Jalanan malam itu sungguh padat, hanya terdengar suara lalu lalang kendaraan dan angin dari luar mobil yang dikendarai oleh jeno saat ini. Tidak ada pembicaraan, tidak ada senda gurau seperti biasanya, mereka berdua bungkam seribu bahasa.
Jaemin yang duduk di samping Jeno sesekali menengok raut wajahnya, rupanya masih di selimuti oleh kekesalan.
"Dad"
Jeno diam, ia tetap fokus berkendara. Menatap pun tidak, jaemin merasa bersalah besar akan hal siang ini. Di raihnya pundak Jeno dengan kepalanya yang kini bersender disana, jeno tetap geming teguh akan pendiriannya. Rasa takut perlahan menghampiri hati kecil Jaemin yang kini kedua netra coklatnya mulai mengembun.
Bukan seperti Algojo yang akan membantai musuhnya kapan saja jika memiliki sebuah urusan dengannya, bukan juga seperti anak TK yang tampak gembira jika jam pelajaran telah usai. Pandangan mata Jeno sangat sulit untuk di artikan.
Jaemin mendongak, melihat pria bersurai blonde disampingnya ini seakan lenyap di telan keheningan.
Mereka berdua dengan hati yang hampa telah sampai pada serambi kediaman mereka.Tidak seperti biasanya, Jeno melangkah begitu cepat. Bahkan ia tidak membukakan pintu mobil untuk lelaki yang paling ia cintai.
Melihat perlakuan Jeno yang mendadak berubah 180 derajat itu, jaemin langsung melengos keluar dari mobil membuntuti langkahnya yang panjang.
"Dad,, tunggu!" Teriaknya. Akhirnya ia berhasil menarik tangan Jeno dan berhenti tepat di depannya. Jeno yang masih menatap kosong, kini terhalang langkahnya karena si manis jaemin yang menahan dirinya dengan dadanya yang saling bersentuhan.
"Dad, liat Nana" ucap jaemin dengan nada gemetaran.
"Daddy!!!" Jaemin pun menampar kedua pipi jeno bergantian, Karena ia takut akan hal yang selama ini ia khawatirkan kembali menimpa Jeno,, seorang lelaki yang akan menjadi suami nya itu.
Bagaimana jika Jeno kembali pada masa-masa depresinya lagi?? Lalu apa reaksi bubu ketika mengetahui anak semata wayangnya kembali berpijak pada hal yang nyaris meregang nyawa nya, hanya karena ulah bocah adopsi yang masih labil ini.
Terlintas di pikiran jaemin beberapa puluhan pil ekstasi yang masuk ke dalam tubuh Jeno saat itu, untuk menghilangkan rasa depresi yang ia alami. Karena kekasihnya telah pergi. Bahkan sebuah pisau lipat pun pernah ia gunakan untuk menyayat jenjang lengannya, hingga saat ini meninggalkan bekas goresan yang teramat jelas.
Jaemin yang saat ini sedang dicekik oleh rasa takutnya, menarik tubuh jeno dalam pelukan. Diurai nya air mata itu pada dada bidangnya, hingga tas hitam yang ada di genggamannya pun jatuh ke lantai.
"Dadd_ hiikkkss" tangan jaemin meremat punggung Jeno yang masih bergeming.
"Dad,,, maafin Nana" suara jaemin terdengar parau.
Merasa bahwa punggung mungil Jaemin kembali mendapat sentuhan, dengan segera dirinya menarik kepala jeno dan membungkam bibir tipisnya itu dengan ciuman.
Sebisa mungkin lidah jaemin bergerak lembut di dalam mulut nya, agar Jeno menerima ciuman basah yang diberikan olehnya.
Tanpa mereka sadari, banyak sorot mata memandang tragedi ini. Yakni para tetangga yang berlalu lalang lewat depan rumah nya. Dimana Jaemin mencium bibir jeno dengan rakusnya, bahkan salah satu dari mereka diam-diam mengambil gambar.
"Dad,,"
"Hmm" mendengarnya saja mampu memberikan seulas senyum di bibir ranum jaemin yang kini telah basah oleh tangis bahagianya.
"Dad, daddy nggak marah kan? Daddy mau maafin nana kan??" Ucapnya dengan nafas masih menderu, bahkan jantung jaemin pun berdetak jauh lebih cepat. Sembari menata hatinya kembali, jaemin pun memasang pendengaran setajam mungkin, siap untuk menerima jawaban dari Jeno yang masih menatapnya datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy Jen 🔞 || REPUBLISH
عاطفيةHyperaktif dalam fiksi ini bisa jadi Binalaktif sesuai keinginan dan mood authornya Romansa || Humor || NOMIN || 18 || HOMO