O4 || TARIK ULUR

4 3 0
                                    

“Nis, jangan lupa mulai garap film untuk bulan depan, ya. Mau langsung dikumpul soalnya,” perintah seorang siswi perempuan yang sibuk mengeklik mouse komputer di hadapannya.

“Oke, Kak!” seru Niskala menampilkan ibu jari.

Sebagai siswa beasiswa, Niskala dianjurkan untuk masuk ke dalam dua kegiatan klub. Dan untuk sekarang, Niskala sibuk mengedit film pendek untuk Festival IMS bulan depan. Ada dua film pendek yang harus mereka kerjakan. Pertama adalah film pendek yang menceritakan tentang IMS—nantinya akan dipublikasi di halaman digital sekolah sebagai bentuk promosi, dan yang kedua adalah film pendek yang akan ditampilkan untuk puncak acara Festival IMS. Membuat satu saja tidak mudah, apalagi dua. Meskipun klub fotografi di IMS lebih maju daripada klub fotografi di sekolah lain, tidak banyak siswa yang berminat dengan klub ini. Selain karena selalu membuat proyek jangka panjang, perlengkapan yang dibutuhkan juga tidak sedikit dan murah. Untuk menjepret satu foto atau menciptakan video dan film pendek yang berkualitas bagus saja butuh beberapa kali usaha yang tidak mudah.

Di klub fotografi IMS, mereka memasukkan bidang sinematografi dalam kegiatan klub. Jadi, tak jarang bagian rekam-merekam video setiap ada acara akan menjadi tugas klub fotografi.

Syuting untuk film pendek IMS pun sudah dilakukan sejak bulan desember tahun lalu, untuk Festival IMS pun sudah selesai bulan Januari kemarin. Para anggota klub sekarang sibuk untuk pengecekan terakhir, sedangkan Niskala mendapat tugas untuk mengedit potongan-potongan klip agar menjadi kesatuan yang padu untuk diserahkan ke proses yang selanjutnya.

“Niskala,” panggil seseorang.

Ia menoleh. “Iya, Kak?”

“Aku denger katanya Barata amnesia, ya?”

Mendadak, Niskala terdiam. Sial sekali. Padahal ia kira sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan serupa nantinya, tapi ternyata tidak semudah itu.

Namun, pada akhirnya Niskala hanya bisa menganggukkan kepala pelan. “Ya gitulah, Kak,” jawabnya dengan suara lemah.

“Duh, kamu ini gimana sih,” protesnya. “Barata, kan pacarmu.”

“Gimana mau ngaku pacar coba? Barata aja nggak inget apa-apa tentang aku.”

Kakak kelas perempuan tadi langsung membulatkan matanya. Sesaat kesadaran muncul di kepalanya, seakan memberitahu betapa bodoh ucapan yang baru saja dilontarkannya.

Senyumnya menjadi canggung. Dia mendekat ke arah Niskala dan menepuk punggung gadis itu. “Nis.... Ya ampun! Sumpah nggak bermaksud gitu kok.... Jangan marahin aku....”

“Nggak papa kok, Kak. Udah kayak apa aja. Lagian emang bener, kan.”

Sial. Niskala mengumpat dalam hati. Tentu saja, itu tidak benar. Sampai sekarang, Niskala tetap merasa sakit hati kalau harus disuruh membenarkan.

***

Akhir bulan Juli menjadi penyesalan terbesar bagi SIMS. Termasuk Pak Noer dan para anggotanya. Tidak ada yang menyangka kalau salah satu siswa IMS mengalami kecelakaan hebat yang pemulihannya memakan waktu yang sangat panjang. Kecelakaan Barata Aswatama menjadi buah bibir pada saat itu.

Kekacauan terjadi di dalam organisasi. Beberapa anggota memilih keluar karena mulai merasa takut dan banyak alasan lainnya. Keanggotaan SIMS disusun ulang. Seolah diseleksi mana dari mereka yang sanggup terus berjalan menghadapi setiap masalah di organisasi dan yang tidak.

Saat itu, Niskala maju. Ia mengajukan diri menjadi ketua SIMS dan berjanji untuk menangkap dalang dari kecelakaan yang menimpa Barata. Di sisi lain, Yosa tak mau kalah. Dia pula mengajukan dirinya untuk menempati jabatan wakil ketua yang kosong. Tentu saja, Pak Noer tidak punya alasan untuk menolak hal tersebut.

𝐇𝐄𝐋𝐋𝐎, 𝐒𝐈𝐌𝐒!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang