Pagi ini Henry menghubungi Clarice setelah kemarin mereka bertemu kembali. Pria itu mengatakan bahwa dirinya bisa pergi ke rumah sakit dimana Jean—istri Henry bekerja.
Clarice dijemput oleh Arsen. Dan tentunya setelah Mahesa berangkat bekerja. Setelah mengetahui fakta kemarin, sejujurnya ia masih terguncang. Maka dari itu ia lebih banyak diam. Bahkan pertanyaan Arsen pun dijawab seadanya.
"Rumah sakitnya itu kan ya? Gue liat maps bener sih yang itu."
Ucapan Arsen menyadarkan Clarice. Sontak ia mengikuti pandangan pemuda itu yang menunjuk ke sebuah bangunan luas yang sangat dikenalinya. Tubuhnya seketika menegang. Bulir keringat dingin mulai terbentuk di area wajahnya.
Bangunan itu, rumah sakit tempat dimana Clarice pernah mengantarkan Tyas untuk berobat. Beban pikirannya bertambah karena saat ini ia dibayangi oleh rasa bersalahnya pada ibu mertuanya itu.
Memang sebelumnya Clarice tidak melihat nama rumah sakitnya. Ia langsung memberikan ponselnya kepada Arsen sebab Henry mengirimkan nama istrinya beserta peta lokasi rumah sakit tersebut.
"Kayaknya sakit lo tambah parah, deh. Pucet banget. Kan gue bilang apa, mending lo dirawat kemaren." omel Arsen.
"Gue gak—"
"Stop! Gue gak apa-apa, gue gak apa-apa. Sumpah gue muak banget denger itu mulu!" Arsen mengusak rambutnya kasar. Melihat tingkah lucu Arsen membuat Clarice tersenyum. Pemuda itu selalu tahu cara membuatnya merasa lebih baik.
Arsen memutar kemudinya untuk memarkirkan mobilnya. Setelah mobil terparkir dengan baik, segera pemuda itu turun lalu membukakan pintu untuk Clarice.
"Butuh kursi roda gak nih?" tanya Arsen yang terdengar seperti ledekan.
"Gak perlu, gue masih kuat jalan."
Arsen mengangkat bahunya acuh, "Ok."
Keduanya berjalan pelan menuju area rawat jalan yang berada dekat unit gawat darurat. Clarice meringis pelan karena rasa sakit itu datang lagi. Semalaman ia tidak bisa tidur pun karena rasa sakit itu seringkali datang.
Arsen memutar bola matanya jengah. Masih sakit pun Clarice tetap keras kepala. Mentalnya sejauh ini benar-benar diuji oleh wanita muda itu. Ia melihat sebuah kursi roda kosong. Tanpa meminta izin, langsung saja Arsen mengambil kursi roda itu.
"Duduk." perintah Arsen ketus.
Clarice mengernyitkan dahinya karena bingung Arsen tiba-tiba mendapatkan kursi roda. "Ini punya siapa?"
"Gak tau. Gue ambil aja,"
"Itu namanya nyuri! Balikin!" sentak Clarice.
"Salah siapa nganggur. Paling ini juga punya rumah sakit. Yakali rumah sakit segede ini gak sediain fasilitas ginian. Miskin banget,"
Tangan Clarice terulur mencubit pinggang Arsen. Pemuda itu jelas mengaduh. Cubitan Clarice kali ini lebih menyakitkan dari kemarin.
"Kenapa gue dicubit sih astaga?! Ada ya cewek bentukan kayak lo. Dikasih perhatian malah marah-marah." Arsen memberikan tatapan tajamnya kepada Clarice.
"Ya lo seenak udel!" balas Clarice. Matanya mendelik kesal ke arah Arsen.
"Ssttt, udah. Ini kursi roda gak ada yang pakai. Mending lo duduk daripada lo makin sakit." Arsen menggiring tubuh Clarice untuk duduk di kursi roda curiannya.
Karena tidak ingin mendebat pemuda itu, akhirnya Clarice hanya menurut. Malu juga kalau semua orang menatap kepada mereka karena sudah membuat keributan di rumah sakit.
"Pokoknya abis gue masuk ruangannya Jean, lo harus balikin nih kursi!"
Arsen merotasikan bola matanya jengah, "Iya, Tante. Bawel banget deh lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love from C to M [END]
FanfictionAwalnya Clarice berpikir dengan melarikan diri bersama kekasihnya akan mengantarkannya ke gerbang kebahagiaan. Namun, kenyataan pahit seolah menyiram tubuhnya untuk kembali bangun. Clarice telah disadarkan bahwa orang-orang disekelilingnya tidak ada...