PROLOG II

2.7K 289 12
                                    

Hari ini Clarice sukses membuat Jasmine mendapatkan amarah dari Chita. Jika sudah seperti itu, maka sebuah kesempatan bagi Clarice untuk bermain bersama kedua temannya semalam suntuk. Ya walaupun setiap perbuatan pasti ada konsekuensinya, Clarice jadi merasakan sakit di tubuhnya berkali-kali lipat. Pasti Chita memukul Jasmine dengan keras. Lagi.

Clarice segera pergi menuju rumah Reissa. Meski harus menahan rasa sakit yang terkadang merusak konsentrasinya. Ia membelokkan kemudi mobilnya keluar kawasan rumahnya.

Di tengah-tengah Clarice mengemudi, matanya menyipit ketika melihat seorang wanita setengah baya yang amat dikenalnya.

"Bukannya itu Bi Tyas? Mau kemana malem-malem?"

Lekas Clarice menurunkan jendela mobilnya, "Bibi mau kemana? Ini udah malem banget!"

Clarice berteriak dari dalam mobil. Tyas yang sudah hafal dengan mobil milik majikannya itu pun berjalan menghampiri.

"Ke rumah sakit, Nona. Penyakit saya kambuh." Jawab Tyas sedikit membungkukkan tubuhnya.

Ah ya, Clarice teringat dengan perjanjiannya dengan Tyas sebulan yang lalu. Ia hanya menganggukkan kepalanya. Terkadang Clarice heran kepada Mahesa, Jasmine, dan Vero. Mereka yang dekat dengan Tyas tidak mengetahui penyakit lelaki manis itu.

"Ayo Bi aku anterin. Kebetulan aku lewatin rumah sakit," tawar Clarice.

"Tidak perlu Nona, saya naik kendaraan umum saja." tolak Tyas halus.

"Bi, aku lagi baik hati. Jadi mending Bibi naik sekarang!"

Bukan alasan Clarice menawarkan tumpangan semata-mata hanya satu arah jalan saja. Namun di sudut kecil hatinya merasa khawatir dengan kondisi Tyas jika harus menggunakan kendaraan umum di malam seperti ini.

Tyas masuk ke dalam mobil yang pintunya telah dibuka oleh Clarice.

"Terimakasih, Nona."

Clarice hanya berdeham menanggapinya. Kemudian menjalankan mobilnya memasuki padatnya jalan raya. Tiba-tiba sebuah rasa nyeri menjalar di tubuh Clarice. Membuat tubuhnya mulai dibanjiri oleh keringat dingin.

"Nona tidak apa-apa? Sakit lagi ya, Non?" tanya Tyas khawatir. Clarice mengernyitkan dahinya, apakah Tyas tahu Tentang rasa sakitnya?

"Bagian mana yang sakit, Nona?" tanya Tyas lagi.

"Bukan urusan Bibi." Clarice memang sudah terbiasa kasar dan terkadang bersikap kurang ajar kepada Tyas yang telah merawatnya dari kecil. Namun Tyas memakluminya.

"Maaf Nona, apa tidak sebaiknya Nona mengatakannya kepada Tuan dan Nyonya kalau Nona bisa merasakan—"

"Jangan bahas sakitku!" sentak Clarice sembari menahan sakitnya. Kali ini pipi kirinya terasa panas. Perih.

"Maafkan saya, Nona."

Baik Clarice maupun Tyas mereka sama-sama diam. Suasana di dalam mobil terasa cukup canggung.

"Kenapa Bibi gak bilang ke Papa tentang penyakit Bibi? Papa pasti bakal bantu biaya pengobatan Bibi." tanya Clarice penasaran.

"Saya tidak ingin merepotkan Tuan dan Nyonya. Bagaimanapun Tuan dan Nyonya sudah menyekolahkan Mahesa sampai sekarang di sekolah terbaik. Jadi, berhenti membahas tentang penyakit saya." ucap Tyas datar.

Clarice memutar bola matanya jengah. Tyas ternyata tengah membalasnya.

Clarice terus menyetir sembari menahan rasa sakit. Keringat dingin terus mengalir di pelipisnya. Rasa sakit yang seharusnya hanya dirasakan oleh Jasmine. Tapi entah kenapa rasa sakit itu seakan terbagi kepadanya. Dan Clarice tidak mau siapapun tahu termasuk Chita.

Love from C to M [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang