22 || PEREMPUAN BERSIMPUH LARA

9 3 0
                                    

Gosip yang menyebar tentang dirinya lambat laun mereda dengan sendirinya. Nama baiknya terjaga di IMS. Tentu saja semua orang percaya kalau Windu tidak mungkin melakukan perundungan. Apalagi, selama bersekolah Windu terlihat seperti siswa yang baik pada umumnya. Meski nilainya bukan yang paling sempurna, Windu selalu ikut andil dalam aktivitas klub dan seluruh kegiatan sekolah. Di mata beberapa siswa, Windu terkenal sebagai perempuan yang baik hati dan murah senyuman.

Namun, apa yang dilakukan Barata Aswatama sama sekali tidak bisa ia abaikan begitu saja. Kalau dibiarkan, semua orang akan mengetahui yang sebenarnya. Dan sampai kemungkinan buruk itu terjadi, Windu tidak akan bisa tidur dengan tenang setiap malamnya.

Seluruh kegelisahan dan ketakutan itu pada akhirnya ia ceritakan pada Ayahnya--Danuar Brawijaya.

Tepatnya di halaman belakang dekat taman rumahnya, Windu duduk bersebelahan dengan Danuar di kursi utama. Pria itu sedang fokus pada kerjaannya. Terlihat dari laptop hitam yang berada di pangkuannya. Semburat asap mengepul di udara. Aroma tembakau dari batang cerutu tercium sampai indera penciuman.

Danuar mengusap wajahnya gusar. Mendengar cerita putrinya, jelas ia merasa sedikit was-was. Putra Aswatama tengah menyelidiki dirinya. Dibandingkan dengan rahasia yang diemban sang putri, sesuatu yang lebih besar bersemayam dalam bungkamnya.

“Menurut Ayah bagaimana?” tanya Windu di sela-sela keheningan mereka.

“Aswatama itu keluarga yang sangat besar. Kedudukan mereka juga lebih kuat. Daripada kita, reputasi mereka itu baik. Keluarga Aswatama adalah keluarga terpandang di negeri ini. Tanpa media liput pun, orang-orang sudah tahu sebesar dan sehebat apa pengaruh mereka di masyarakat. Kita tidak bisa bertindak seenaknya dan harus hati-hati.”

“Tapi tidak ada waktu lagi!” seru Windu nyaris putus asa.

Suasana di antara keduanya kembali melengang. Selama beberapa saat tidak ada pembicaraan lain yang terungkap dari masing-masing mulut Ayah dan anak itu. Mereka larut dalam sebuah pemikiran yang kejam. Hanya tersisa semilir angin berembus yang menjadi saksi bisu obrolan itu.

“Mungkin ... kita bisa memanfaatkan orang terdekatnya.”

Windu mengangkat wajah. Kedua alisnya tertaut sempurna. Ia belum mengerti betul apa maksud Ayahnya. Memanfaatkan orang terdekat? Untuk apa? Dan siapa? Sebenarnya rencana seperti apa yang sedang dipikirkan Ayahnya sekarang?

“Kamu tahu siapa orang yang paling dekat dengan putra Aswatama sekarang?” tanya Danuar penuh selidik.

Windu terdiam sejenak. Ia berusaha menebak-nebak siapa gerangan orang yang saat ini begitu dekat dengan Barata. Ketika otaknya nyaris diperas guna menemukan jawaban, tiba-tiba nama gadis itu melintas dalam benaknya.

“Niskala,” ungkap Windu sedikit bergumam.

“Niskala? Niskala siapa?”

Windu menggelengkan kepala pelan. “Bukan siapa-siapa. Status cewek itu bahkan tidak sebanding dengan kita. Namanya Niskala Pradeeva.” Senyum mengembang di antara kedua bibirnya. Bukan senyuman yang menenangkan, tetapi sebaliknya.

“Mungkin kita bisa memanfaatkan si miskin itu.”

“Kalau begitu bagus.”

Lalu, Windu beranjak pamit meninggalkan Ayahnya; berdalih ingin pergi ke kamar. Begitu ia melewati pintu yang menghubungkan antara taman belakang dengan bangunan rumah, Windu sedikit dikejutkan dengan saudara kembar laki-lakinya yang ternyata sudah menaruh curiga kalau ada sesuatu yang terjadi antara sang adik dan Ayahnya.

Windu mengabaikan Julian, justru pergi begitu saja setelah menyapa dan tersenyum singkat.

Sementara itu, Julian hanya bisa mendesah berat. Dia mempercepat langkah kakinya, mengejar sang adik. Sontak tubuh Windu ditarik ke belakang dan kemudian saling berhadapan dengan Julian.

𝐇𝐄𝐋𝐋𝐎, 𝐒𝐈𝐌𝐒!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang