara. Tesnya juga banyak bang, berkali kali"
"Noh, siapa tau lo gagal kan disitu" Seokjin menaik turunkan alisnya. Sungguh menyebalkan seniornya yang satu ini
"Ah tai lo haha"
"Tapi Jung, gue mau tanya. Kenapa lo kepengen banget ke Jepang? I mean lo bisa aja apply ke negara lain. Eropa mungkin?"
"Kejauhan bang, orang tua gue nggak akan lepasin gitu aja. Anak mereka kan cuma tinggal gue doang. Bisa kerja disini aja gue bujuknya setengah mampus"
"Wajar sih, Jung. Namanya pernah kehilangan, ya pasti ada trauma sendiri"
"Makanya bang. Gue juga nggak mau terlalu jauh. Makanya gue pilih Jepang. Mimpi adek gue bang.."
Sorot mata Jungkook kembali menyendu. Setiap hal yang menyangkut tentang adiknya selalu membuat hatinya pilu. Ada perasaan perih yang ia sendiri tak tau harus mengobatinya seperti apa, harus mencari penawarnya kemana. Padahal sudah beberapa tahun berlalu, namun tetap saja luka itu tak kunjung hilang. Sekuat apapun ia coba sembuhkan, luka itu akan kembali menganga. Hari ke hari terasa lebih sakit, bahkan lebih menyedihkan.
"Lo nggak punya mimpi sendiri?" tanya Seokjin. Jungkook hanya menggeleng kecil
"Mimpi gue cuma satu, dari dulu dan nggak akan pernah berubah. Gue cuma mau liat adek gue senyum. Andai lo sempet ketemu adek gue bang, gue yakin lo pasti bakalan seneng tiap dia senyum. Bahagia pas dia ketawa. Semanis itu senyumnya"
Seokjin semakin tak enak dibuatnya. Jungkook terlalu memaksakan dirinya agar berdiri kokoh. Padahal, di dalam dirinya ia sangat rapuh
"Jung.."
"Dia adek kesayangan gue bang. Dapet susah, hehe. Bahkan dulu ibu nggak gue izinin kerjain kerjaan rumah, takut beliau kecapean. Gue pengen banget punya adek, punya temen. Apalagi pas tau adek gue cowok, gue makin semangat bang. Lo bayangin, di rumah ada anak kecil yang mungil banget. Lucu, gemes. Gue jadi inget, dulu dia pernah marah sampe nangis gara - gara gue ngikut dia kemana - mana" Jungkook tersenyum getir, menengadahkan kepalanya. Berusaha menahan air mata yang sudah berada di pelupuk matanya. Seokjin hanya mengusap halus pundak Jungkook
"Gapapa Jung. Nangis aja, nggak usah ditahan"
Selepas perkataan itu, Jungkook benar - benar menangis. Tangisan kehilangan yang tak bisa Seokjin pahami. Ia kemudian memeluk Jungkook, memberikan afeksi lebih pada sahabatnya itu. Membiarkan dirinya bersedih untuk saat ini. Setelah beberapa saat, Seokjin melepas pelukannya. Memberikan satu kotak tissue pada Jungkook.
"Sorry ya bang, gue jadi curhat" lirihnya. Seokjin tersenyum, kemudian mengangguk
"Gue sayang banget sama adek gue. Ketemu Taehyung, gue berasa dikasih kesempatan kedua. That's why langkah gue terasa berat bang.."
"Tapi lo udah bilang Taehyung?"
Jungkook hanya menggeleng. Ia belum mempunyai keberanian yang cukup untuk menceritakan semua ini.
"Lo harus bilang Jung.. Taehyung juga berhak tau. Dia kemana - mana sama lo terus soalnya"
"Gue pasti bilang, bang. Cuma nggak sekarang"
"Pokoknya, saran gue lo tetep kejar mimpi lo. Taehyung juga pasti bangga sama lo, apalagi adek lo. Masalah dia, gue jamin selama lo magang lo bakalan denger kabar yang baik - baik terus tentang dia. Tapi ada kemungkinan lo jadi pindah kerja kesana?"
"Ya bisa jadi. Kalo kerjaan gue kepake, atasan gue seneng ya gue bisa pindah kesana bang"
"Anjir, mantep juga prospeknya"
"Ya lumayan lah ya, balik - balik gue bisa lamar mbak Dahyun. Terus gue bawa dah kesana. Punya anak lahir di Jepang seru kali ya bang. Nambah keren kartu keluarga gue"
"Kampret lo hahaha"
Obrolan mereka mengalir begitu saja, ditemani gemerincik hujan yang tiba - tiba turun di tengah malam. Seolah mendengar tangisan Jungkook. Seokjin hanya berharap, apapun yang terjadi pada akhirnya mereka harus bahagia. Harus.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEST GIFT
Short StoryTaehyung yang bekerja diluar kota demi melanjutkan pendidikannya, bertemu dengan seorang lelaki bernama Jungkook. Yang mengejutkan, Taehyung pernah memimpikan lelaki ini, jauh sebelum mereka bertemu. Takdir kah?