Niskala duduk menunggu sampai gilirannya tiba. Sial sekali kalau masalah ini sudah ditangani Mrs. Helena. Beliau adalah salah satu guru konseling yang sebenarnya sangat perhatian. Namun, sebenarnya Mrs. Helena bukan guru konseling yang akan menanggung-nanggung dalam memberi sanksi pada siswa yang melakukan pelanggaran, apalagi sampai adanya perkelahian seperti tadi.
Di dalam ruangan pribadi Mrs. Helena, sudah ada dua tersangka, yaitu Barata dan Yosa. Lain hal dengan Julian yang dibawa ke UKS dulu karena tiba-tiba hidungnya mengeluarkan darah dan luka lebam bekas tonjokan di sekitar mata serta bibir harus segera diobati. Jujur, Niskala lebih kasihan pada Yosa yang tiba-tiba diseret masuk karena dikira ikut serta dalam perkelahian tiga orang. Bingung? Tentu saja. Niskala masih penasaran bagaimana Barata bisa sampai lepas kendali dan menghajar Julian yang sudah babak belur tanpa niatan untuk berhenti.
Tidak ada kerjaan selain diam menunggu, Niskala iseng mengecek suhu tubuh dengan telapak tangannya dan ternyata masih hangat. Kabar buruknya, pendingin ruangan berjalan dengan sangat baik. Terbukti karena kini ujung jari-jari tangannya semakin dingin. Ah, Miss Ratiya, maafkan aku, batin Niskala. Ia jadi tidak enak karena menyia-nyiakan waktu istirahat yang jarang sekali muncul selama sekolah di IMS untuk meluruskan kesalahpahaman dan perkelahian yang dialami teman-temannya.
Tidak lama, Mrs. Helena membuka pintu dan memanggil Niskala untuk masuk ke dalam ruang pribadinya. Langsung saja ia melesat tanpa basa-basi, mengambil posisi duduk tepat di samping kanan Yosa.
Atensinya tertarik pada keadaan Yosa di mana rona biru keunguan mulai tampak di pipinya. Tanpa sadar ujung matanya labas menatap ke arah Barata yang lebih kacau lagi. Seragamnya sudah acakan, bahkan satu kancing paling atas dari seragam itu dapat dipastikan hilang entah ke mana. Sudut bibirnya terluka, tapi tidak separah Julian.
“Barata dan Yosa sudah bercerita, jadi saya tinggal memastikan cerita kalian semua benar,” ujar Mrs. Helena.
“Julian bagaimana?”
“Saya urus belakangan. Nah, coba ceritakan apa yang terjadi dari sudut pandang kamu,” perintah Mrs. Helena.
“Eh, erm.... Saya baru balik ke kelas dari UKS saat itu. Bareng sama Yosa. Waktu di depan kelas, sudah ada kerumunan. Jadi saya sama Yosa langsung maksa masuk dan lihat ... em ... Barata. Mereka berkelahi. Saya sama Yosa beneran nggak tahu kenapa mereka adu tonjok, soalnya saya baru sampai di kelas. Yosa berusaha untuk pisahin mereka berdua karena nggak ada yang berani melerai. Tapi Yosa malah ikut terseret arus perkelahian sampai Mrs. Helena sampai.”
“Oke, sudah jelas, ya. Saya juga sudah lihat di rekaman kamera pengawas, Julian tiba-tiba datang ke kelas A dan samperin Barata. Dia anak kelas B, kan?” Mrs. Helena bertanya ke pada Yosa.
“Iya, Mistress.”
“Terus, Julian bicara sesuatu ke Barata, dan menyulut emosinya. Kata-katanya memang tidak pantas, dan wajar kalau Barata sampai marah. Tapi, aturan tetap aturan. Tidak seharusnya ada perkelahian di lingkungan sekolah.”
“Dia yang mulai!” seru Barata tidak terima.
Mrs. Helena mengangguk. “Dengarkan saya dulu,” katanya. Barata mendengus. Ia menyandarkan tubuhnya dan bersedekap. “Karena saya tahu situasi yang terjadi, saya tidak akan ambil pusing. Masalah Barata dan Julian akan saya anggap selesai. Dengan syarat, saya tidak mau ada perkelahian antar siswa lagi. Terserah kalau kalian mau tonjok-tonjokan di luar, tapi saya tidak akan menoleransi jika hal tersebut terjadi di sekolah. Mengerti?”
Niskala dan Yosa mengangguk, sedangkan Barata hanya diam.
“Kalau begitu, Yosa dan Barata, kalian boleh kembali ke kelas. Niskala, saya mau bicara sesuatu dengan kamu sebentar.”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐄𝐋𝐋𝐎, 𝐒𝐈𝐌𝐒!
Teen Fiction[ COMPLETED ] Cerita dimulai sejak munculnya Barata Aswatama, siswa IMS--International Mandala School--dengan kesabaran setipis kertas dan bertemperatur kasar yang akhirnya kembali masuk sekolah setelah mengalami kecelakaan di awal tahun ajaran baru...