2O || TERJUN DIRI

9 3 0
                                    

Yosa berusaha sekuat tenaga untuk melawan orang-orang suruhan Danuar. Napasnya tersengal bak orang yang dikejar setan. Total suruhan Danuar hanya sepuluh, tapi mereka semua terbiasa menjadi tukang pukul. Yosa sudah mengalahkan dua orang pertama yang menjaga pintu masuk, wajah keduanya tidak terlihat di dalam bangunan. Dua orang yang terkejut para penjaga terkapar di tanah kembali masuk ke gedung terbengkalai itu dan melaporkan kejadian ke Danuar.

Entah siapa, intinya Yosa dikejar oleh lima orang suruhan berbaju serba hitam itu. Meski tongkat baseball sempat menghantam keras tengkuk dua dari lima orang tersebut, Yosa tetap dibuat kewalahan menghadapinya.

Tidak pasrah begitu saja, Yosa memanfaatkan struktur bangunan yang masih berantakan dan penuh barang-barang yang ditinggalkan. Yosa mengecoh para pengejar itu dengan bersembunyi dan muncul secara tiba-tiba sambil melayangkan serangan. Satu rak besi ringkih berisi kotak kayu kosong berhasil Yosa jatuhkan dan menimpa sebagian dari orang-orang tersebut. Ia kembali berlari. Mencari tempat persembunyian lain.

Namun, pada akhirnya Yosa hanyalah anak SMA biasa. Ia tidak terbiasa untuk berkelahi dengan orang lain. Pada detik-detik terakhir, Yosa berhasil dikepung dari segala sisi. Kelima orang suruhan itu tidak membiarkan Yosa lolos melewati celah apapun. Masing-masing dari mereka membawa sebalok kayu besar di tangannya.

Pemuda itu mengumpat dalam hati. Demi apapun, Yosa sudah kehabisan akal. Kakinya sudah tidak sanggup menahan keseimbangan tubuh. Ia hendak kabur, tetapi ia tersandung dan akhirnya terjatuh di tanah.

Menyadari adanya kesempatan, salah satu pria bertubuh kekar di dekat Yosa membalaskan serangan yang membuatnya penuh dengan semen. Pria itu memukul kepala bagian belakang Yosa dengan balok kayu yang digenggamnya.

Suara jerit pemuda itu meraung di penjuru bangunan. Tenaganya seolah dirampas, tubuh itu terbaring begitu saja tanpa bisa bergerak lagi. Kepalanya berdenyut, sangat sakit. Pandangannya mulai mengabur. Tak  kecil kemungkinan jika suatu waktu Yosa berakhir dengan pingsan.

Ia mengumpat. “Sial.” Nyaris tidak terdengar di telinganya sendiri.

Kalau saja ada Barata, mungkin semuanya bisa lebih mudah dikalahkan.

Di ambang kesadarannya yang semakin menipis, Yosa melihat Danuar Brawijaya mendekat ke arahnya. Pria paruh baya itu menunduk. Mengangkat wajahnya dengan tangan kanannya.

“Saya nggak sangka kalau anaknya Effendi juga ikut-ikutan di sini. Mau sok jadi pahlawan, hm?”

“Ja-jangan salah sangka,” lirih Yosa berusaha menjaga kesadaran. Napasnya yang menderu, menahan sakit akibat pukulan keras tadi. Senyum pemuda itu mengembang tipis. “Yang sudah kalah sebenarnya itu Anda.”

“Apa?!”

“Ini polisi! Angkat tangan kalian semua!”

Secara tiba-tiba, gedung terbengkalai itu telah dikepung oleh puluhan polisi dari segala penjuru. Suruhan Danuar yang berjaga di pintu masuk telah diringkus sehingga para polisi bisa masuk dan menyergap secara diam-diam.

Pemimpin penyergapan maju paling depan. Ia mengangkat sebuah alat perekam di depan wajah Danuar yang hanya bisa melotot tanpa bisa berkutik sedikitpun.

“Kami sudah dengar semuanya,” ucap polisi tersebut. “Jam tangan yang digunakan gadis itu mengirimkan sinyal pemancar dan memungkinkan kami mendengar semua pembicaraan kalian. Danuar Brawijaya. Kejahatan Anda sudah terbongkar. Dan mungkin itu hanya sebagian dari yang Anda lakukan. Jadi, lebih baik Anda menurut dan ikut kami ke kantor polisi selagi kami masih memberikan Anda untuk bersikap kooperatif.”

Tidak terima, pria paruh baya itu melangkah mundur.

“Kalian tidak akan bisa menangkap saya!”

“Saya sarankan Anda untuk menyerah,” ucap tegas sang polisi. Sebuah pistol telah mengacung ke depan untuk menggertak sang dalang kejahatan.

𝐇𝐄𝐋𝐋𝐎, 𝐒𝐈𝐌𝐒!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang