Niskala langsung melompat turun dari bus tepat ketika kendaraan itu berhenti di halte dan membuka kedua pintunya. Tanpa menghiraukan pandangan orang lain terhadapnya, Niskala segera berlari cepat ke arah gerbang sekolah yang akan ditutup dalam waktu lima belas menit. Dia tidak akan membiarkan banjir keringat di sekujur tubuhnya menjadi penghalang untuk terus berlari. Pokoknya, Niskala tidak boleh sampai terlambat.
Harusnya, dia bisa sampai tepat waktu seperti biasa yaitu 45 menit sebelum bel masuk. Namun, tadi itu benar-benar pengecualian. Di perjalanan menuju halte bus Niskala melihat siswa SMP yang sedang diganggu oleh berandalan muda. Niskala sudah cukup muak dengan orang-orang yang saling menindas, kepada orang-orang yang merasa dirinya paling hebat hanya karena sedikit lebih kuat daripada yang mereka tindas. Tanpa pikir panjang, Niskala langsung bergegas menolong gadis kecil itu.
Setelah berpura-pura menjadi kenalannya dan mengantar siswa SMP itu ke sekolahnya dengan selamat, Niskala langsung berbalik arah dan berlari bak orang kesetanan. Sebenarnya, ia bisa saja meminta Ayahnya mengantar, atau pergi sekolah bersama Yosa karena memang rumah mereka tidak begitu jauh, tapi demi janji yang diembannya--yaitu untuk mandiri--Niskala tidak masalah pergi dan pulang sekolah dengan naik bus. Lagipula, biaya bus kota tidak begitu mahal dan Niskala masih bisa belajar selama perjalanan ke IMS.
Gerbang abu-abu yang berdiri megah sepuluh meter di depannya semakin terlihat jelas. Dengan sisa-sisa tenaganya, Niskala mencoba mempercepat langkah kakinya. Masalah tadi pagi itu tidak akan meruntuhkan rekornya sebagai siswa teladan yang tidak pernah terlambat. Niskala harus jadi panutan semua siswa di IMS.
"Wah, tumben Niskala hampir telat."
"Diem, Kak.... Aku.... Haaaahhhh...."
Agathias menutup mulutnya, nyaris terpingkal kalau saja tidak ada pembina OSIS yang ikut patroli di gerbang utama untuk menanti siapa saja siswa terlambat yang akan diberi sanksi pelanggaran. Agathias menggelengkan kepalanya, kemudian menepuk-nepuk pundak Niskala dengan pelan yang sedang mengirup oksigen sebanyak mungkin.
Gadis itu terus mengulangi gerakan yang sama. Sembari berkacak pinggang, dia menarik oksigen banyak-banyak dan mengembuskannya dengan suara mulut yang terdengar jelas.
"Untung hari ini gue jaga gerbang."
Niskala mengalihkan pandangannya. Kini dia melotot penuh ke arah Agathias yang masih cengengesan melihat Niskala nyaris telat. "Kak Agath nggak ada niatan buat bantu aku lolos inspeksi, kan?"
"Hm.... Tadinya mungkin. Tapi lo, kan nggak jadi telat."
"Dih.... Aku nggak akan pernah telat, ya."
"Yakin?"
"Iya dong!" balas Niskala percaya diri. "Udah deh kak, aku mau lanjut jalan ke kelas," ucap Niskala bersiap. Namun, ia baru sadar kalau jarak kelasnya dengan tempat ia berdiri sekarang lumayan menguras tenaga. "Hah.... Jauh banget, sih punya kelas," rutuknya pelan.
Agathias tertawa kecil. "Takdir. Suruh siapa sekolah di IMS."
"Dapet beasiswanya di sini. Gimana dong."
"Yaudah gih, sana lari lagi."
Niskala pamit, kemudian kembali berlari menuju kelasnya, meninggalkan Agathias yang sedang berjaga gerbang masuk IMS. Selain anggota klub musik, dulunya Agathias adalah anggota OSIS. Harusnya, Agathias sudah tidak mengemban tugas lagi karena ia sudah kelas tiga, namun beberapa kali Niskala berpapasan dengan pemuda itu dan akhirnya memilih untuk bertanya. Jawabannya sangat tidak terduga. Agathias cuma ikut berdiri bersama anak OSIS yang lain untuk menakuti adik kelas yang terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐄𝐋𝐋𝐎, 𝐒𝐈𝐌𝐒!
Teen Fiction[ COMPLETED ] Cerita dimulai sejak munculnya Barata Aswatama, siswa IMS--International Mandala School--dengan kesabaran setipis kertas dan bertemperatur kasar yang akhirnya kembali masuk sekolah setelah mengalami kecelakaan di awal tahun ajaran baru...