1O || MONOKROM

4 3 0
                                    

Seranade's Hotel. Bagi mereka yang tinggal di Ibukota Jakarta yang selalu penuh dengan hiruk-pikuk manusia pasti akan mengenal tempat itu. Bisa dibilang, Serenade's Hotel seperti pusat kehidupan para sosialita, influencer, pebisnis, dan orang-orang berada lainnya. Hotel ini sering dijadikan lokasi pertemuan. Kumpul bulanan, seminar bisnis, rapat pertemuan klien, dan masih banyak lagi. Para pekerja seni juga sampai tidak mau kalah. Karena fasilitas dan kemewahan yang disediakan pihak hotel membuat mata pengunjung terasa seperti dihadapkan ke sebuah taman bunga yang sangat indah.

Selama beberapa hari, Seranade's Hotel disewa oleh seorang promotor kesenian yang berkolaborasi Museum Seni Nasional untuk mengadakan lomba lukis berskala nasional. Selain menyediakan 5 kamar untuk finalis lomba lukis dari seluruh Indonesia, pihak acara juga menyewa aula hotel untuk dijadikan lokasi puncak acara nanti. Saat inipun, lokasi pengumpulan lukisan untuk menentukan pemenang utama, juara harapan, dan juara favorit juga diadakan di hotel ini. Yah, bisa dibilang Serenade's Hotel adalah salah satu sponsor dari lomba lukis nasional tahun ini.

Pagi itu suasana hotel sedikit lebih ramai daripada biasanya. Semua orang nyaris terlihat seperti kerumunan semut di tengah-tengah makanan, saling mengerubungi meja resepsionis. Untungnya, pihak hotel mampu mengendalikan keramaian tersebut dengan baik, caranya memisahkan pengunjung umum, klien-klien, dan peserta lomba lukis ke jalur mereka masing-masing agar tidak tercampur menjadi satu. Penjagaan dari kepolisian diperketat, katanya ada tamu penting dari kedinasan yang akan menghadiri seminar salah satu influencer yang diadakan di aula hotel hari ini.

Dari sekian banyaknya manusia yang memiliki kesibukan tersendiri itu, Marina dengan susah payah mencari papan petunjuk untuk menanyakan hal-hal seputar lomba lukis setelah diberitahu oleh satpam yang berjaga di pintu masuk tadi. Gadis itu mendorong troli yang mengangkut sebuah kanvas lukis berukuran 70 × 90 cm. Sengaja ditutupi kain putih besar agar kehadirannya tidak mencolok peserta lomba lainnya. Lukisan besar itu akan menjadi persembahan terakhirnya dalam perlombaan lukis nasional yang telah diikutinya hampir lima bulan ini.

Mengalahkan nyaris 50 peserta hingga tersisa lima besar jelas membuat Marina merasa gelisah. Ia merasa takut, tapi juga bersemangat. Dari keseluruhan pemenang, hanya ada tiga juara terpilih dan mendapat hadiah utama. Sementara peserta yang belum kesempatan memenangkan perlombaan hanya akan menerima sertifikat penghargaan sebagai peserta dan souvenir dari pihak pelaksanaan lomba.

Jika dihitung-hitung, mungkin ada sekitar 10 hari bagi Marina untuk menyelesaikan lukisan terakhirnya dari waktu dua minggu yang diberikan. Tentu saja membuatnya tidaklah mudah. Seni lukis adalah intepretasi dari kebebasan. Tidak sembarang ide muncul untuk menjadi lukisan yang luar biasa. Lukisan ini benar-benar lukisan yang ingin dibuatnya.

Marina mempertaruhkan seluruh kemampuannya demi membuat lukisan tersebut.

Gadis itu menepi ke arah kursi tunggu. Ia harus menghubungi Yosa untuk memberitahu kalau dia sudah sampai di lokasi. Marina sengaja meminta pada Yosa untuk datang jam 11 siang meski penyerahan karya dilakukan jam 10 pagi. Marina ingin berjalan-jalan di sekitar hotel lebih dahulu karena tidak jauh dari sana ada bazar buku yang ingin didatanginya.

Marina mengambil ponsel dari tas selempang kecil. Dia memberi kabar lewat pesan pada Yosa agar tidak terlalu terburu-buru. Santai saja, ketik Marina pada roomchat yang ditujukan untuk Yosa.

Yosa:
| Kami masih siap-siap.
| Aku kabari lagi jika sudah jalan.

Marina:
Kalau begitu aku serahin lukisan dulu. |
Tolong telepon saja begitu kalian sampai. |

Percakapan itu berakhir dengan singkat karena memang tidak ada lagi yang harus mereka bicarakan ketika hubungan hanya sebatas kenal dan tahu saja.

Tidak ingin membuat waktu lebih lama lagi, Marina segera mendorong troli lukisannya ke arah meja resepsionis khusus untuk peserta lomba. Di sana ia akan mengisi absensi seperti ketentuan yang dijelaskan dalam technical meeting seminggu lalu secara daring sebelum mengumpulkan lukisan. Akan tetapi, sesuatu yang tidak terduga muncul di hadapan Marina. Kedua kaki gadis itu terasa sangat lengket dengan lantai. Tubuhnya seolah membeku di tempat. Mulutnya kelu untuk mengeluarkan sepatah katapun. Suasana hotel yang ramai mendadak sunyi di pendengarannya karena hanya suara derap langkah rombongan perempuan-perempuan yang berjalan sambil menyunggingkan senyum miring kepadanya.

𝐇𝐄𝐋𝐋𝐎, 𝐒𝐈𝐌𝐒!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang