Barata tiba di rumah sepulang sekolah, dan yang ia dapati hanyalah kekosongan.
Yah, apa yang diharapkan dari keluarga ini? Nama Keluarga Aswatama memang terkenal nyaris di seluruh Indonesia sebagai salah satu keluarga berpengaruh yang bergerak di bidang penerbangan. Kakeknya adalah seorang pilot pesawat, cukup terkenal di dunia pada masa kejayaannya. Sebelum memutuskan untuk menjadi pilot pesawat biasa, beliau pernah mengendarai pesawat tempur.
Di generasi yang sekarang, keturunan Aswatama tidak harus terbang menjadi pilot seperti kakeknya. Sebagai ganti, Gandhi Aswatama mendirikan sendiri maskapai penerbangan dan merangkak sebagai direktur utama. Ibunya Arumi Aswatama juga bekerja di kantor yang sama.
Barata adalah anak tunggal. Dia tidak punya kakak ataupun adik. Sedangkan sepupunya jarang hadir dan bermain darinya sejak kecil membuat hubungan mereka tidak terlalu baik. Sekalipun Barata datang di acara kumpul-kumpul keluarga besar, yang akan terjadi adalah kecanggungan satu sama lain. Lebih tepatnya, Barata yang tidak bisa berinteraksi baik dengan sepupu-sepupunya. Oleh karena itu, sesungguhnya dia sangat kesepian.
Keluarganya sibuk bekerja. Bahkan tidak jarang mereka sampai tidak pulang ke rumah dan memilih untuk membooking hotel di dekat kantor utama agar tidak bolak-balik. Barata bahkan ingat berapa kali Gandhi dan Arumi menjenguknya saat rehabilitasi dan pemulihan pasca kecelakaan. Ketika Barata akhirnya diizinkan pulang saja, Tante Anne--adik dari Gandhi--yang datang ke rumah sakit untuk mengurus administrasi dan mengantarnya pulang ke rumah.
Rumah Keluarga Aswatama memanglah megah. Tapi sayang, rumah itu terlalu sepi untuk Barata yang seperti tinggal sendiri dengan beberapa orang pelayan. Tidak ada suara sambutan acapkali Barata menapakkan kakinya sepulang sekolah. Tidak ada suara yang memintanya untuk makan terlebih dahulu sebelum pergi ke kamar dan istirahat. Kalau ditanya soal iri, tentu saja dia iri. Tapi semakin bertambahnya usia, Barata semakin melupakannya. Dan kesepian itu sudah menjadi bagian dari dirinya.
Barata hendak menuju kamar di lantai dua. Rasa lelahnya menumpuk di pundak berkali-kali lipat daripada hari biasa. Saat kakinya membawa melewati beberapa anak tangga, tiba-tiba rasa sakit berdenyut di kepalanya. Barata langsung menghentikan langkah. Dia berjongkok, tangannya meraih tiang pegangan tangga dengan tangan kiri sementara tangan kanannya dia gunakan untuk menahan rasa sakit di kepala.
“Sial.” Barata berdesis kesal.
Dia merasa seperti ada aliran listrik yang menyengat. Muncul kilasan balik yang bagaimana ceritanya hadir dalam ingatan Barata. Tak jelas, namun terlukiskan tempat yang sama. Tangga rumahnya sendiri. Ingatannya secara tak sadar muncul satu persatu. Ingatan yang selama ini benar-benar kacau, perlahan mulai kembali secara acak.
Saat rasa sakit yang mendera tadi sudah lebih baik, dengan sisa tenaga Barata membawa tubuhnya bangkit. Dia membawa dirinya cepat masuk ke dalam kamar. Dan tanpa memikirkan apapun lagi, dia langsung merebahkan dirinya. Kepalanya masih berdenyut. Pusing. Tapi tidak separah di tangga tadi.
Ah, menyebalkan.
***
Barata membuka mata.
Hela napas terdengar sangat jelas di rumah yang begitu sepi. Rupanya dia ketiduran.
Dia beranjak bangun, duduk lemas di pinggir kasur tunggal yang besar. Ia melirik ke arah jam dinding di hadapannya. Jam sembilan malam.
Barata mengusap wajahnya. Dia masih linglung, bingung setelah apa yang sudah terjadi. Rasa sakit di kepala tadi sore sudah lebih baikan. Namun, pikirannya masih tidak bisa fokus. Saat ini Barata teringat dengan seseorang yang pantang menyerah. Seorang gadis bernama Niskala Pradeeva.
Ingatannya kembali berkelana ke beberapa jam sebelumnya. Saat Niskala membawanya ke ruang klub musik dan memperdengarkannya rekaman itu. Suara yang dikenalnya. Nyanyian itu.... Siapa yang sangka kalau ternyata suara Barata ternyata sebagus itu? Sampai sekarang saja, Barata masih tidak percaya dengan suara nyanyiannya sendiri. Benarkah kalau dia begitu cinta dengan musik?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐄𝐋𝐋𝐎, 𝐒𝐈𝐌𝐒!
Fiksi Remaja[ COMPLETED ] Cerita dimulai sejak munculnya Barata Aswatama, siswa IMS--International Mandala School--dengan kesabaran setipis kertas dan bertemperatur kasar yang akhirnya kembali masuk sekolah setelah mengalami kecelakaan di awal tahun ajaran baru...