OO || PROLOG

31 4 0
                                    

Hampir ada 4 jam lebih ia meringkuk di sudut rumah sakit. Sekujur tubuhnya dibasahi keringat dingin. Sebuah jaket merah menutupi hampir seluruh punggungnya. Penampilannya kacau balau, nyaris seperti perempuan yang hilang akal.

Lampu hijau dari tanda besar bertuliskan 'operasi' berubah redup-kemudian secara perlahan mati. Gadis itu langsung menarik diri untuk berdiri. Pintu ruangan itu terbuka lebar. Satu ranjang luas dengan seseorang terbaring tanpa adanya kesadaran. Dua orang asisten dokter mendorong ranjang beroda itu untuk dibawa ke ruang ICU. Sedangkan sang dokter utama sengaja menghentikan langkahnya untuk membicarakan hasil dari operasi tadi.

"Kerusakan akibat kecelakaan yang menimpanya terlalu banyak. Kalau pasien terlambat dibawa ke rumah sakit, saya tidak dapat menjamin nyawanya bisa selamat. Selain luka akibat tabrakan, sekujur tubuhnya mengalami lebam, beberapa tulangnya patah, dan kepalanya cedera parah. Kami segera mengambil tindakan operasi karena terjadi pendarahan otak pada pasien akibat benturan keras pada saat kecelakaan. Syukurlah, operasi berjalan dengan baik. Saat ini pasien sudah dibawa ke ruang ICU pasca operasi untuk pemulihan lebih lanjut."

Helaan napas lega terdengar begitu mengetahui operasi berjalan dengan baik. Namun, saat itu juga telinganya mendadak tuli.

Penjelasan-penjelasan yang dilontarkan sosok pria dengan jas putih dan stetoskop yang mengalung di lehernya iu tak lebih lewat semata, beberapa mengulang dan terngiang bak rekaman rusak di otaknya. Terputar dan merekat, terus-menerus terpatri. Fokusnya kian dirampas. Rasa sakit yang mendera kepalanya tidak sebanding dengan rasa sakit yang menjalar di hatinya.

Bau obat di rumah sakit kemudian menjadi sangat menyengat di indra penciumannya. Semakin lama semakin mencekik, seakan ingin membunuhnya dengan perlahan. Lambat laun tiap embus napasnya memendek, kemudian mulai terengah-engah. Tubuhnya tidak mampu menahan beban lebih besar daripada ini. Tanpa izin, dirinya tersungkur. Jatuh meringkuk di lantai pualam yang tertimpa lampu koridor.

Sakit.

Tubuhnya, kepalanya, emosinya.

Semua hal itu meronta ingin dibebaskan. Menjerit ingin dilepaskan. Teriakan keluar tak ubah ayalnya menjadi opsi terakhir. Di ujung kesadaran, sebulir air matanya keluar.

Dan tangis menjadi akhir penderitaan.[]

𝐇𝐄𝐋𝐋𝐎, 𝐒𝐈𝐌𝐒!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang