"Buna,,"
Jeno berjalan menuju dapur rumah, setelah ia menyelesaikan tugasnya dari dinas.
"Iya mass, nana di sini lagi bikin susu buat Jisung mass"
"Buna" Jeno langsung menjemput tubuh mungil Jaemin, memeluknya dari belakang dan mengusap perutnya yang sudah rata.
Bayi mereka telah lahir seminggu yang lalu, kebahagiaan begitu membuncah pada keluarga kecil ini.
Bayi jisung sedang berada di pangkuan taeyong saat ini.
"Nanti kalo kamu sudah besar, pasti banyak orang yang menyukai mu. Kau sangat tampan seperti papahmu, dan begitu manis seperti ibu mu" cicit taeyong.
Dari balik tirai terlihat sosok Jeno berjalan dan duduk di samping taeyong.
"Mommy, kau sudah makan?"
"Bubu tidak mau makan mass, dia selalu mengajak jisung berbicara" jawab jaemin.
"Makanlah mom, nanti kau bisa sakit"
"Sakit sudah menjadi makananku, kau paham kan maksud mommy?"
"Aku tau, tetapi kau harus mengerti bahwa anakmu ini begitu menyayangi mu. Makanlah, jangan siksa dirimu"
Jeno pun mengambil bayi jisung dari tangannya, kemudian menggiring taeyong menuju meja makan.
Kesehatan mental taeyong membaik, karena Jeno selalu membawa seorang psikologis untuk mengembalikan kesehatan mentalnya melalui terapi.
"Apa kau menyukai ini?"
Jeno menunjuk sebuah piring berisi udang dan salmon.
"Kalau kau suka, kau bisa memasukkannya pada kuah panas di panci ini"
Jaemin memasak hotpot kali ini. Sesuai request suami nya.
Dirinya berjalan menutup jendela, karena senja telah ditelan oleh kegelapan.
Ada rasa senang ketika Jisung lahir didunia ini, tetapi di balik kesenangan itu jaemin pun merasa sedih.
Bukan karena telah mengetahui siapa orang tua yang sesungguhnya, melainkan air susu jaemin yang tidak bisa keluar sekalipun nipple jaemin begitu montok dan gembul.
Hormon jaemin pun masih subur, kemungkinan untuk memiliki keturunan lagi pun sangat lah positif.
"Mass" ucap jaemin ketika sang dominan mengalungkan satu tangannya ke leher jaemin. Bayi Jisung telah ia letakkan di kamarnya.
"Buna kenapa sedih?"
"Eung- enggak kok mass. Buna nggak sedih"
"Kok sembab,?" Jeno membalikkan tubuhnya, seketika jaemin merunduk. Menyembunyikan wajahnya.
"Boleh mass tau, apa penyebabnya kamu nangis begini hmm?" Jeno menurunkan tubuhnya, berjongkok di depan Nana.
Hening..
"Nana, please tell me"
"Nana nggak papa mass, ayok makan" jaemin membalikkan badannya, berjalan menuju meja makan.
Penampakan bubu sudah tidak ada, jaemin mulai menyiapkan nasi lengkap dengan lauknya untuk suami tercinta.
Makan malam berdua pun hening, sampai akhirnya Jeno menyerah. Mengangkat tubuh Jaemin ke kamar dan mengunci pintu rapat-rapat.
"Buna katakan padaku, apa yang terjadi? Mass nggak bisa di diemin terus kaya gini"
"Buna nggak papa"
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy Jen 🔞 || REPUBLISH
RomanceHyperaktif dalam fiksi ini bisa jadi Binalaktif sesuai keinginan dan mood authornya Romansa || Humor || NOMIN || 18 || HOMO