Bukti-bukti tentang Windu akhirnya diserahkan Barata ke Pak Noer. Lantas, pembina SIMS itu aoan membawanya ke komite sekolah bagian an kesiswaan untuk menangani kasus lebih lanjut dan melakukan verifikasi. Sebagai perantara antara pihak komite dan SIMS, Pak Noer langsung mengatakan kepada Barata dan yang lainnya kalau bukti itu sudah diterima. Mereka hanya tinggal menunggu saja.
Di koridor depan kelas, Barata berdiri diam sambil memandangi pemandangan lapangan di hadapan matanya. Ia yang sedang menikmati kesendiriannya itu ternyata tidak berlangsung lama. Catherine dan Yosa muncul. Mereka terlihat semakin dekat. Entah karena apa, tapi begitulah yang Barata lihat.
“Ngapain lo di sini?” ucap Barata jengah ketika kedua remaja itu menghimpit tubuhnya dari kanan dan kiri.
“Dih, nggak boleh? Punya bapak lo emang sekolah ini?” jawab Yosa tak kalah sengit. Ia memang tidak pernah akur dengan Barata. Tapi, bukan berarti pemuda itu bukan teman dekatnya.
Catherine terkekeh kecil. “Time goes so fast, right?”
“Permisi.” Barata, Yosa, dan Catherine spontan menoleh ke arah sumber suara. Seorang siswi berambut panjang diikat kuda dengan kacamata yang menghias di wajahnya tersenyum ke arah mereka.
“Ya, kenapa?” jawab Yosa sopan.
“Wawancara, yuk? Buat IMS NEWS terbaru.”
Sontak hal itu membuat suasana hati Catherine yang sedang adem ayem tiba-tiba memuncak drastis. Matanya melotot ke arah siswi itu. “Gila lo? Ini bukan waktunya sebar fitnah.”
“Hah? Siapa yang sebar fitnah, sih?” balas si perempuan tidak terima dituduh. “Anak redaksi itu cuma mencari dan menulis berita terhangat dari narasumber terpercaya. Apa yang narasumber bilang itu yang kita publish.”
“Tapi nggak dilebih-lebihkan.”
Siswi itu menggidikkan bahunya. “Ya gimana? Namanya buat tarik perhatian pembaca. Informasi dari narasumbernya juga sudah dilebih-lebihkan. Tahu sendiri, kan anaknya gimana? Bisa-bisa menyalahgunakan wewenang lagi kalau nggak diturutin.”
“Terus lo setuju aja buat publish beritanya?” tanya Catherine masih tak terima.
“Bukan mau gue, kan?” Siswi perempuan itu menukik alis tajam. Yang dikatakannya memang benar. Bukan keinginannya untuk menyebarkan berita itu. Toh, pada awalnya ia sendiri tidak tahu kalau ternyata yang diungkapkan Windu adalah kebenaran atau kebohongan.
“Kalau nggak mau ya sudah! Gue cuma nawarin.”
Lantas, gadis itu kemudian melenggang pergi. Menyisakan sedikit ruang harapan. Mungkin ada cara lain.
***
“Bangsat! Lo bohongin gue?!”
Julian membalikkan tubuhnya. Melihat amarah yang terpancar dari sorot mata adik kembarnya tidak serta-merta membuatnya takut dan berbalik membela Windu.
Kali ini, Julian akan melakukan hal yang benar. Ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Ia tidak akan membiarkan adik semata wayangnya terjerumus lebih dalam.
Beberapa wajah penting terlihat di dalam ruangan itu. Julian mengajak Windu dengan berkata bahwa salah seorang guru memanggilnya untuk membicarakan penampilan klub orkestra suatu event. Tanpa menaruh curiga, Windu setuju. Namun, ketika ternyata Julian menyeretnya ke ruang komite, jelas hal tersebut menyulut emosinya.
Windu tidak bisa kembali. Di belakangnya berdiri Pak Noer yang segera memerintahkan untuk masuk ke dalam. Itulah mengapa, di ruangan ini Windu berada. Berhadapan dengan yayasan IMS, ketua komite, dan petinggi sekolah serta guru-guru dari bidang kesiswaan. Tidak hanya itu, ketiga temannya juga berada di ruangan itu dengan kepala tertunduk. Bukan perkara yang lain, tapi sudah jelas tentang dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐄𝐋𝐋𝐎, 𝐒𝐈𝐌𝐒!
Teen Fiction[ COMPLETED ] Cerita dimulai sejak munculnya Barata Aswatama, siswa IMS--International Mandala School--dengan kesabaran setipis kertas dan bertemperatur kasar yang akhirnya kembali masuk sekolah setelah mengalami kecelakaan di awal tahun ajaran baru...