"Laporannya sudah saya kirim di grup kalian. Saya berharap berita penyuapan itu rumor karena sama saja kita melawan sekolah kalau ternyata kabar burung itu benar."
"Saya juga nggak percaya ada keterlibatan antara kepala sekolah dengan kasus Danuar. Namun, saya nggak akan diam saja sekarang. Saya pasti akan menangkap dan membuat Danuar mengakui seluruh pelanggarannya."
"Saya mengerti. Kamu harus hati-hati, Niskala. Kita semua. Semoga kali ini kebenaran yang memenangi kejahatan."
"Baik, Pak. Terima kasih."
"Kalau begitu saya matikan, ya." Tanpa menunggu balasan dari Niskala, panggilan telepon itu diakhiri secara sepihak oleh Pak Noer. Yah, tidak masalah.
Niskala memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket yang dikenakan. Informasi terbaru yang diberikan Pak Noer sebenarnya cukup untuk membuat Niskala merasa gelisah. Beliau mendapatkan rumor bahwa ada keterkaitan antara kasus Danuar yang mereka selidiki dengan kepala sekolah IMS. Benar pula yang dikatakan Pak Noer tadi, bahwasanya akan semakin pelik kalau ternyata kepala sekolah terlibat.
Ia tidak bisa menuduh begitu saja tanpa adanya bukti. Penangkapan Danuar bisa saja berjalan sesuai rencana. Keterlibatan kepala sekolah dapat menyusul seiring penyelidikan lanjutan berlangsung. Namun, jika hal itu benar, bukankah berarti kecurangan sudah mengakar dengan sangat dalam?
Gadis itu tersenyum getir. Iba menggerogoti perasaannya.
Niskala mempercepat langkah. Ia baru kembali dari ruang klub sinematografi setelah izin bahwa dia mungkin telat karena ada urusan mendadak yang tidak bisa diabaikannya. Tentu saja, hal ini berkaitan dengan Barata. Meskipun sejak istirahat pertama dan kedua Barata sama sekali tidak datang, Niskala akan tetap datang ke sekret SIMS demi memenuhi ucapannya.
Dalam perjalanan ke Gedung B, matanya mulai melalang buana. Suasana koridor sedikit sepi. Hanya ada beberapa siswa yang lewat sambil menjinjing tS mereka. Niskala teringat dengan aktivitas serupa yang sudah ia lakukan sejak pertama dan kedua. Ia menghabiskan waktunya seharian ini hanya di ruang sekret SIMS. Barata sama sekali tidak ingin diganggu di kelas. Begitu jam istirahat, pemuda itu langsung melesat entah ke mana. Dan ternyata, bukan menuju sekret SIMS tempat yang Niskala janjikan.
Berbelok arah, langkahnya sontak mendadak melambat. Tanpa disangka-sangka Barata sudah menunggu di depan pintu sekret.
"Lama banget lo."
Barata membenarkan posisi berdirinya. Setelah lama bersandar di dinding karena ia tidak bisa masuk ke dalam ruangan yang dilindungi keamanan khusus.
"Buruan jelasin semuanya ke gue," ucap Barata tidak sabaran.
"Ayo masuk dulu," ajaknya lemah lembut.
Niskala membuka pintu sekret dengan kartu khusus yang hanya dimiliki anggota SIMS. Tetapi belakangan ini telah dimodifikasi Pak Noer sehingga sistem keamanan ruangan hanya bisa diakses oleh dirinya sendiri, Niskala, Yosa, dan Catherine saja.
Tak berselang lama, Barata menginjakkan kakinya ke dalam ruangan dingin tersebut. Tanpa perlu dipersilakan, Barata langsung mengambil posisi duduk. Gerak-geriknya spontan dan enggan basa-basi. Pemuda itu melipat kedua lengannya di dada. Lantas segera mengungkapkan tujuannya datang ke tempat terpencil itu.
"Jadi, apa yang mau lo jelasin ke gue?"
Jujur, Niskala ikut bingung. Ia tidak tahu harus menceritakan masalah ini dari mana. Bagaimana ia harus memulai pembicaraan, kalimat pembuka apa yang harus ia katakan? Apa yang harus Niskala lakukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐄𝐋𝐋𝐎, 𝐒𝐈𝐌𝐒!
Fiksi Remaja[ COMPLETED ] Cerita dimulai sejak munculnya Barata Aswatama, siswa IMS--International Mandala School--dengan kesabaran setipis kertas dan bertemperatur kasar yang akhirnya kembali masuk sekolah setelah mengalami kecelakaan di awal tahun ajaran baru...